SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA


Sabtu, 29 Oktober 2011

Kisah-kisah keberadaan Mahluk Peta/Hantu

                            BAB.  IV Kelahiran Kembali  


Mungkin bagi sebagian orang cerita tentang kelahiran kembali sebagai isapan jempol belaka. Di dalam Bab ini kami khusus membahas sedikit tentang adanya kelahiran kembali yang telah di buktikan oleh banyak pakar. Bab ini menjadi penting karena kalau kita  nanti bicara tentang adanya  alam-alam lain, ini semua tidak terlepas dari adanya kelahiran kembali.

                                               PAST LIFE REGRESSION


Saat ini dikalangan cendikiawan barat, konsep reinkarnasi telah menjadi  bahan riset yang sangat menarik. Studi  mengenai reinkarnasi  adalah sebuah riset kedokteran atau parapsikologi yang menggunakan metode  yang tidak lazim. Riset ini memang tidak mempunyai formula teori yang baku, tetapi kesubjektivitasan studi dan karakter peneliti akan sangat berpengaruh  terhadap  keontentikan konsep ini. Ada dua sumber data yang bisa  menjadi rujukan penting  terhadap  konsep reinkarnasi. Sumber pertama di peroleh dari anak-anak yang masih bisa mengingat  kehidupan  masa lalu mereka, dan yang kedua bersumber dari pasien  yang mempunyai  kehidupan masa lalu yang bisa di panggil melalui metode Past Live Regression (PLR) atau terapi kilas balik.

                                      Dr. Ian Stevenson


Salah satunya adalah Dr.Ian Stevenson, seorang profesor  peneliti Universitas of Virginia. Ia pernah menjabat sebagai kepala peneliti masalah reinkarnasi. Ia telah melakukan perjalanan ke seluruh penjuru dunia selama lebih dari tiga puluh tujuh tahun untuk meneliti, menyelidiki, mencatat, mengumpulkan, menguji dan mencocokkan orang-orang, terutama anak-anak, yang bisa mengingat  masa lalunya dan yang memiliki tanda lahir atau cacat lahir yang di hubungkan dengan luka, biasanya fatal, pada orang yang mengingat  masa lalunya.

Profesor Stevenson pernah menghabiskan waktu selama 40 tahun untuk mengoleksi  2.600 contoh kasus  anak-anak berusia antara 2 -7  tahun, para anak-anak itu meski masih belia, tetapi mereka mengetahui  situasi mendasar  desa yang terletak  ribuan km jauhnya dan terjadi pada 10 tahun sebelumnya bahkan yang lebih lama lagi, kebanyakan anak-anak  itu mampu  berbicara bahasa dari bangsa lain.

Detail kasus-kasus tersebut di buktikan oleh tim kecil  peneliti profesor  Stevenson.Sejumlah contoh kasus  terkumpul di dalam  buku karangannya  yang berjudul  "Anak-anak yang memiliki memori abad silam : mengenai permasalahan reinkarnasi".

Dr. Stevenson  juga mengoleksi  200 lebih kasus yang berkaitan  dengan birthmark (tanda lahir), di dalam contoh kasus tersebut, mereka itu mengatakan  bahwa dirinya pada kehidupan sebelumnya  mati lantaran tertembak  ataupun tertusuk  benda tajam  persis pada tempat lahir tersebut. Di dalam  17 kasus seperti itu, professor Stevenson telah memperoleh catatan dokter dan lain-lain, catatan tentang pembedahan mayat yang berkaitan dengan hal tersebut. membuktikan proses kematian orang yang terkait mirip dengan yang di kisahkan  oleh anak-anak itu. Kasus tersebut terekam di dalam buku  lain profesor Stevenson dengan judul "Titik Persimpangan Reinkarnasi dan Ilmu Biologi."

Sangat menakjubkan, bahwa di temukan ingatan akan kehidupan masa lalu memudar sekitar umur tujuh tahun pada anak-anak. Mereka sering berbicara secara langsung tentang kehidupan  sebelumnya, ingin pulang kembali ke "rumah" dan rindu pada ibu atau pasangan atau individu yang di kenalinya pada kehidupannya yang lain. Yang cukup unik Dr. Stevenson menemukan anak-anak yang dapat berbicara bahasa asing atau bahasa  yang tidak di ajarkan oleh orang tuanya. Hal ini tentu saja sangat sulit di terima akal sehat.

Dr. Stevenson banyak memaparkan hasil penelitiannya dalam beberapa buku Children Who Remember Previos Lives : A Question  of Reincarnation; Reincarnation and Biology; AContrybution of the Etiology of Brithmarks  and Birth Defect, dan sebagainya. Selama masa hidupnya, ia telah mengumpulkan ribuann rekaman  dari anak-anak  berumur 2-7 tahun yang tinggal di Timur Tengah, Eropa, Asia, dan Amerika. Dia juga seorang  terapis handal PRL

Tipe penelitian lain adalah berdasarkan atas orang-orang yang di hipnotis  oleh seorang psikoterapi  untuk memanggil ingatan masa lalunya. Tehnik yang di gunakan  adalah  Past Life Regression (PLR). Di bawah pengaruh PLR, pasien tidak tertidur dan gelombang otaknya berbeda  dari kondisi  orang  yang sedang tidur. Beberapa  psikoterapi menjelaskan bahwa kondisi tersebut juga berbeda  dari  kondisi  hipnotis tradisional. Kondisi  ini lebih tepat bisa disamakan pada kondisi hening yang di capai  melalui suatu kultivasi. Dalam  kondisi tersebut pasien dapat melakukan  hubungan langsung dengan kesadaran  yang lebih dalam. Pasien  bisa masuk kedalam ingatannya di masa lalu bagaikan menyaksikan sebuah pemutaran film dan merasakan sensasi-sensasi indrawi seperti rasa lapar, merasakan hawa panas, hembusan angin, rasa sakit, dan sebagainya, sesuai fragmen kehidupan yang muncul selama regresi sementara kesadarannya sekarang  ini masih tetap aktif.

                     Past Life Regression  Sebagai Terapi  Penyembuh Penyakit  

Peneliti lain, Dr. Brian   L. Weiss seorang  psikoterapi  tradisional  lulusan  Universitas Colombia dan Yale Medical  School dan menjabat sebagai kepala Psikiatri Emeritus di Mount  Sinai  Medical  Center  di Miami, adalah  seorang  psikoterapi  yang paling di kenal menggunakan  terapi PLR. Awalnya, dia tidak ambil  perhatian  kepada parapsikologi dan tidak memiliki ketertarikan  tentang reinkarnasi.


Pada tahun 1982, Dr. Weiss melakukan terapi kepada pasiennya yang bernama  Catherine yang menderita simpton terhadap air  atau ketakutan  terhadap air secara berlebihan. Pada awalnya, Dr. Weiss memundurkan  memori  Catherine  pada masa kanak-kanaknya, tetapi tidak berhasil menemukannya. Sampai akhirnya dia memiliki ide untuk menghipnotis Catherine  dengan sebuah  "perintah"  agar dia kembali  pada  masa yang menyebabkan  simptonnya datang. Reaksi yang di timbulkan membuat Dr Weiss tercengang.   

Catherine tiba-tiba bercerita tentang bencana banjir besar yang telah meregut nyawanya pada tahun  1863 S.M. Dia menyebut dirinya bernama Aronda, berusia 18 tahun. Saat banjir datang, dia sedang menggendong anaknya  bernama Cleastra (Cleastra pada kehidupan  sekarang  adalah keponakannya yang bernama Rachel) yang juga turut tewas pada kejadian itu. Dr. Weiss tidak bisa menerima hal tersebut  begitu saja  dan dia tidak bisa menjelaskan bagaimana  hal ini bisa terjadi . Namun, dia juga tidak bisa menyangkal kenyataan yang terjadi di depan matanya.                                                                                              
Menyingkapi hal tersebut, Dr. Weiss  justru  mengambil pendekatan-pendekatan yang mungkin untuk membuktikan ketidakbenaran gejala aneh itu, tetapi pada akhirnya, dia tidak punya pilihan  lain kecuali  menerima kebenaran tersebut. Sejak peristiwa tersebut. Dr. Weiss akhirnya  selalu mencoba  menggunakan regressi hipnotis pada keluhan fisik maupun mental, dan sebagian besar  mengalami  pemulihan yang sangat  signifikan tampa perawatan  secara medis. Saat ini Dr. Weiss telah menulis beberapa  buku, buku Many Lifes, Many Master dan Through Time into Healing telah terjual jutaan kopi dan telah di terjemahkan ke lebih dari dua puluh bahasa.

Berikutnya, adalah Dr. Bruce Goldberg di LOs Angeles, USA, seorang dokter gigi yang akhirnya meninggalkan  keahlianya tersebut dan beralih menjadi seorang  hipnoterapi PLR sejak tahun 1974. Dia menganggap bahwa peristiwa-peristiwa  yang terungkap tampa sengaja  dan "kamma baik" yang telah dia rasakan telah membawanya pada ketertarikan  pada bidang ini. Telah lebih dari 11.000 orang yang telah di bimbingnya menuju pencerahan dan penyembuhan dengan metode ini.

Dalam bukunya, berjudul Reinkarnasi The Search For Grace, Dr. Goldberg menulis sebuah kisah nyata seorang  wanita bernama Ivy, yang dalam regresinya, menceritakan kehidupannya yang terakhir  dengan nama Grace Doze. Dr. Goldberg mencoba mendokumentasikan kepada khalayak ramai tentang kasus  reinkarnasi  dari sesi-sesi  regresi yang di lakukannya kepada  Ivy yang sinkron dengan kasus  pembunuhan  yang tak terpecahkan  oleh kepolisian  Buffalo, New York, atas korban yang bernama Grace Doze di tahun 1927.

Ivy, seorang apoteker, saat awal mendatangi Dr. Goldberg dengan keluhan yang sangat sederhana, yaitu keinginannya untuk meningkatkan  kemampuan  dalam berinteraksi  dengan pria, terutama untuk mengakhiri  hubungannya  dengan John, kekasihnya.

Secara  tak terduga  pada sesi-sesi berikutnya, Dr. Goldberg menemukan sebuah pola kamma yang menjebak Ivy dalam sebuah  hubungan yang selalu berakhir tragis. Sosok roh yang menjadi  pasangan Ivy adalah sosok yang selalu mencelakai dan membunuh Ivy dalam banyak kehidupan  lalunya. Dan sosok itu, saat ini, adalah kekasihnya, John.

Kisah-kisahnya sangat sinkron dengan kesehariannya bersama John. Entah kenapa Ivy masih saja tertarik pada John walaupun sering di pukul. Setiap kali kedatangannya bertemu Dr. Goldberg, Ivy selalu menyampaikan keinginannya untuk berpisah dengan John untuk selamanya, tetapi ia tidak tahu bagaimana  harus memulai. Dr. Goldberd memang berusaha untuk memutuskan  pola kamma tersebut sampai akhirnya menemukan fragmetn terakhir kehidupan Ivy sebagai Grace Doze.

Dr. G     : Grace, apa yang terjadi?
Ivy         : Jake, Ia gila. Ia memukuliku. Ia menikamku dengan sebilah pisau... tenggorokanku...ia mencekikku.

Jake memukuli Grace  dengan membabi buta, kemudian mencekiknya sampai mati. Saya menuntun Ivy memasuki  pikiran atas -sadarnya,

Dr. G      : Apa yang terjadi, Grace?
Ivy          : Aku tidak percaya. Binatang ini menikam, mencekik, memukuli dan membuangku ke Sungai     
                 Ellicott. Aku berkelahi  kesetanan, tapi tetap saja aku bukan tandingannya.
Dr.G       : Grace, apa kamu mengenali  Jake dalam kehidupan sekarangmu sebagai Ivy  
Ivy          : Ya, Jake adalah John.

Fragmen ini membawa Dr. Golberg  pada sebuah investigasi panjang tentang sesosok  nyata seorang Grace Doze yang benar-benar  pernah hidup pada tahun 1920-an dan terbunuh secara  misterius Atas bukti-bukti yang di temukan, di dukung oleh keterangan Ivy dalam regresinya, di duga kuat si pembunuh adalah Jake, kekasih Grace.

Serangkaian investigasi dan sesi-sesi regresi Ivy ini kemudian  di angkat  dalam sebuah film  televisi yang di produksi  oleh stasiun televisi CBS, Long Angeles, USA, dan di siarkan  pada tanggal  17 Mei 1994. Penayangan  film tersebut bertepatan  pada hari Selasa  malam di bulan Mei, enam puluh tujuh tahun yang lalu hingga jamnya, sejak kematian Grace Doze.

Masih sangat banyak para ahli dari Negara Barat yang menekuni terapi regresi ini. Sebut saja Dr. Joel L. Whitton dan Joe Fisher, penulis  buku Life Between life (1988). Ada Dr. David Chamberland, wakil ketua  Pre-birth and Neonatal Psychology Assosiation  yang juga penulis buku Babies Remember  Birth (1988). Ada Richard Webster dari Selandia BAru dengan bukunya Practical Guide to Past Life Memories. Kemudian, Dr. Garrett Oppenheim , Ph.D yang menuliskan pengalaman  praktik regresinya pada buku Who Were You Before You Were You? dan lain sebagainya.
Hal 9 bersambung ke hal 10

Selasa, 18 Oktober 2011

Kisah-kisah keberadaan Mahluk Peta/Hantu

                                        PAYASI SUTTA 
                               DIGHA NIKAYA 23, SUTTA PITAKA

Pada suatu Ketika, Ayasma Kumara Kassapa sedang mengembara dari kota ke kota di negara Kosala, dengan di iringi lima ratus orang bhikkhu, dan tibalah mereka di sebuah hutan dekat kota Setavya. Di kota Setavya juga bertempat tinggal seorang raja muda, panglima perang yang  bernama Payasi. Payasi ini menganut pandangan (keliru) sebagai berikut :

"Tidak ada dunia lain(halus), tidak ada tumimbal lahir secara spontan (opapatiko), tidak ada penanaman bibit dan pemetikan buah (hasil) dari perbuatan-perbuatan baik dan buruk."

Ketika mendengar  bahwa Ayasma Kassapa berdiam di hutan dekat kota Setavya, Payasi memutuskan untuk pergi menjumpainya. Setelah memberi hormat sebagaimana layaknya, Payasi lalu memberitahukan Ayasma Kassapa tentang pandangannya yang sudah di kenal oleh khalayak ramai.

Ayasma Kassapa menjawab  : " Akupun sudah mendengar  tentang hal itu. Tetapi bagaimanakah orang dapat mempunyai pandangan seperti itu? Apakah anda mungkin mempunyai pandangan seperti itu? Apakah anda mungkin mempunyai alasan-alasan tertentu?"

"Memang demikian halnya," jawab Payasi, dan kemudian melanjutkan : "Kawan-kawanku, keluargaku dan saudara-saudaraku yang biasa membunuh, mengambil barang-barang  yang tidak di berikan (mencuri), pikirannya penuh keserakahan, kebencian dan kegelapan batin, pada suatu hari sakit payah dan sangat menderita. Ketika aku mendengar ajalnya akan segera tiba, aku memerlukan menjenguknya untuk menitipkan pesan : 'saudaraku yang tercinta. Para pertapa dan bhikkhu percaya bahwa siapa yang suka membunuh, mencuri, melakukan perbuatan asusila, berdusta, menfitnah,suka bertengkar  dan berbicara hal-hal yangtidak berguna, pikirannya penuh keserakahan, kebencian dan kegelapan batin; kalau kelak mereka meninggal dunia dan badan  jasmaninya hancur, roh mereka akan melalui sebuah lorong gelap masuk kedalam neraka. Dan begitu pulalah kehidupan saudaraku.

Kalau sekiranya ucapan para pertapa dan bhikkhu itu benar dan saudaraku betul-betul masuk kedalam neraka, aku mohon dengan sangat agar saudaraku  mau kembali lagi kedunia untuk memberi kabar kepadaku : 'Memang benar ada dunia lain,...'

Saudaraku yang tercinta. Aku percaya penuh kepada  Anda; apa yang Anda lihat sama juga seperti aku melihatnya sendiri. Mohon dengan sangat agar harapanku tidak sia-sia hendaknya. Dengan kata-kata :'Tentu saja tidak', ia dengan khikmat berjanji kepadaku. Tetapi kenyataannya tidak seorangpun pernah kembali untuk memberi kabar kepadaku.  Inilah salah satu sebab yang memperkuat pandanganku."

Setelah  mendengar uraian tersebut. Ayasma Kassapa lalu menceritakan satu perumpamaan tentang penjahat dan algojonya.

"O, Payasi  andaikata pada suatu hari seorang penjahat di bawa kehadapan Anda  dan Anda diminta untuk mengadilinya; dan Anda memerintahkan agar penjahat itu di penggal lehernya sekarang juga.
Andakata penjahat itu memohon kepada algojo agar pelaksanaan  hukuman di tunda dulu hingga ia sempat memberi kabar kepada kawan-kawannya dan keluarganya. Apakah menurut  pendapat  Anda, algojo itu mau menunda pelaksanaan hukuman  orang itu ataukah ia segera melaksanakan hukuman mati tersebut?"

Payasi  harus mengakui bahwa algojo pasti tidak mau  meluluskan permohonan penjahat itu.

"Nah Payasi yang terhormat, Kalau seorang penjahat tidak di beri ampun oleh algojo  di dunia ini. apakah Anda mengira bahwa kawan-kawan Anda yang terdiri dari pembunuh, pencuri,  orang cabul, pendusta, penfitnah, dan yang suka omong kosong pikirannya penuh dengan keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin  dapat diampuni? Setelah meninggal dunia, roh/arwah mereka akan melalui sebuah lorong gelap masuk ke dalam neraka. Di neraka mereka memohon kepada para algojo dengan kata: 'Mohon dengan hormat kepada Bapak Algojo agar sudi menunda dulu pelaksanaan hukuman kami  hingga kami dapat memberi kabar  kepada raja muda Payasi di dunia, bahwa setelah mati memang ada dunia lain(halus).' Apakah Anda berpendapat  bahwa para Algojo mau meluluskan permintaan mereka?"

Karena Payasi rupa-rupanya masih belum dapat diyakinkan, maka Ayasma Kassapa lalu menanyakan tentang kemungkinan masih ada sebab-sebab lain.

Atas pertanyaan ini Payasi menceritakan, bahwa iapun mempunyai kawan dan sanak-keluarga  yang belum pernah membunuh  mahluk mahluk hidup dan selalu melaksanakan tata hidup yang saleh dan terpuji.

Kepada  merekapun di minta  untuk memberi kabar setelah mereka mati dan kelak masuk sorga. tetapi mereka tidak pernah kembali atau kirim berita.

"Baiklah, Panglima yang terhormat, Sekarang aku ingin menceritakan sebuah perumpamaan, yang dari padanya banyak orang pintar  dapat menangkap arti yang sesungguhnya  dari suatu kotbah.

Andaikata ada orang yang terjatuh kedalam jamban dan Anda memerintahkan budak Anda  untuk menariknya keluar dari jamban tersebut. Lalu orang itu di sikat dan di cuci bersih, kemudian disiram tiga kali dengan minyak wangi, rambut serta janggutnya di sisir rapi, di beri pakaian bagus dan dibawa kesebuah istana dimana ia dapat menikmati  kesenangan dari  kelima indriyanya.

Sekarang aku ingin bertanya  : Apakah orang itu ingin kembali ke dalam jamban? mengapa tidak? Jamban adalah kotor dan berbau busuk, memualkan, mengerikan, dan memperlihatkan perbedaan dari seorang manusia biasa dari seorang dewa.

O, Payasi yang baik. dari jarak seratus mil bau seorang manusia dapat mengusir  para dewa.  Bagaimana mungkin  sahabat-sahabat  Anda yg menyukai kehidupan saleh  dan sekarang  masuk ke sorga, ingin kembali kedunia  untuk memberi kabar kepada Anda  : 'Memang benar terdapat suatu dunia lain (halus), memang benar terdapat tumimbla lahir spontan..."

"Selain dari itu, "Ayasma Kassapa melanjutkan : kalau kita di dunia ini satu abad, di alam sorga dari Tigapuluh Tiga Dewa berarti  satu hari satu malam. Tigapuluh  malam demikian itu merupakan satu bulan, dua belas bulan merupakan satu tahun; dan kehidupan di alam Tigapuluh Tiga Dewa tersebut berlangsung selama seribu tahun yang demikian itu.

nah kawan-kawan serta sanak keluarga Anda yang tidak pernah  membunuh mahluk, tidak pernah berdusta, Setelah badan jasmani  mereka hancur pasti masuk ke alam sorga..

Andai kata mereka berpikir : 'Setelah kami berdiam di alam sorga ini untuk dua atau tiga hari dan menikmati dulu kesenangan kelima indriya kami, maka kami baru kembali ke dunia untuk memberitahukan  Payasi  bahwa memang benar terdapat sebuah dunia lain(halus), bahwa tumimbal  lahir spontan memang benar adanya. dan menanam bibit  serta memetik buahnya (hasil) dari perbuatan-perbuatan baik dan buruknya merupakan kenyataan,' Apakah mereka  dapat melaksanakan  apa yang mereka pikir?"


"Tentu saja tidak," jawab Payasi, "sebab kami semua pasti  sudah meninggal dunia. Tetapi, Ayasma Kassapa, siapakah yang memberitahukan Anda  tentang adanya  alam  dari Tigapuluh Tiga Dewa  dan bahwa mereka  dapat hidup sampai sekian  lama? Aku menyesal harus tidak percaya apa yang Anda katakan."

Ayasma Kassapa lalu menjawab ; "O, Payasi, Anda mirip dengan seorang yang sejak  lahir buta matanya, seorang yang tidak dapat  melihat benda-benda yang berwarna hitam, putih, biru, kuning, merah atau hijau; tidak dapat melihat  apa yang sama dan apa yang tidak sama; tidak dapat melihat bintang-bintang, bulan dan matahari. Orang itu kemudian berkata : ' Aku tidak tahu tentang hal itu; aku tidak melihat apa-apa, karena itu benda-benda  tersebut tidak mungkin ada.'

Cobalah Anda pikir, apakah orang buta  yang mengucapkan kata-kata tersebut di atas, mengatakan sesuatu yang benar?"

"Tentu saja tidak", jawab Payasi.

"Nah, demikianlah sebenarnya  keadaan Anda, Payasi yang terhormat, Anda mirip dengan seorang yang sejak di lahirkan buta matanya. Ketahuilah bahwa alam halus tidak dapat  dilihat dengan mata biasa.

Para pertapa dan bhikkhu yang hidup menyepi  dan melakukan meditasi  untuk waktu yang lama, telah melatih mata batin mereka sehingga dapat melihat hal-hal yang tidak terlihat dengan mata biasa. Dengan mata batin  mereka  dapat melihat  dunia ini dan juga alam halus  dan mereka yang bertumimbal  lahir secara spontan.

Payasi masih saja belum dapat di yakinkan dan memberi bantahan baru, bahwa melihat para pertapa dan bhikkhu yang saleh  dan selalu  mempunyai itikad baik; tetapi mereka memilih untuk tetap hidup dan tidak ingin cepat-cepat mati. Mereka tetap ingin menikmati hidup dan tidakingin cepat-cepat mati. Mereka  tetap ingin menikmati  hidup dan membenci kematian. Karena itu aku berkata kepada diriku : "kalau saja para pertapa dan para bhikkhu yang terhormat itu benar-benar  tahu bahwa keadaan  mereka  setelah mati akan menjadi lebih baik, maka pastilah sekarang juga mereka akan minum racun atau membunuh diri dengan menggunakan  senjata tajam atau menggantung  diri atau menjatuhkan diri mereka  dari atas batu karang yang tinggi. Tetapi justru karena sangsi, apakah mereka kelak  setelah mati  dapat masuk ke sorga, maka mereka
memilih untuk hidup lebih lama dalam dunia ini dan tidak  ingin cepat-cepat mati.; mereka memilih hidup senang dan mengelakkan penderitaan."

Inilah sebab lain lagi. sehingga aku  percaya bahwa  dunia halus tidak ada dan tumimbal lahir secara spontan tidak ada,,,"

Ayasma Kasappa kemudian menceritakan sebuah perumpamaan dari seorang  yang mempunyai dua orang istri. Istri pertama mempunyai anak laki-laki berumur duabelas tahun, sedang istri kedua sedang hamil ketika suaminya meninggal dunia.

Setelah ayahnya meniggal dunia, anak laki-laki itu  menagih warisan kepada istri kedua dari mendiang ayahnya. Atas tagihan ini istri kedua mohon di tunda dulu sampai bayi yang sedang di kandungnya itu lahir. Kalau bayi itu seorang  anak laki-laki, maka bayi laki-laki itu berhak atas sebagian 
 warisan ayahnya. Kalau bayi itu perempuan, maka warisan itu seluruhnya akan menjadi milik anak laki2 dari istri pertama.

Tetapi sianak laki-laki itu tidak sabar menantidan terus-menerus  mendesak. Karena kesal, istri kedua itu lalu masuk kekamarnya dan membedah perutnya sendiri untuk melihat apakah bayi yg sedang di kandungnya itu laki-laki atau perempuan. Dengan demikian tentu saja ia kehilangan nyawa bayinya. kehilangan nyawanya sendirir dan kehilangan bagian dari warisan mendiang suaminya.

Dengan cara yang sama, Payasi yang terhormat, Anda akan mengalami malapetaka hanya karena keingintahuan Anda tentang mahluk halus. Para pertapa dan bhikkhu  yang saleh dan mempunyai itikad baik tidak akan memetik buah yang belum matang. Lagipula lebih lama mereka hidup di dunia ini, lebih banyak dapat mereka manfaatkan hidup mereka untuk kepentingan  para manusia dan para dewa. Ini merupakan bukti pula, Payasi bahwa memang terdapat dunia lain..."

Namun Payasi masih mempunyai alasan lain untuk membela pendiriannya. Ia mengatakan bahwa ia pernah menyuruh membakar seorang pejahat  sampai mati dalam sebuah tempayan besar yang ditutup rapat dan di segel. Sesudah itu  denga hati-hati  ia menyuruh buka tempayan itu, tetapi tidak ada roh yang tampak  keluar dari tempayan tersebut.

Ayasma Kassapa lalu bertanya kepada Payasi apakah ia pernah mimpi waktu tidur.

"sering", jawab Payasi. " Siang hari ini aku mimpi tentang sebuah taman yang indah, juga sebuah hutan dengan pemandangan alam  yang menarik dan laut yang tenang."

" Akan tetapi". Ayasma Kassapa bertanya : "Apakah Anda ketika itu di jaga oleh badut-badut Istana, Orang-orang kerdil istana, dayang-dayang yang di tugaskan  untuk mengipas  dan gadis-gadis lain? Apakah mereka tidak melihat roh Anda keluar dari badan Anda? Demikian pula, mana mungkin Anda dapat melihat roh yang masuk dan keluar dari orang yang sudah mati?"

Tetapi Payasi masih memiliki alasan lain untuk membenarkan  pandangannya.Ia pernah menyuruh untuk menimbang seorang penjahat ketika masih hidup dan kemudian memerintahkan para algojo untuk menjirat leher penjahat itu sampai mati. Setelah mati mayatnya kembali di timbang. Dan teryata bahwa ketika masih  hidup  timbangannya lebih ringan  di bandingkan dengan ketika sudah menjadi mayat. Karena itu dapat di tarik kesimpulan, bahwa tidak ada sesuatu yang hilang, bahkan rohpun tidak.

Ayasma Kassapa lalu membuktikan, bahwa jalan pikiran yang demikian itu slah denganmenuturkan cerita tentang sebuah bola besi.

"Bila sebuah bola besi di bakar sampai membara, maka timbangannya akan berkurang di bandingkan ketika masih belum di bakar. Begitu pula bila seorang manusia masih hidup, masih berhawa panas dan memiliki kesadaran, ia akan lemas dan lebih ringan daripada sesosok tubuh manusia yang mati, dingin dan tidak memiliki kesadaran lagi. Tubuh ini akan menjadi kaku dan berat"

Payasi lalu bercerita tentang percobaan lain.

Seorang penjahat di hukum mati tampa merusak kulit, daging dan tulang sumsum. Setelah orang itu mati, Payasi memerintahkan orang-orangnya untuk membaringkan mayat itu terlentang lalu menelungkup, miring, dan di taruh dengan kepala di bawah. Setelah itu di gosok-gosok , di pukul dengan batu, di sikat dengan kayu lalu dengan pisau. Namun yang hadir  tak dapat melihat ada roh yang keluar dari mayat itu.

Ayasma  Kassapa lalu menceritakan sebuah kisah dari seorang peniup suling keong yang mengembara kesuatu negara asing, di mana para penduduknya belum pernah melihat orang meniup suling keong. Ia meniup tiga kali lalu meletakkan keong itu di sampingnya. Penduduk setempat  berduyun-duyun datang untuk melihat keong tersebut. Mereka miringkan keong itu kekiri dan kemudian kekanan; mereka menggosok-gosok, menekan-nekan dan mengguncang-guncang, tetapi tidak ada suara yang keluar dari keong tersebut.

Akhirnya dengan tertaawa peniup suling itu mengambil keong tersebut dan meniup tiga kali. Para penduduk setempat sekarang tahu bahwa hanya dgn di tiup keong itu dapat mengeluarkan suara.

Demikian pula halnya dengan tubuh manusia. Digabung dengan kehidupan, di gabung dengan hawa panas, di gabung dengan kesadaran, tubuh seorang manusia  dapat berjalan, berdiri, duduk, berbaring, melihat bentuk-bentuk dengan mata, mendengar suara dengan telinga, mencium wewangian dengan hidung, menyentuh dengan jari tangan serta merasakan benda-benda dengan badan dan dapat mengerti paham dengan pikiran. Tetapi kalau tubuh kosong dari kehidupan, hawanya tidak lagi panas dan tidak lagi bergabung dengan kesadaran, maka tubuh itu tidak lagi dapat berjalan, berdiri... Ini merupakan bukti pula untuk Anda, bahwa seyogyanya Anda harus percaya bahwa ada dunia lain...

Sekali lagi Payasi menceritakan Ayasma Kassapa tentang percobaan lain yang ia lakukan untuk menemukan roh manusia.


Ia memerintahkan membedah seorang penjahat dengan cara memotong kulitnya, dagingnya, tulangnya dan sumsumnya, tetapi lagi-lagi tidak dapat di temukan roh yang di cari.

Dalam hubungan ini Ayasma Kassapa menceritakan  sebuah perumpamaan tentang seorang pemuja api yang telah memungut seorang anak yatim piatu yang di tinggal dari sebuah kafilah. Ketika anak itu berumur 12 tahun, pemuja api itu  (yang juga seorang pertapa) ingin berkelana untuk beberapa waktu lamanya.

Ia memesan kepada anak itu untuk menjaga api baik-baik dan jangan sampai padam. Tetapi kalau padam ia harus menyalakan kembali dengan menggosok-gosok dua batang kayu terus-menerus hingga keluar api.

Ketika pertapa itu sudah  pergi. anak itu sepanjang hari terus-menerus  bermain, sehingga api pujaan benar-benar padam. Anak itu ingat apa yg di katakan ayah angkatnya, tetapi lupa cara menggunakan  alat pembangkit  api tersebut. Batang kayu itu di potong-potong menjadi potongan-potongan kecil dan kemudian di tumbuk dalam sebuah lumpang. Tentu saja  dengan cara itu ia tidak dapat menyalakan api. Ketika ayah angkatnya pulang dan melihat api pemujaan padam, ia lalu mengambil dua batang kayu dan di gosok-gosok  terus-menerus  hingga panas  dan akhirnya keluar api.

"O,Payasi, dalam hal yang sama  adalah  bodoh untuk mencari dunia halus dengan memakai cara yang salah  seperti yang Anda lakukan  hingga kini. O, Payasi, lepaskanlah pandangan  keliru Anda  agar Anda tidak tertimpa malapetaka dan penderitaan,"

"Meskipun Ayasma Kassapa berkata demikian, namun aku tetap tidak dapat melepaskan pandangan tersebut. Raja Pasenadi dari Kosala dan semua raja tahu, bahwa Payasi memiliki pandangan tersebut. Yaitu, bahwa tidak ada dunia lain(halus), tidak ada tumimbal lahir  dengan spontan dan tidak ada penanaman bibit dan pemetikkan buah(hasil) dari perbuatan-perbuatan baik dan buruk. Kalau sekarang aku melepaskan pandangan tersebut, tentu saja mereka akan berkata :'Sungguh bodoh Payasi itu dan sangat  bebal untuk di beri pengertian. Untuk mencegah cemoohan orang untuk menjaga kewibawaan (gengsi) dan sebagai tipu daya aku akan terus menerus menganut pandangan tersebut."

"Kalau demikian halnya", berkata Ayasma Kassapa, " Aku akan menceritakan lagi sebuah perumpamaan , dari banyak orang pintar yang dengan jelas dapat melihat arti dari suatu persoalan.

Pada suatu ketika sebuah kafilah yang terdiri dari seribu kereta melakukan perjalanan dari negara Timur ke negara Barat Dimanapun mereka tiba, biasanya rumput, air, rumput kering dan makanan habis terkuras.  karena itu mereka memutuskan untuk memecah kafilah mereka menjadi  dua rombongan dari lima ratus buah kereta yang masing-masing  di kepalai  seorang kepala rombongan.

Kafilah pertama berangkat  lebih dulu dengan membawa cukup bekal rumput, air, rumput kering, dan makanan. Baru saja berjalan beberapa hari lamanya  mereka bertemu dengan hantu jahat yang menyamar sebagai manusia. Kulitnya hitam, matanya merah, rambutnya awut-awutan dan dihias  dengan bunga lotus. Pakaiannya basah  dan ia mengendarai sebuah kereta  bagus yang roda-rodanya  basah dan penuh lumpur. Ketika  ditanya  dari mana ia datang, ia menjawab dalam perjalanan di landa hujan lebat. Jalanan menjadi berlumpur  dan rumput , kayu serta air dapat di jumpai  dalam jumlah yang berlimpah-limpah. Pemimpin kafilah itu lalu memerintahkan untuk membuang semua persediaan rumput, kayu dan air, agar dapat berjalan lebih cepat karena lebih ringan. 

Mereka melanjutkan perjalanan satu hari, dua hari... hingga enam hari . Tetapi mereka gagal menemui rumput. kayu atau air, sehingga pada hari ketujuh semuanya mati karena kehausan. Hantu  jahat lalu datang makan daging mereka, sehingga dari mayat-mayat orang dan binatang yang tertinggal hanya tulang-belulang saja.

Beberapa hari kemudian, kafilah kedua berangkat  dengan membawa bekal  rumput, kayu, dan rumput kering dengan cukup. Baru berjalan beberapa hari, hantu jahat yang sama, dengan menyamar sebagai manusia, kembali mencegat  perjalanan kafilah yang kedua dan menuturkan kisah yang sama. Kemudian ia membujuk agar semua persediaan  rumput, kayu dan air di buang saja. Tetapi pemimpin rombongan kafilah kedua ini adalah seaorang cerdas dan berpengetahuan luas yang tidak begitu saja mau percaya omongan orang yang tidak di kenal. Ia memerintahkan melanjutkan  perjalanan dan jangan membuang persediaan kayu, rumput dan air. Pada hari ketujuh mereka menjumpai reruntuk serta tulang-tulang kafilah yang pertama. Pemimpin rombongan  lalu berkata : 'Kafilah ini telah musnah, karena kebodohan dari pemimpinnya. Sekarang tukarlah barang-barang  yang lebih berharga yang dapat di ketemukandari kafilah pertama dan kemudian marilah kita lanjutkan perjalanan kita.'

Akhirnya tibalah mereka dengan selamat di tempat tujuan berkat pemimpin mereka yang pintar dan berpengetahuan luas. Begitu pulalah Payasi, sebagaimana juga pemimpin  rombongan kafilah pertama Anda akan hancur dengan mencari dunia lain(halus) dengan memakai cara yang salah. Lepaskanlah pandangan keliru Anda agar Anda kelak tidak mengalami celaka."

"Meskipun Ayasma Kassapa berkata demikian, namun aku tetap tidak mau melepaskan pandanganku tersebut untuk menjaga  kewibawaan dan mencegah cemooh orang dan sebagai tipu daya", jawab Payasi.

Lalu Ayasma Kassapa menceritakan lagi sebuah perumpamaan dari seorang peternak babi yang dalam perjalanan pulang kerumah dari  sebuah kampung ia melihat timbunan besar kotoran yang sudah kering. Ia berpikir  : "Kotoran ini merupakan makanan yang baik untuk babi-babiku. " Kemudian ia membuat bungkusan besar dari kotoran kering tersebut dan di pikul  dipundak  untuk di bawa pulang. Tetapi dalam perjalanan ia di timpa hujan lebat, sehingga ketika tiba dirumah  pakaian dan badanya  basah kuyup dan berlumuran kotoran. Orang-orang kampung yang melihat kejadian tersebut menertawakan peternak itu atas ketololannya. Peternak babi itu dengan marah menjawab: :Kamu sendiri yang tolol. Kotoran itu merupakan makanan baik untuk babiku!"

"Dalam hal yang sama Anda mirip  dengan orang yang memikul  kotoran itu, Payasi,"

Tetapi Payasi tetap tidak mau melepaskan pandangannya yang keliru untuk mencegah cemoohan orang, untuk menjaga kewibawaannya dan sebagai tipu daya.

Ayasma Kassapa  kemudian  menceritakan  sebuah kisah  tentang dua orang pemain dadu. Salah seorang pemain setiap kali sebelum bermain memasukkan biji dadu  kedalam mulutnya dan ia selalu menang. Karena itu pemain kedua  berkata kepadanya : "Kamu selalu menang. Marilah sekarang kita saling tukar biji dadu dulu,"

Biji-biji dadu mereka di tukar. Pemain kedua lalu mengoleskan  racun pada biji dadu tersebut. Kemudian mengajak  pemain pertama untuk bermain dadu lagi. Biji-biji dadu mereka kembali di tukar. Seperti biasa ia memasukkan biji dadu itu sebelum bermain kedalam mulutnya; dan tentu saja ia mati keracunan.

"Nah, Anda mirip dengan pemain dadu tersebut. Lepaskanlah pandangan keliru Anda, sehingga Anda kelak tidak mengalami celaka."

Tetapi Payasi tetap kukuh pada pendiriannya, sehingga Ayasma Kassapa terpaksa  menuturkan sebuah perumpamaan lagi.

Karena suatu sebab, pada suatu hari seluruh penduduk dari sebuah kampung pergi mengungsi. Seorang penduduk kampung lain berkata kepada kawannya  : " Hai kawan, mari kita mengunjungi kampung tersebut. Barangkali saja  kita akan menemukan sesuatu berharga  tertinggal di sana." Berangkatlah kedua kawan tersebut ke kampung yang telah kosong itu. Di sana mereka menemukan setumpuk jerami. Mereka masing-masing lalu membuat dua  ikatan besar, masing-masing memikul sebuah ikatan dan kemudian melanjutkan perjalanan mereka. Tidak lama kemudian mereka menemukan  tumpukan kulit kayu. Orang yang pertama mengatakan kepada kawannya : "Hai, kawan, lebih baik kita buang saja ikatan jerami yang kita bawa sekarang  dan menukarnya dengan kulit kayu ini yang lebih berharga."

Tetapi kawannya menjawab, bahwa ia sudah puas  dengan ikatan jerami dan tidak ingin menukarnya dengan kulit kayu.

Setelah itu mereka menemukan kemeja-kemeja berbulu, kemudian kain linen. Seterusnya mereka menemukan timah putih, tembaga, perka, dan akhirnya emas. Setiap kali orang yang pertama menukar bawaannya  dengan yang lebih berharga, hanya kawannya dengan kukuh tetap saja memikul ikatan jerami.

Akhirnya mereka tiba kembali kekampung tempat tinggal mereka. Orang yang memikul jerami tidak di sambut oleh istri, anak-anak dan kawan-kawan sekampung. Sebaliknya kawannya yang pulang membawa pulang emas  di sambut dengan meriah oleh istrinya, anak-anaknya dan kawan-kawan sekampung, sehingga ia merasa bahagia sekali.

"O,Payasi Anda mirip dengan si keras kepala yang memikul terus ikatan jerami. Lepaskanlah pandangan Anda yang keliru  dan janganlah menunggu ia kelak mengakibatkan Anda celaka!"

Akhirnya Payasi mengaku, bahwa sejak mendengar  perumpamaan pertama ia sudah merasa gembira dan mengerti, namun ia ingin mendengar lebih banyak penjelasan dan keterangan, karena itulah ia bersih keras dan tetap ingin berdebat dengan Ayasmma Kassapa.

"Mengagumkan Bhante, mengagumkan sekali! bagaikan orang yang menegakkan kembali apa yang telah roboh, atau memperlihatkan apa yang tersembunyi, atau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau menyalakan lampu di waktu gelap gulita, sambil berkata : ' siapa yang punya mata, silahkan melihat, 'Demikianlah Dhamma telah di babarkan dalam berbagai cara oleh Bhante. Karena itu aku ingin mencari perlindungan  kepada Buddha, Dhamma dan Sangha. Mohon Bhante berkenan  menerima diriku  sebagai siswa  mulai hari ini hingga meninggal dunia. Mohon dengan hormat Bhante memberikan petunjuk  kepadaku yang dapat di gunakan  untuk kesejahteraan dan keselamatanku,"


Ayasma Kassapa lalu memberikan petunjuknya.

"Apabila  persembahan  (dana ) di berikan dengan  jalan membunuh sapi, kambing, babi, dan mahluk-mahluk lain, dan para pemberi  dana masih di hinggapi pandangan salah  dan pikiran salah, mengucapkan kata-kata salah, maka dana itu tidak bernilai tinggi, tak dapat membawa kemajuan apa-apa, tidak cemerlang dan tidak bercahaya. Seperti juga halnya seorang petani,  dengan membawa bibit dan luku ingin menanam sesuatu di tanah buruk yang belum di bersihkan dari belukar berduri dan akar-akar. Kalau bibit itu kelak menjadi kering oleh hembusan angin  dan teriknya sinar matahari, sedang hujan tidak kunjung turun untuk menyiram tanah  yang kering itu, Apakah mungkin bibit itu dapat bersemi dan menjadi besar?

"Tidak mungkin, Bhante"

Sebaliknya, Payasi. Apabila persembahan (dana) di berikan dengan tidak membunuh  binatang-binatang dan para pemberi dana  memiliki pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, daya upaya benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar; persembahan (dana) demikian itu membawa pahala besar sekali, bercahaya, cemerlang dan bersinar hingga jauh. Kalau seorang petani menanam bibit di tanah subur dan hujan sewaktu-waktu turun, apakah bibit itu akan bersemi dan dapat menjadi besar kelak? Dan apakah Pak Tani itu tidak akan mendapat panen yang baik?"

Payasi, setelah mendengar pandangan kelirunya di luruskan oleh Ayasma Kassapa, setelah wafat masuk dalam alam sorga dari Empat Raja Dewa.


hal 8
bersambung ke hal 9


Senin, 17 Oktober 2011

Kisah-kisah keberadaan Mahluk Peta/Hantu

                  Bab. III 8Jam Untuk Benar-Benar  Lepas Dari Badan Jasmani?
                                                  Y.M. Bhikkhu Uttamo

Dalam masyarakat Buddhis, memang telah beredar buku yang menyebutkan bahwa jenasah tidak boleh di gerakkan  dalam waktu  8 jam setelah kematiannya. Mengubah posisi jenasah sebelum waktu 8 jam di lewati, di percaya akan menimbulkan kesakitan bagi almarhum atau almarhumah bahkan dapat mempengaruhi alam kelahiran mereka.


Penjelasan dalam buku tersebut seolah-olah berasal dari kotbah Sang Buddha. Padahal, kemungkinan besar itu merupakan karya tulis seseorang yang tidak memahami konsep dasar Ajaran Sang Buddha. Bahwa seseorang yang  meninggal dunia akan langsung terlahir  dialam kehidupan yang sesuai dengan kamma pendukungnya. Ia yang meninggal dengan dukungan  kamma baik akan terlahir di alam bahagia. Ia yang meninggal dengan dukungan kamma buruk akan terlahir di alam  menderita.

Kiranya telah jelas di sini bahwa dalam konsep Buddhis, ketika seseorang meninggal, ia akan langsung terlahir  kembali. Ia sudah tidak akan pernah merasakan  apapun juga atas jasad yang telah di tinggalkannya. Ia tidak akan merasa sakit atau bahagia dengan apapun yang dilakukan pada jasadnya. Demikian pula, kelahiran seseorang di alam kehidupan selanjutnya sangat di tentukan oleh kamma  atau perbuatan  yang telah dilakukan  seseorang  semasa hidupnya, bukan akibat jenasah yang digerakkan  ataupun di proses dengan cara tertentu.

Pemahaman ini bukan hanya dianut oleh kalangan Theravada saja, melainkan juga dalam Agama Buddha tradisi lain.
Dengan demikian, justru kebenaran buku itu jelas harus di sangsikan.
  
                      Kisah-Kisah Menyingkapi Kematian  Kisagotami 


Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang menetap  di dekat  Savathi di Hutan Jeta, di Vihara Anathapindika.
Muncul saat itu seorang wanita yang bernama Kisagotami, tubuhnya kurus, penampilannya sederhana, dia berasal dari keluarga miskin dan selalu di perlakukan  dengan buruk. terutama oleh keluarga suaminya, setelah ia  melahirkan seorang anak laki-laki, orang-orang mulai menghargai dan menerimanya karena dia adalah ibu dari ahli waris keluarga. Sekarang ia benar-benar bahagia, Selain memberi kasih sayang  seorang ibu sebagaimana layaknya, ia sangat melekat  pada putranya karena putranya merupakan penjamin kebahagiaan  pernikahan dan ketenangan batinnya.

Namun putranya tiba-tiba jatuh sakit dan meninggal. Tragedi tersebut terasa sangat berat baginya, Ia khawatir jangan-jangan keluarga suaminya akan kembali memandang hina dengan mengatakan bahwa sudah merupakan kammanya bahwa ia tak mampu memiliki seorang putra. Ia juga khawatir  kalau orang lain di kota berkata : "Kisagotami pasti telah melakukan perbuatan yang sangat keji sampai akhirnya menderita nasib seperti ini." Ia takut kalau-kalau suaminya akan menolak dirinya dan mencari istri lain. Semua khayalannya ini berputar-putar dalam batinnya.

Menolak menerima kenyataan  bahwa anaknya telah meninggal, ia mencoba menyakini dirinya  bahwa anaknya hanya sakit  dan akan sembuh  jika ia bisa mencari obat yang tepat untuknya.

Sambil menggendong  anaknya yang telah meninggal itu, ia berkeliling dari rumah-ke rumah, meminta obat bagi putranya. Di setiap rumah ia memohon : "Tolonglah, berikan obat bagi putraku!"


Kelakuannya sudah tidak masuk akal dan sikapnya sangat patut di kasihani, namun tidak ada yang mampu menolong, Sampai suatu ketika  ia bertemu  dengan seorang laki-laki  yang bijak dan bajik, yang menyadari bahwa  Kisagotami telah kehilangan  akal sehatnya akibat kesedihannya ini. Ia menasihatinya; "Gadis kecil, Sang Budha, tabib terbaik, pasti mengetahui obat yang tepat. Ia tengah berdiam di Vihara Jetavana.Pergilah dan bertanya padaNya!"

Kisagotami langsung bergegas  menuju Vihara Jetavana.
Ketika melihat Sang Tathagata  Kisagotami  langsung berlari mendekati Sang 
Bhagava dengan menggendong putranya yang telah meninggal, laluberkata : "O Guru, berilah obat untuk putra saya!"

Sang Tathagata melihat bahwa buah kebajikan lampaunya telah cukup untuk mencapai Pencerahan. Dengan lembut Sang Bhagava menjawab : "Gotami, engkau telah melakukan hal yang tepat dengan datang kemari untuk meminta obat bagi putramu. Sekarang, pergilah kesetiap rumah di Savatthi dan mintalah sedikit biji lada  dari rumah manapun yang di sana belum pernah ada keluarganya yang mati. Setelah ketemu bawalah biji lada itu kepada Saya!"

Kisagotami segera beranjak dari tempatnya setelah membersihkan kaki Sang Buddha dengan gembira.

Sore itu dia kembali.

"Gotami, apakah kamu sudah menemukan biji ladanya?" Tanya Sang Bhagava.

"Biji lada itu mestinya sudah saya dapatkan," jawabnya dan dia melanjutkan bahwa sewaktu ia meminta pada rumah pertama yang di kunjunginya, tuan rumah dengan senang hati memberikan  biji ladanya karena kasihan melihat Kisagotami.
Kemudian
Kisagotami menambahkan, "Tetapi biji ini harus berasal dari keluarga yang belum pernah di timpa kematian."
Kemudian si pemilik rumah menjawab dengan halus, "Anggota keluarga kami telah banyak yang meninggal. Minggu lalu ibu saya meninggal. Yang meninggal lebih banyak daripada yang hidup."

"Biji lada ini tidak bisa di pakai'" jawabnya sedih sambil menuju rumah berikutnya, tetapi jawaban mereka semua sama, hingga  sore dia baru sadar bahwa usahanya tak akan membawa  hasil, sementara bayinya semakin terasa berat di pangkuannya.

Ketika dia menyadari bahwa berkat dengan belas kasih Sang Buddha  menyuruhnya melakukan hal ini agar ia dapat menyadari sendiri kebenaran hidupyang utama  bahwa semua adalah  penderitaan. Dia menangis  Karena Sang Bhagava masih mau menolongnya walaupun ia seorang yang buruk  dan hina. Dia membawa mayat bayinya ke padang rumput dan menguburkannya di sana karena dia tidak memiliki uang untuk kremasi.

Sampai larut malam Sang Bhagava baru selesai memberi penjelasan kepada Kisagotami. Beliau memandang kerlip-kerlip lampu di kota  yangsatu-persatu padam saat penghuninya beranjak tidur dan Beliau berkata, " Bagaikan kerlip lampu itulah hidup manusia, hidup untuk waktu tertentu dan akan padam pada suatu saat."

Pada akhirnya Kisagotami mencapai tingkat kesucian Sotapatti. Setelah itu ia memohon untuk di izinkan masuk ke Persamuan Bhikkhuni. Sang Bhagava  mengizinkannya dan menyuruhnya pergi ke tempat tinggal para bhikkhuni. di sana ia menerima penahbisan awal dan penahbisan lanjut sebagai bhikkhuni.


                                    Kisah Patacara Theri 

Patacara merupakan putri seorang saudagar kaya dari Savatthi. Ia sangat cantik. dan di jaga  dengan sangat ketat  oleh orangtuanya.  Oleh karena itu ketika Patacara menginjak umur 16 tahun, ia selalu dikelilingi oleh beberapa penjaga, untuk melindunginya dari gangguan para pemuda. Karena selalu dijaga oleh para penjaga dan dikelilingi para pelayan di rumahnya, Patacara terlibat hubungan asmara dengan salah seorang pelayan di rumahnya. Hubungan tersebut berlangsung tanpa diketahui oleh orangtua Patacara.Pada suatu hari, orangtua Patacara merencanakan pernikahannya dengan seorang pemuda dari golongan yang sederajat. Mengetahui hal tersebut, membuat Patacara menjadi sangat terkejut. Patacara tidak mau menikah dengan pemuda pilihan orangtuanya, karena itu ia melarikan diri meninggalkan kota bersama kekasihnya, pelayan orang tuanya, pergi melalui pintu gerbang utama, dan tinggal di sebuah desa kecil, jauh dari Savatthi.Patacara, kini menjadi isteri orang miskin. 

Suaminya menjadi petani dan Patacara harus melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga sendiri, hal yang sebelumnya tidak pernah ia kerjakan.Tidak lama kemudian Patacara hamil dan pada saat persalinan sudah dekat, Patacara minta ijin kepada suaminya untuk mengantarnya pulang ke rumah orangtuanya."Suamiku, di sini tidak ada orang yang merawatku apabila aku melahirkan anak kita, ijinkanlah aku pulang ke rumah orang tuaku", mohon Patacara. Namun suaminya tidak mengijinkannya, beberapa kali Patacara meminta izin namun jawabannya selalu sama, hingga pada suatu hari ketika suaminya sedang pergi bekerja di sawah, Patacara memutuskan untuk pergi ke rumah orangtuanya sendirian dan memberitahukan kepergiannya kepada tetangganya.

Sewaktu suaminya kembali dan diberitahukan oleh tetengganya tentang kepergian istrinya, maka dengan segera ia menyusul. Setelah menemukan Patacara, suaminya memohon kepada Patacarta untuk kembali ke rumah mereka tapi Patacara menolak, dan terus berjalan. Di tengah perjalanan, Patacara merasa kesakitan karena bayinya akan segera lahir. Akhirnya Patacara melahirkan anak laki-lakinya di semak-semak. Setelah Patacara melahirkan, suaminya membawanya pulang bersama bayi laki-lakinya, kembali ke rumah mereka.

Beberapa tahun kemudian, Patacara hamil anaknya yang kedua, pada saat akan melahirkan Patacara juga ingin pulang ke rumah orang tuanya. Patacara juga ingin melahirkan, anaknya di rumah orang tuanya. Dengan menuntun anaknya yang pertama Patacara berjalan pulang menuju rumah orang tuanya, suaminya terus mengikuti Patacara. Namun di tengah perjalanan menuju Savatthi, hujan badai menerpa mereka."Suamiku, carikanlah aku tempat berlindung!", teriak Patacara dengan muka yang pucat. 

Dengan segera suami Patacara mencarikan tempat perlindungan untuk istrinya. Ketika suami Patacara sedang memotong dahan pohon, seekor ular berbisa keluar dari liangnya dan mematuknya, pada saat itu juga ia meninggal dunia.Patacara menantikan kedatangan suaminya dengan penuh rasa cemas, takut dan kesakitan, pada saat penantiannya itu, Patacara melahirkan anaknya yang kedua. Deru angin dan hujan badai terus berlangsung, kedua anaknya itu menangis karena ketakutan, kedinginan dan kelaparan. 

Patacara dengan tubuh yang masih lemah karena melahirkan, melindungi kedua anaknya dengan posisi tubuh menelungkupi mereka di tanah, ia melewati malam itu dengan penuh rasa cemas, ketakutan dan kedinginan.Pada pagi harinya, ketika matahari sudah terbit, Patacara mencari suaminya sambil menggendong bayinya dan menuntun anak tertuanya. Ia berjalan menuju bukit kecil dan melihat tubuh suaminya sudah kaku di dekat gundukan rumah semut. Patacara sangat sedih dan berduka, ia menyalahkan dirinya atas kematian suaminya" Hu….Hu….karena kesalahan aku, maka suamiku mati". Tangisan tersedu-sedu.Patacara menangis dan meratap sepanjang hari, sambil meneruskan perjalanan ke rumah orang tuanya.


Hujan yang tak henti-henti, membuat sungai Aciravati meluap dan airnya setinggi pinggang. Patacara yang masih lemah amat kebingungan, ia tidak mampu menyeberangi sungai dengan kedua anaknya. Lalu ia meninggalkan anak tertuanya di satu sisi sungai yang airnya mengalir dengan amat deras, dan ia menyeberang dengan menggendong bayinya. Sesampainya diseberang sungai, Patacara menebarkan ranting pohon yang telah dipatahkannya, dan membaringkan bayinya yang dibalut dengan kain penutup kepalanya diatas ranting-ranting itu.Kemudian Patacara menyeberang kembali untuk menjemput anak tertuanya. Ketika ia berada di tengah sungai seekor elang besar menyambar bayinya, bagaikan sepotong daging. 

Melihat kejadian itu Patacara berteriak-teriak untuk mengusir burung elang itu, namun usahanya sia-sia, burung elang itu tidak memperdulikannya tetap membawa bayinya terbang tinggi. Anak tertuanya yang mengira ibunya memanggil, berjalan menyeberangi sungai untuk pergi ke tempat ibunya berada. Karena arus sungai yang amat deras, anak itu hanyut terbawa arus sungai.Dalam sekejap Patacara kehilangan kedua anaknya dan juga kehilangan suaminya. Patacara lalu menangis dan meratap keras seperti orang gila, "Hu… hu… bayiku disambar elang, anak tertuaku hanyut, suamiku mati dipatuk ular berbisa….!"

Dengan perasaan sedih dan duka yang mendalam, Patacara berusaha pulang ke Savatthi menuju rumah orang tuanya. 

Sesampainya di Savatthi, Patacara menjumpai seorang laki-laki di tengah jalan, dan menanyakan tentang keadaan orang tuanya."Saudari, tadi malam rumah saudagar kaya itu roboh dan menimpa mereka. Rumahnya terbakar, saudagar kaya, isteri dan anak laki-lakinya, mereka semua terbakar dalam satu tumpukan. Saudari, lihatlah kemari…! asapnya dapat terlihat dari sini", ucap lelaki itu sambil tangannya menunjuk pada kepulan asap.

Mendengan berita yang demikian tragis, Patacara tidak kuat lagi menerima kenyataan yang menyedihkan ini ia menjadi gila, ia merobek-robek pakaiannya dan hampir tidak berpakaian. Patacara berlari-lari, berteriak-teriak, meratap-ratap di sepanjang jalan. Orang-orang yang melihatnya mengusirnya, "Pergi… Pergilah… wanita gila…!"

Sang Buddha yang sedang membabarkan Dhamma di Vihara Jetavana, melihat Patacara sedang berteriak-teriak di depan vihara. Seorang murid Sang Buddha berusaha mencegahnya masuk dan berkata kepada orang yang ada didepan vihara, "Jangan biarkan wanita gila itu masuk."

"Jangan melarangnya, biarkan ia mendekat", kata Sang Buddha. 

Ketika Patacara berada cukup dekap dengan Sang Buddha. Beliau berkata dengan penuh kelembutan, 

"Anak-Ku Patacara, sadarlah."Setelah mendengarkan kata-kata dari Sang Buddha Patacara menjadi tenang, dan kesadarannya pulih kembali. Ia lalu sadar bahwa tubuhnya hampir tidak berpakaian, Patacara menjadi malu dan ia lalu bersimpuh di tanah. Lalu salah seorang murid Sang Buddha memberinya sehelai kain, dan Patacara membungkus dirinya dengan kain itu. Lalu ia mendekat pada Sang Buddha, bersujud di kaki-Nya dan berkata
 "Yang Mulia, tolonglah saya. Salah satu anakku disambar burung elang, yang satunya lagi hanyut terbawa arus sungai, suamiku meninggal dipatuk ular berbisa, orang tua dan saudara laki-lakiku rumahnya roboh dan terbakar dalam satu tumpukan", ratap Patacara.

Sang Buddha berkata, "Patacara, jangan takut, kamu telah datang kepadaKu yang dapat melindungimu dan membimbingmu. Sepanjang proses lingkaran kehidupan ini (Samsara), jumlah air mata yang telah kamu cucurkan atas kematian kedua anakmu, suami, orangtua, dan saudara laki-lakimu sudah sangat banyak, lebih banyak dari air yang ada di empat samudra."

Kemudian Sang Buddha menjelaskan dengan rinci 'Anamatagga Sutta', yang menjelaskan perihal kehidupan yang tak terhitung banyaknya. Berangsur-angsur Patacara merasa tenang dan damai. Sang Buddha menambahkan bahwa ia seharusnya tidak berpikir keras tentang sesuatu yang telah pergi, tetapi seharusnya berjuang keras menyucikan diri untuk mencapai Nibbana. 

Mendengar nasihat Sang Buddha, Patacara mencapai Tingkat Kesucian Sotapatti. Kemudian Patacara menjadi bhikkhuni.

Pada suatu hari, Patacara sedang membersihkan kakinya dengan air dari tempayan. Pada saat ia menuangkan air untuk pertama kalinya, air tersebut hanya mengalir pada jarak yang pendek kemudian meresap. Lalu ia menuangkan untuk kedua kalinya, air tersebut mengalir sedikit lebih jauh, tetapi air yang dituangkan untuk ketiga kalinya mengalir paling jauh. Dengan melihat aliran dan menghilangnya air yang dituangkan sebanyak tiga kali, Patacara mengerti dengan jelas tiga tahapan di dalam kehidupan makhluk hidup.

Sang Buddha melihat Patacara melalui kemampuan batin-Nya dari Vihara Jetavana, mengirim seberkas sinar dan menampakkan diri sebagai seorang manusia. Sang Buddha kemudian berkata kepadanya, "Patacara kamu sekarang pada jalan yang benar, kamu telah tahu pandangan yang benar tentang kelompok kehidupan (khanda). Seseorang yang tidak mengerti karakteristik ketidak-kekalan, ketidak-puasan, tanpa inti dari khanda adalah tidak bermanfaat, walaupun ia hidup selama seratus tahun."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair:  

Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak dapat melihat   timbul tenggelamnya  segala sesuatu  ayng berkondisi, sesungguhnya lebih baik  kehidupan sehari dari orang yang dapat melihat timbul tenggelamnya segala sesuatu  yang berkondisi.

Patacara mencapai tingkat kesucian arahat setelah kotbah  Dhamma itu berakhir.

halaman  7
bersambung kehalaman  8

Jumat, 14 Oktober 2011

Kisah-kisah keberadaan Mahluk Peta/Hantu

                                                  BAB II   BUNUH  DIRI

                         WHO Waspadai Meningkatnya Kasus Bunuh Diri dan 
                                                    Penderita Stress


WHO mengingatkan  dampak krisis  keuangan global  pada kondisi kesehatan mental  masyarakat dunia. Menurut  WHO, krisis keuangan global  yang terjadi saat ini, bisa membuat  banyak orang mengalami depresi, stress, gangguan kejiwaan  dan mudah putus asa.

Hal tersebut disampaikan Direktur WHO, Margaret Chan dalam pertemuan dengan pada pakar kesehatan mental pada kamis (9/10), "Kita tidak perlu  heran atau meremehkan  goncangan dan kemungkinan  konsekuensi  yang akan timbul dari krisis keuangan  yang terjadi saat ini. Kita akan melihat lebih banyak lagi kasus-kasus orang yang terkena stress, gangguan  mental bahkan sampai bunuh diri, "kata Chan"

Peryataan Chan di perkuat dengan hasil temuan American   Psychological Association yang di rilis Selasa kemarin, bahwa  delapan dari sepuluh orang Amerika  mengatakan kondisi  Ekonomi menjadi sumber  utama stress dalam kehidupan mereka.

Lebih lanjut Chan mengatakan, mereka yang rawan terkena  gangguan mental akibat  krisis keuangan global  adalah masyarakat  yang tinggal di negara-negara  dengan pendapatannya rendah  hingga menengah. Ia juga mengingatkan kemungkinan kecenderungan  seseorang  melakukan bunuh diri  karena mengalami  kesulitan ekonomi  apapun  latar belakang status finasialnya.

"Ada bukti yang jelas  bahwa tindakan  bunuh diri  ada kaitannya  dengan bencana keuangan. Saya tidak sedang  membicarakan   tentang  para jutawan  yang lompat  keluar jendela  tapi saya sedang  membicarakan kalangan masyarakat yang miskin," kata Benedetto Saraceno, direktur  WHO  yang membidangi  kesehatan mental  memperkuat  peryataan Chan.

Dan sejak krisis keuangan melanda AS, dilaporkan telah terjadi sejumlah kasus usaha bunuh diri di kalangan masyarakat AS. Senin kemarin, kepolisian  Los Angeles  menerima laporan  kasus seorang manager  keuangan berusia  45 tahun yang menembak mati lima anggota keluarganya, sebelum akhirnya menembak  dirinya sendiri akibat  krisis keuangan yang dialaminnya.

Karthik Rajaram, pelaku penembakan yang sudah menganggur selama berbulan-bulan  dalam surat  yang di tulisnya mengatakan, dia berminat membunuh seluruh  keluarganya setelah krisis  keuangan di Wall Street  yang membuatnya  kehilangan semua simpanannya yang tersisa.

Semingggu  sebelum  peristiwa ini terjadi, seorang perempuan lansia berusia 90 tahun di Ohio, juga bunuh diri  dengan menembak dirinya sendiri setelah terancam di usir dari rumah  yang sudah di huninya selama 38 tahun

Tingkat  depresi  dan tindakan  bunuh diri, berdasarkan hasil studi kerap meningkat ketika terjadi krisis ekonomi yang buruk. Studi yang di lakukan  ketika terjadi perubahan  ekonomi antara tahun 1972 dan 1991
membuktikan bahwa kasus bunuh diri  rata-rata meningkat  2 persen  ketika situasi ekonomi makin memburuk. (In/iol)


                        Kisah Bocah SD Gantung  Diri Gara-Gara Tak Mampu Bayar SPP

SURABAYA- Gara-gara tidak mampu membayar SPP, Miftahul Jannah  nekat mengakhiri  hidupnya dengan gantung diri, Selepas magrib, bocah 13 tahun yang tinggal di Kelurahan  Karang Semande. Kecamatan  Karang  Malang, Balong  Panggang, Gresik, itu menggantungkan setagen  sepanjang  395 cm warna putih di lehernya.

Kejadian  yang berlangasung  di kamar korban itu di ketahui kali pertama  oleh Selimah, bibi korban. Saat itu Selimah baru saja datang  dari sawah  bersama Weni dan Sami, kakek dan nenek korban. "Saya panggil namanya, tapi kok tidak ada jawaban. Makanya saya lihat kamarnya " tutur Selimah.

Dia sangat terkejut  saat menemukan anak pasangan Sutik-Supriyono (sudah cerai) itu tergantung pada setagaen yang di ikatkan  di plafon rumah itu. Tampa berpikir  panjang, perempuan 24 tahun ini langsung menurukan  korban. Lalu di dudukkan serta di beri minum. maksudnya  agar dia sadar.

"Waktu saya turunkan, korban masih hidup. Tapi napasnya sudah tersengal-sengal," ungkapnya. Hanya tindakan itu membuat bocah  kelas 6 SDN Karang Semade ini malah menemui ajalnya dengan cepat. Mita -nama panggilan Miftahun  Jannah -mati  di pangkuan Sami, neneknya.

Tangis mengiba dari rumah keluarga tersebut  menimbulkan kecurigaan  warga setempat. Para tetangga segera berdatangan kerumah korban. Sementara itu, warga yang lain berinisiatif melaporkan kejadian itu ke polisi.

Tak lama kemudian, aparat dari Polsek Balong Panggang datang dan mengevakuasi  serta melakukan olah TKP. Mayat korban di bawa ke RSU dr.Soetomo. Sebelumnya, jenazah Mita sempat di bawa  ke RSU Bunder Gresik.Hanya keluarganya lalu di serahkan  untuk membawanya ke RSU dr Soetomo untuk otopsi.

Menurut dr Eddy Soeyanto SpF, otopsi di laksanakan sekitar pukul 09.00 Senin. Dari hasil otopsi di ketahui  bahwa  korban di nyatakan bunuh diri. Hanya, tidak terlihat adanya luka iris dileher atau pendarahan di alat kelamin korban. Sebaliknya, ada beberapa luka memar di dada kanan dan kiri korban.

"Luka di leher hanya tampak bila menggunakan tali tampar atau rafia yang tajam. Kalau pakai setagen, lukanya tidak nampak," tuturnya. Sedangkan luka memar di dada korban adalah hasil tindakan  menggoyang-goyangkan dan memukul tubuh korban oleh salah satu keluarga. "Maksudnya untuk menyadarkan korban," imbuhnya.

Sama halnya dengan pemberian air untuk  menyadarkan korban. "Tindakan tersebut malah menutup jalan napas yang telah kurang oksigen," ucap dokter forensik  RSU dr Soetomo ini.

Mengapa Mita bunuh diri ? Atun, adik Sami, mengatakan, korban stress dan bingung  karena tidak punya uang biaya tur yang akan diadakan  sekolahnya. " Kalau tidak bisa bayar, katanya tidak boleh ikut rekreasi dan ambil ijazah," tuturnya.

Ini di ketahui dari surat terakhir yang akan dikirim korban ke orang tuanya di Bali. Surat tersebut  di temukan di tumpukan lemari pakaian korban.

Orang tua korban saat ini memang berada di  Bali  sebagai penjual sayuran di pasar. Mita yang sehari-hari di asuh oleh Weni-Sami mendapat kiriman uang dari Bali, "Hampir dua tahun orang tuanya tidak ke Gresik," ucapnya.

Dari surat itu di ketahui bahwa Mita minta kiriman  uang  Rp. 25.000,- 50.000,- karena uang yang dikirim sebelumnya sudah habis. Mita minta ibunya segera  mengirimkan uang tersebut atau kembali ke Jawa pada bulan 6(Juni).

Mita juga bilang, dia tidak mau kalau harus minta ke Pak De Katiran lagi karena dia bilang tidak punya uang. Mita juga berkeluh kesah kalau sudah tidak kerasan lagi karena sering di marahi emak embah (Wani).

Bahkan, Mita juga sempat marah dan sakit hati ketika emak embahnya berkata bahwa dirinya makan dan tidur tidak membayar. Jadi, Mita tidak usah lagi minta yang macam-macam. Hal tersebut membuat MIta sakit hati.

                           Bunuh Diri Menurut Ajaran Sang Buddha

Menagambil nyawa sendiri dalam keadaan apapun adalah salah satu moral dan spritual. Mengambil nyawa sendiri karena frustasi  atau kekecewaan  hanya menyebabkan  penderitaan yang lebih besar. Bunuh diri adalah jalan  pengecut untuk mengakhiri  masalah dalam kehidupan. Seseorang  tidak akan bunuh diri jika  pikirannya murni dan tenang. Jika seseorang  meninggalkan dunia ini dengan pikiran yang bingung  dan frustasi, rasanya  tidak mungkin ia akan terlahirkan kembali dalam kondisi  yang lebih baik.
Bunuh diri adalah tindakan  yang tidak sehat  karena hal ini di dorong  oleh pikiran  yang penuh dengan keserakahan, kebencian  dan yang paling utama, kegelapan batin. Mereka yang melakukan  bunuh diri  belum belajar  bagaimana menghadapi masalah mereka, bagaimana menghadapi kenyataan  hidup dan bagaimana menggunakan pikiran  mereka dengan cara yang benar. Orang demikian belum mampu memahami sifat kehidupan dan kondisi duniawi.

Beberapa  orang mengorbankan  hidupnya untuk alasan yang mereka anggap baik dan mulia. Mereka  mengambil nyawa  sendiri dengan cara-cara  seperti pengorbanan diri sendiri, menembakkan peluru. Atau mogok makan. Tindakan-tindakan  demikian mungkin  tergolong berani  dan bernyali. Bagaimanapun, dari sudut  pandangan ajaran Buddha, tindakan demikian tidak dapat di maklumi. Sang Buddha  telah menunjukkan dengan jelas  bahwa keadaan pikiran bunuh diri  mengarah pada penderitaan  lebih lanjut. Seluruh sikap ini sekali lagi membuktikan betapa ajaran Sang Buddha adalah agama yang positif dan mendukung kehidupan.

Dalam suatu kesempatan ketika Y.M Bhikkhu Uttamo di tanya tentang masalah bunuh diri yang mempunyai dampak pada kelahiran yang akan datang. Beliau berkata "Dalam salah satu sumber Dhamma di luar Tipitaka memang  pernah disebutkan bahwa perilaku bunuh diri disalah satu kehidupan akan mengkondisikan  ia terlahir  di lingkungan yang memungkinkan dia untuk bunuh diri kembali di berbagai kehidupan yang akan datang."

*Ini mungkin di sebabkan oleh kekuatan kamma buruk. Disebutkan dalam Anguttara Nikaya II, 82 bahwa niat adalah kamma. Demikian  pula dengan niat bunuh diri. Seseorang yang berencana bunuh diri tentunya ada dorongan yang sangat kuat (tekad) dari dalam dirinya  kemungkinan  kekuatan dorongan  inilah yang terus mengikutinya dan mendorongnya untuk terus melakukan bunuh diri lagi. ini bahkan bisa sampai beberapa kehidupan. (penulis)

Renungan
                    Memilih Hidup Yang Bahagia Di Kehidupan Yang  Berikutnya

Orang yang tidak ingin mengalami penderitaan pada kehidupan mendatang  harus mengembangkan pikirannya untuk terbebas dari penderitaan pada kehidupan sekarang.

Bila  berharap untuk tidak terlahir kembali dalam bentuk kehidupan apapun, maka orang tersebutharus mengembangkan  pikirannya sehingga tidak melekat pada sesuatu  apapun dalam kehidupan sekarang ini;  dengan demikianlah baru keinginannya dapat terpenuhi.

Dengan membentuk pikiran yang bahagia tanpa ada perasaan menderita yang muncul pada saat-saat  sebelum meninggal, maka  akan membuahkan  kelahiran  kembali  di alam bahagia  yang tampa penderitaan. Akan tetapi,  membentuk pikiran yang terbebas dari penderitaan. Akan  tetapi, membentuk pikiran yang terbebas dari penderitaan disaat-saat sebelum kematian adalah bukan hal yang mudah dan tidak  dapat dilakukan  dengan segera  apabila  selama hidupnya tidak terbiasa  dengan perasaan  tenang (tidak pernah atau jarang melatih  pikiran agar berada dalam kondisi yang tenang dan netral). 
(dikutip dari buku : Betapa pentingnya kehidupan saat ini ! Somdet Phra Nana Samvara, Sangharaja Thailand)

hal 6
bersambung ke hal 7




Kamis, 13 Oktober 2011

Kisah-kisah keberadaan Mahluk Peta/Hantu

                                                    Sebuah Contoh Yang Bagus

Sebuah penerapan yang efektif dan patut di puji dari prinsip-prinsip di atas dapat di lihat dalam kisah menarik pengalaman pribadi Yang Mulia Dr. Rastrapal Mah ātera, yang di terbitkan pada tahun 1977,  dua puluh tahun setelah kejadian yang berlangsung ketika beliau dimohon untuk mengunjungi seorang lelaki  yang sedang sekara, Mr. Abinash Chandra Chowdury, 56 tahun, yang terkenal sebagai umat Buddha yang taat. Berikut ini merupakan kutipan yang telah di sunting dari kisah pribadi  Yang Mulia Mahatera.

Ketika saya sampai di rumahnya, saya mendapati tempat tersebut telah di padati oleh sanak saudara dan teman-temannya. Ketika itu sekitar  pukul 8.30 malam, Suasana hening menyelimuti rumah itu karena semua orang yang  ada di sana berada dalam ketegangan.  Saya mulai membacakan beberapa Sutta  dan ketika selesai, saya mendengar  Mr. Chowdury mengucapkan dengan lemah dan terputus-putus tetapi tetap dengan bakti,

"Buddha... Dhamma... Sangha....anicca...dukkha....anatta....metta....karuna....mudita....upekkha."

Saya mengamati kondisinya memburuk dengan cepat. Saya meletakkan tangan saya di lengan kanannya dan bertanya " Bagaimana perasaan Anda?"  

"Waktuku telah tiba untuk meninggal dunia," Jawabnya "tidak ada harapan bagiku untuk hidup lebih lama lagi, Bhante,"

"Tapi, Upasaka, Anda baru berumur 56 tahun," saya mencoba menghiburnya," dan Anda tidak mungkin meninggal  begitu cepat  dalam hidup Anda.  Hidup yang di baktikan untuk kebajikan, yang merupakan sumber  inspirasi  bagi masyarakat  di sekitarmu, tidak seharusnya berlalu begitu cepat...  Sekarang maukah Anda mengambil lima sīla  dan mendengarkan beberapa sutta?"
"Ya, Bhante," jawabnya. 
Saya memberikan lima sīla  dan membacakan beberapa sutta yang ia dengarkan dengan penuh rasa bakti. Setelah berhenti sejenak, saya ingin tahu apakah ia mendapatkan penampakan, karena matanya tertutup sepanjang waktu  ketika saya berada di sampingnya. Saya menanyakan  hal tersebut kepadanya secara berkala. Setiap kali saya tanyakan, ia menyatakan tidak melihat penampakan apapun. 
Sekitar  pukul 11.30 malam, ia menggumamkan sesuatu. Ia mengatakan sesuatu tentang pohon Bodhi di Buddhagaya di mana Buddha Gotama mencapai Penerangan  Sempurna. Mungkin ini adalah ingatan terhadap kunjungan nya kesana. Lalu saya bertanya  padanya, "Apakah ada sesuatu di sana?" 
"Ya, Bhante!" serunya. " Kedua (mendiang)  orang tua saya ada di sana. Mereka sedang mempersembahkan bunga untuk Vajr āsana (Tahta Berlian tempat Buddha Gotama duduk  ketika beliau mencapai pencerahan) di bawah Pohon Bodhi" Ia mengulanginya dua kali. 
"Upasaka, tanyakan apakah mereka ingin mengambil lima sīla?" "Ya, Bhante. Mereka telah menunggu dengan sikap anjali (kedua telapak tangan di pertemukan dengan ujung jari menghadap  ke atas). 
Setelah memberikan lima sīla, saya kembali menanyakan apakah orangtuanya ingin  mendengarkan  beberapa sutta, dan ia mengiyakan . Sayapun membacakan  Karanīya Metta Sutta. 
Perasaan saya bergetar mendapati kejadian yang di luar dugaan itu. dan saya berpikir begitu pula dengan perasaan mereka yang juga sedang  melihat kejadian  tersebut dengan penuh kegemparan,  karena ini sesuatu yang belum pernah mereka alami sebelumnya.
Jelaslah bagiku bahwa penampakan tentang kedua orangtuanya itu mengindikasikan  bahwa dia akan terlahir  di alam manusia-(Di sini saya kurang setuju dengan Y.M. Dr. Rastrapal. Menurut saya penampakan ini menandakan  cikal bakal kelahiran di alam di mana mendiang  orangtuanya telah dilahirkan)
Dan juga dengan status yang lebih tinggi  karena Pohon Bodhi juga muncul dalam penampakan tersebut. Namun saya merasa  umat dengan pengabdian seperti dia pantas mendapatkan  kelahiran di alam yang lebih tinggi, jadi saya terus bertanya apakah dia mendapatkan penampakan lain. Sesaat kemudian, saya melihat perubahan padanya. Ia tampaknya mulai memikirkan hal-hal duniawi  dan meminta sanak saudaranya untuk membebaskannya dari hutangnya. Ketika itu pukul 01.40 dini hari. Saat itu saya menanyakan apakah ada melihat penampakan lain.
"Aku melihat rambut panjang!" ia berseru dengan lemah. 
"Anda melihat matanya?" Tanya saya. 
"Tidak."   Jawabnya   "karena ia tertutupi oleh rambut gelap dari kepala hingga kaki
Saya tidak dapat memastikan apa makna penampakan aneh ini, tetapi saya merasa jika tuan ini meninggal pada saat itu maka ia akan terlahir  di alam rendah (di Kemudian hari ketika saya memohon penjelasan atas penampakan ini kepada Y.M Silalankara Mahātera (Sangharaja dari Sangharaja Bhikkhu Mahasabha Bangladesh  pada saat itu), keduanya berpendapat  bahwa pria  yang sekarat  tersebut berkemungkinan terlahir di alam peta (hantu) bila ia meninggal di saat itu). Maka untuk menghalau penampakan aneh tersebut, saya mulai membacakan sutta. Hasilnya sesuai yang diharapkan karena ketika kemudian saya tanyakan lagi ia berkata  bahwa penampakan tersebut telah hilang. 
Akan tetapi kemelekatan duniawinya tampak masih ada.  Ia meminta kerabatnya untuk mengambilnya  sebuah kasur  baru dari bawah ranjangnya. Ia ingin agar kasur itu di simpan untuk putra tunggalnya yang tinggal di tempat yang jauh-di Calcutta, India. ia tidak mau kasur tersebut  di bakar bersama jasadnya, sebagaimana kebiasaan umat Buddha di sini di Chittagong, Bangladesh. Kemudian ia kembali menjadi sangat lemah lagi, 
"Upasaka, apa yang Engkau alami sekarang?" tanyaku. 
" Saya melihat dua merpati hitam. Bhante," jawabnya. 
Seketika saya sadar bahwa ini adalah penampakan atas alam binatang tempat dia mungkin akan terlahir setelah meninggal. Waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Karena saya tidak ingin ia terlahir di Alam Binatang (Tiracchâna), saya kembali membacakan sutta. 
Setelah saya menyelesaikan beberapa sutta, saya bertanya lagi, "Masih ada penampakan?" 
"Tidak, Bhante," jawabnya. 
Saya kemudian melanjutkan khotbah Dhamma dan setiap beberapa saat saya menanyakan apakah ia ada melihat penampakan lain. 
Akhirnya dia berseru,  "Saya melihat kereta Surgawi  datang ke arahku!" 
Walupun saya tahu tidak ada yang bisa menghalangi jalan kereta surgawi tersebut, untuk menghormat para deva saya meminta kerabat  di sekitar ranjangnya untuk memberi jalan. 
Lalu saya bertanya, "Berapa jauh kereta tersebut dari Anda?' 
Ia memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan bahwa kereta tersebut  berada di samping ranjangnya. 
"Apakah Anda melihat seseorang di dalam kereta?" tanyaku. 
"Ya" ia mengangguk, "para deva dan devi." 
"Tanyakanlah apakah mereka ingin mengambil lima sīla," kataku, karena saya pernah membaca dalam kitab suci bahwa para deva bukan hanya mematuhi dan menghormati para bhikkhu tetapi juga umat awam yang taat. 
Dengan persetujuan mereka  yang dia sampaikan, saya memberikan lima sīla. Setelah itu saya bertanya lagi, melalui dia, apakah mereka mau mendengarkan  Karan Īya Metta Sutta. Dengan persetujuan mereka, saya pun membacakan sutta tersebut. Lalu saya bertanya apakah mereka ingin mendengar  Ma ńgala Sutta yang  kemudian saya bacakan begitu mereka menyetujuinya. Namun, ketika saya bertanya lagi  apakah mereka ingin mendengarkan  Ratana Sutta, pria yang sedang sekarat ini melambaikan tangannya mengisyaratkan  bahwa para deva tersebut tidak ingin mendengarkan sutta ini. (Mungkin para deva tersebut khawatir bahwa mereka nantinya harus memberi jalan bagi para deva lain yang lebih tinggi yang mungkin akan datang untuk ikut mendengarkan sutta tersebut). 
"Mereka ingin Bhante kembali kevihara," ia berkata. 
Saya lalu menyadari bahwa para deva tersebut sudah tidak sabar untuk membawanya pergi ke Alam Surga, tetapi saya ingin menyela dan memperpanjang hidupnya di dunia. Jadi saya berkata kepada Mr. Chowdury,
"Dengar, Upasaka. Beritahu mereka untuk kembali karena sekarang belum waktunya Anda meninggal. Anda baru berumur 56 tahun. Mereka telah silap datang menjemput Anda ke Surga. Saya pribadi dan semua orang yang hadir di sini akan melimpahkan jasa-jasa kebajikan kami kepada mereka. Sebagai gantinya, kami memohon kepada mereka untuk membiarkanmu tetap hidup."
Setelah itu ada jeda sekitar sepuluh menit dan sikap pria tersebut terlihat menunjukkan para deva tersebut sedang berpikir; tetapi akhirnya ia berkata, "Mereka tidak setuju dengan usul Bhante. Mereka ingin Bhante kembali keVihara." 
Kerabat-kerabatnya menjadi sedih dan menginginkan saya untuk tetap di sana hingga ajalnya tiba, karena mereka khawatir  penampakan buruk bisa muncul membawanya ke alam rendah ketika saya tidak ada. Namun, para deva tersebut bersihkeras agar saya pergi. Karena kerabatnya  menyadari  mereka tidak dapat mempertahankan keberadaan saya lebih lama lagi, seorang  dari mereka memberi isyarat kepada saya  untuk pindah  keruangan lain. Saya bersikap  seakan-akan beranjak meninggalkan rumah tersebut, tetapi kemudian  menyelinap ke ruangan lain da menunggu di sana untuk melihat kepergiannya ke devaloka (Alam Deva). 
Sesaat kemudian  ia berseru, " Bhante sedang duduk di ruangan lain. Para deva ingin beliau meninggalkan  ruangan itu juga dan kembali ke Viharanya!" 
Saya tersenyum dan tetap tinggal di sana tampa menghiraukan apa yang mereka inginkan. Tiba-tiba saya mendengarnya menggumam  ketakutan, "Jangan ikat saya! Jangan seret saya!" Ia mengulanginya beberapa kali. 
Saya tidak dapat bersembunyi lebih lama lagi dan seagera menuju ke samping ranjangnya. "Ada apa?" tanya saya. 
"Beberapa mahluk setan yang menakutkan mencoba menyeretku bersama mereka" jawabnya. Saya sadar bahwa jika ia meninggal pada saat itu, ia akan menuju ke Alam Neraka (Niraya). Maka saya mulai membacakan sutta sekali lagi. Setelah berhenti, saya bertanya padanya, "Apakah mahluk setan itu masih di sana?" 
"Tidak," katanya. "Mereka telah pergi." Waktu itu, malam yang panjang telah hampir berlalu di ganti fajar yang mulai menyingsing di ufuk timur. Para deva tersebut masih menunggu di atas kereta mereka; ini saya ketahui  setelah bertanya kepada pria sekarat tersebut. Sekali lagi saya meminta kepada para deva tersebut melalui  Mr.Chodury untuk meninggalkannya sebagai ganti dari pelimpahan jasa-jasa yang telah di perbuat oleh setiap orang yg hadir  di sana, termasuk diri saya. Semua orang dengan suara bulat setuju dengan usul saya. Kali ini, para deva tersebut mengalah, sebagaimana yang saya ketahui  dari pria sekarat tersebut, dan merekapun pergi. 
"Masihkah Anda melihat penampakan?" saya bertanya. 
"ya" ia menjawab. "Orangtua saya masih berada di bawah pohon Bodhi."
Ini berarti tarikan dari Alam Manusia sangat kuat terhadapnya dan dia mungkin akan terlahir kembali kedunia ini. Kembali saya mengusulkan agar kami semua melimpahkan jasa-jasa yang telah kami perbuat kepada kedua mendiang  orangtuanya sebagai ganti mereka meninggalkannya seperti yang telah di lakukan oleh para deva tadi. Tampaknya dari yang di sampaikan pria sekarat tersebut bahwa ayahnya bersedia menyetujui permintaan saya, tetapi tidak demikian halnya dengan ibunya. Saya kecewa dan mengexpresikan kekesalan saya terhadap kekeras-kepalaan seorang ibu. 
"Bagaimana bisa begitu?" kataku  "Sekarang, beritahu mereka bahwa para deva telah menyetujui  permintaanku, maka agaknya tidak tepat bagi mereka untuk tidak menyetujuinya. Perbuatan seperti ini bisa merugikan pihak mereka sendiri nantinya." 
Saya harus memprotes demikian selama beberapa kali sebelum akhirnya memberi hasil yang di harapkan. Orang tuanya, sebagaimana yang saya ketahui darinya akhirnya pergi. 
Setelah  semua penampakan yang muncul di hadapan pria sekarat tersebut hilang, perubahan yang berarti  yang tampak padanya. Ia mengambil napas yang dalam dan menujukkan tanda-tanda kehidupan. Ketika  beberapa kerabatnya mendekat dengan sebuah lampu untuk melihat kondisinya dari dekat, ia berkata, "jangan khawatir lagi!  Saya tidak akan mati!" 
Gelombang kegembiraan dan perasaan lega menyapu kami semua setelah melihat pria sekarat tersebut kembali hidup. Kami semua terpana dengan kejadian tak terduga yang terjadi  secara silih berganti ini. Saat itu waktu menunjukkan pukul 05.00 pagi. 
Semalam  suntuk terlewati, namun anehnya tidak ada tanda keletihan  pada semua orang  yang hadir. Sungguh peristiwa  yang sangat menarik sekaligus mendebarkan. Saya kemudian pamit dan kembali ke vihara. 
Akan tetapi, teryata kemenangan  kami berumur pendek. Sekitar  jam 10.30 pagi abang ipar Mr.A.C Chowdury datang memberitahu bahwa setelah sekitar lima jam dalam kondisi baik, ia kembali melemah drastis dan tampaknya sudah di ambang ajal.  Kami berdua  segera kerumahnya  yang telah di padati kerumunan penduduk desa yang penasaran setelah mendengar  kejadian dramatis semalam. 
Saya duduk di samping  ranjangnya dan bertanya, "Bagaimana perasaanmu sekarang?"
"Saya tidak bisa bertahan lebih lama lagi," jawabnya terengah-engah. Saya menyemangatinya dan mendorongnya untuk mengingat perbuatan-perbuatan baik yang telah ia lakukan semasa hidup. Sesekali saya bertanya apakah ia mendapatkan  penampakan. Tiap kali jawabannya adalah "Tidak" 
Pada pukul 11.20 siang,  salah seorang sanak keluarganya menyadari bahwa batas waktu seorang bhikkhu untuk terakhir  kali makan pada hari itu semakin dekat dan ia mempersilahkan  saya untuk undur diri makan terlebih dahulu. Saya katakan padanya bahwa saya memutuskan untuk tidak meninggalkan Mr.Chowdury pada tahap demikian, meskipun untuk makan. Hal ini menimbulkan riuh rendah  di antara pengunjung karena mereka semua penasaran melihat bagaimana kelanjutan  dari kejadian itu. 
Saya bertanya lagi pada pria sekarat itu  "Anda melihat penampakan?" 
"Ya." jawabnya  "Mereka datang lagi.... para deva dengan  keretanya 
Kemunculan para deva  pada saat saya bersih keras   tinggal di sampingnya daripada  undur diri untuk makan telah membuat saya penasaran selama beberapa waktu. Di lain waktu, ketika saya memohon  penjelasan tentang masalah  ini kepada  Y.M. Nanissara Mahātera  dan Y.M Silalankara Mahātera, beliau berdua menyatakan bahwa para deva tersebut pasti telah menunggu saya pergi  untuk makan  sehingga mereka bisa membawanya pergi  disaat saya tidak ada; namun ketika mereka tahu  bahwa saya menegaskan untuk tetap menetap, mereka akhirnya muncul untuk membawanya pergi.
"Bhante, para deva memohon agar Bhante kembali ke vihara," kata pria sekarat itu. "Mereka bersikeras  agar Bhante kembali ke vihara. 
"Mengapa?" saya bertanya pada diri saya sendiri. Apakah keraguan  mereka untuk membawa  pergi pria ini dari hadapan saya adalah  karena rasa kewajiban  moral mereka terhadap saya karena telah mengambil lima
sīla  dan mendengarkan  sutta dari saya? Kesasihan alasan ini di benarkan oleh kedua  Y.M. Mahātera ketika saya menceritakan peristiwa ini kepada mereka.
Karena  saya merasa ajalnya telah dekat, saya memintanya untuk memberitahu para deva tersebut, "Mereka boleh membawamu pergi dengan kehadiran saya di sini. Saya tidak keberatan  dengan hal tersebut. Saya dengan senang hati mengizinkanmu meninggalkan kami."
Saya melakukan ini karena ia akan pergi ke Alam deva yang memang pantas ia dapatkan berkat jasa-jasa kebajikannya, sesuai  dengan yang saya harapkan baginya. Berikutnya saya meminta abang, istri, dan putrinya  untuk mengucapkan selamat tinggal  untuk terakhir kali, yang dengan bahagia mereka lakukan.
Sekarang ia telah berada dalam tahap keberangkatan ke alam lain. Wajahnya tampak cerah dan penuh kegembiraan  begitu ia pamit dengan mengucapkan kata-kata terakhirnya, "Saya pergi sekarang"
Saya kemudian meletakkan tangan saya di dadanya. Saya merasakannya masih cukup hangat. Ia teryata  masih sadar  dan tampak menggumam  kata-kata penuh bakti  yang senantiasa  ia ucapkan semasa hidupnya. Ia lalu mengangkat tangan kanannya dengan susah payah dan menggerakkannya ke suatu tempat .Ia sepertinya sedang berusaha  menggapai sesuatu, namun saya tidak dapat memahami  apa yang dia inginkan sampai seseroang dari kerumunan berkata, "Bhante, mungkin ia mencoba menyentuh kaki Bhante seperti yang ia lakukan semalam."
Saya memindahkan kaki saya agar menyentuh tangannya yang terentang. Sentuhan itu tampaknya memberinya kepuasan  yang mendalam sebagaimana terlihat  dari ekspresi wajahnya. Ia kemudian menyentuh dahinya dengan tangannya itu dan lalu meletakkannya di samping tubuhnya. Saya merasakan kehangatan di dadanya perlahan menurun dan dalam satu atau dua menit tubuhnya mendadak tersentak dan tak bernyawa. Setelah dadanya terasa dingin, saya menarik tangan saya dan melihat sekitar. Tidak ada yang mengangis ataupun meratap. Semua orang yg hadir duduk ataupun berdiri dengan tenang. Ini merupakan contoh cara paling  baik dan tepat untuk perpisahan  terakhir dengan seseorang yang akan meninggal, cukup sesuai dengan petunjuk yang saya berikan kepada umat awam  dalam ceramah-ceramah dhamma saya.
Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat  bahwa penampakan-penampakan yang terlihat  oleh pria sekarat tersebut berubah sesuai dengan keadaan pikirannya. Penampakan  yang baik misalnya Pohon Bodhi dan kereta surgawi, muncul ketika pikirannya  condong ke hal-hal yang bajik; sedangkan  penampakan-penampakan  yang buruk, misalnya mahluk penuh rambut, merpati hitam,  dan setan yang menakutkan,  muncul ketika pikirannya condong ke hal duniawi ataupun ketika gelisah. Hasil pengamatan lain adalah bhawa pembacaan sutta menyingkirkan pikiran duniawinya  dan oleh karenanya  juga menyingkirkan  penampakan yang tidak baik. Selain itu, pengambilan lima sīla juga menghasilkan pemunculan para deva. Meskipun terjadi beberapa  kemunduran, Y.M. Bhikkhu Rastrapal  dapat mengatasinya dengan cara yang tepat  dan penuh belas kasih, seingga terbukalah jalan bagi pria tersebut untuk terlahir  di Alam deva
 Kisah Nyata Penampakan-Penampakan 
                                              Lie Fen, 38 tahun
Kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu tepatnya di tahun  1999. Yang mengalami adalah ibu kandung saya sendiri. Pada saat itu ibu saya mengidap penyakit kanker rahim stadium akhir.
Setiap malam saya selalu memijin kaki ibu saya, karena di keluarga saya anak gadis satu-satunya.
Sekitar sebulan sebelum ibuku meninggalkan kami selama-lamanya, di dalam kamar pada saat saya memijiti kakinya ia mengatakan di dinding sana ada 3 orang yang berbaju putih sedang berdiri melihatnya. Padahal saat itu saya tidak melihat siapapun juga di dalam kamar itu kecuali kami berdua. Tentu saja saya bergidik dan ketakutan  setengah mati, tetapi saya tetap memijitin kaki ibuku  sambil berkali-kali berpesan kepada ibuku agar mau membacakan doa-doa suci. Tapi di tolak oleh ibuku.
Biasanya sambil memijit kakinya saya selalu membacakan doa-doa suci sampai ibuku tertidur. Begitu melihat ibuku tertidur sayapun tidak tinggal diam segera masuk kedalam kamarku sendiri. Dan tepat sebulan kemudian  ibuku meninggal di RS "DL" di Medan karena penyakitnya.
Dan sampai hari ini saya tidak mengetahui siapa ketiga orang tersebut yang terlihat oleh ibuku. Adad yang tahu...?
                                         Antony, 41 tahun
Kejadian ini terjadi pada tahun 2008  di RS. Mount Elizabeth Singapore. Kakekku sedang di rawat diruang ICU karena menderita  koma. Saat itu semua anak-anak kakekku  sudah berkumpul di sana, tidak terkecuali saya sebagai cucunya juga sempat bersama istri berangkat  untuk menjenguknya. Pada saat saya sampai di Singapore  jam sudah menunjukkan jam 22.00 malam seingga kami  putuskan  untuk ke Apartemen dulu di bilangan Orchard Road rencananya baru besok kerumah sakitnya.
Pada keesokan harinya sekitar jam 09.00 pagi kami sampai di rumah sakit Mount Elizabeth, sebegitu saya sampai suster yang merawat kakek (selama kakek di Medan, keluarga memang menyiapkan seorang suster untuk membantunya) langsung meminta saya masuk kamar ICU karena kakek yang sudah koma lebih dari 2 minggu, hari ini matanya terbuka. Suster kelihatan bahagia sekali dia katakan ini mujijat. Memang harus saya akui mungkin cucu yang paling dekat dengan kakek selama ini adalah saya. Pada saat terakhir berjumpa dengan Beliau. Kakek merayakan ulang tahunnya yang ke-96. Dua hari kemudian karena sakit perut beliau berangkat ke Siangapore untuk berobat.
Di dalam kamaar ICU mata kakek memang terbuka dan  dengan disaksikan  oleh nenek dan istriku muut kakek bergerak seakan-akan ingin memberi pesan terakhirnya. (Padahal beliau sudah sempat koma selama lebih dari 2 minggu).
Di kesempatan itu saya sempat membaca paritta untu kesembuhan kakekku. Dari keluarga mereka katakan beberapa minggu di rumah sakit sebelum koma  seperti ini kakek  sambil tidur bergumam ingin pulang ke Medan.  kemudian beliau minta di belikan tiket untuk 3 orang karena ada yang mau ikut pulang juga katanya. Padahal dikamar tidak ada siapa-siapa kecuali keluarga semuanya. Dan sempat juga di lain waktu  beliau marah-marah mengusir seseorang di sampingnya, katanya jangan dekat-dekat, pergi sana," Usirnya. Padahal seperti dia atas, di kamar tidak ada siapa-siapa kecuali keluarga terdekat.
Setelah beberapa hari di Singapore akhirnya saya dengan berat hati harus pulang ke Medan  karena pekerjaan sudah menunggu. Dihari saya akan pulang  mata kakek  terbuka kembali. Saya hanya katakan pada beliau , jangan terlalu khawatir, kami semua bisa menjaga diri.
Pada bulan September  2008 jam 21.00 malam Akhirnya kakek meninggal  dunia.
Beliau ada di ruang  ICU Mount Elizabeth Siangpore  kurang lebih 2 bulan. Selamat jalan kakekku.
                                                    Marliah Medan
Pada tanggal 4 April 2004, pagi itu ada sebuah kejadian yang agak ganjil dimana ada seorang sepupuku yang bernama  Novi (8 tahun) sedang sekarat  menjelang ajal. Sejak dari pagi itu anak ini terus-terusan menggumam memanggil-manggil neneknya katanya neneknya datang (padahal neneknya telah meninggal). Mendengar ini semua, uwaknya datang menemui saya, untuk minta bantuan apa yang bisa saya lakukan.
Ketika saya tiba di rumah tersebut, saya ajak seluruh keluarga untuk berdoa, dan setelah selesai berdoa baru saya teringat. mungkin anak ini rindu dengan neneknya. Maka sayapun minta baju neneknya.
Kemudian baju neneknya tersebut saya sentuhkan di keningnya sambil berkata, " ini baju nenek," Dan setelah itu saya memberinya minum air putih 3 kali dengan caara di suapin dengan sendok  makan.
Selesai meneguk ke 3 kalinya, anak ini berpulang (meninggal) tetapi anehnya matanya tetap terbuka. Hal 5 bersambung ke hal 6