Di dalam pembinaan Spiritual, para umat diwajibkan untuk melepaskan alas kakinya sebelum memasuki tempat ibadah, altar suci, atau bertemu para Master. Kebiasaan melepas alas kaki, sebenarnya mengandung makna perlambangan spiritual yang sangat tinggi, tetapi sangat disayangkan makna spiritual ini tidak lagi banyak diketahui oleh para Master dan umat pembina spiritual di zaman sekarang.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia mengenakan alas kaki untuk melindungi kakinya dan menghindari kekotoran yang akan melekat. Sehingga alas kaki merupakan barang yang penuh dengan kekotoran, karena menjaga kaki kita untuk selalu bersih. Ketika para umat akan memasuki vihara, para umat di haruskan untuk melepaskan alas kakinya, juga untuk menjaga kebersihan tempat ibadah, dari kotoran yang melekat di alas kaki. Sehingga dengan memiliki tempat ibadah yang bersih, para umat dapat beribadah dan membina kehidupan spiritual lebih baik lagi.
Selain manfaat umum yang sangat baik ini, melepas alas kaki mempunyai makna spiritual yang lebih dalam lagi. Menanggalkan alas kaki di luar ruangan ibadah, merupakan perlambangan agar para umat dapat meninggalkan segala kekotoran dalam diri dari perbuatan, ucapan dan pikiran. Sehingga para umat harus mempunyai perbuatan, ucapan, dan pikiran yang bersih dan benar, sebelum memasuki tempat ibadah, yang memiliki sakralitas untuk beribadah atau bersujud kepada Yang Maha Suci dan para mahluk suci.
Dengan memahami pentingnya menanggalkan segala kekotoran yang ada baik di tubuh, perbuatan, ucapan, dan pikiran. Para umat harus dapat menjaga sakralitas tempat ibadah dengan sebenarnya. Janganlah kita hanya menanggalkan alas kaki yang terkotorkan oleh unsur dari luar seperti debu dan tanah saja; tetapi perbuatan, ucapan, dan pikiran kita masih diliputi oleh kekotoran oleh unsur dari dalam diri sendiri. Untuk itu, ketika menanggalkan alas kaki sebelum memasuki ruangan ibadah, kita harus memahami dan menyadari pentingnya untuk turut menanggalkan segala kekotoran tubuh, perbuatan, ucapan, dan pikiran yang masih melekat di dalam diri.
Jika para umat telah melepaskan segala kekotoran di luar ruang ibadah, maka para umat yang berada di dalam ruang ibadah tidak akan lagi berbuat, berkata, dan berpikir yang tidak baik. Sehingga berkelahi, mencuri, memburukan orang lain, menggosip, berkata kotor atau kasar, benci, iri-hati, marah, emosi, dsb; tidak lagi dapat melekat di dalam diri. Tetapi sangat disayangkan, dalam kenyataannya. Saya melihat sendiri para pengurus vihara yang melepas alas kakinya sebelum memasuki altar suci, tetapi lupa untuk melepaskan segala kekotoran lainnya. Mereka tidak lagi perduli, sehingga tetap mengotori perbuatan, ucapan, dan pikirannya, walau berada di dalam tempat ibadah atau di depan altar suci.
Saya banyak menyaksikan sendiri, para pengurus vihara yang justru di dalam vihara lebih banyak bergosip, lebih banyak memaki, lebih banyak memiliki rasa iri, lebih banyak ribut, dan lebih emosi dan terperdaya oleh pikiran-pikirannya. Para pengurus vihara ini tidak lagi memahami pentingnya menjaga sakralitas vihara, mereka tidak lagi menyadari telah mengakibatkan sakralitas vihara tersebut semakin berkurang. Semua dapat terjadi, karena para pengurus vihara tersebut, tidak lagi memahami makna spiritual dari melepas alas kaki yang sesungguhnya.
Walaupun sebenarnya, saya sangat berat untuk membuka rahasia ajaran yang sangat sederhana dari kebiasaan melepas alas kaki sebelum memasuki tempat ibadah. Maksud saya mengungkapkan ajaran ini, bukan untuk mencela para pengurus vihara yang demikian. Tetapi saya berusaha mengingatkan para pengurus vihara untuk dapat lebih memahami ajaran yang sangat sederhana dari tradisi yang sangat sederhana ini.
Saya mengatakan yang sebenarnya, karena didasarkan rasa ke-Mulia-an yang tanpa batas terhadap para mahluk, dan demi kebaikan seluruh mahluk. Dimana Bodhisattva Danau Biru banyak memberikan petunjuk kepada saya secara langsung, untuk selalu tabah dalam membina diri dan membimbing para mahluk. Dan juga atas pesan dari Wanita Berjubah Biru bahwa salah satu tugas saya dalam kehidupan ini, saya harus mengungkapkan dan meluruskan tradisi dan kebiasaan pembinaan spiritual sehari-hari yang telah kehilangan makna dan sakralitas spiritualnya.
Dengan mengungkap kembali tradisi dan kebiasaan sehari-hari spiritual para Master di masa lampau, yang telah kehilangan makna dan sakralitasnya. Saya siap untuk menerima segala ketidak senangan para pengurus dan umat yang merasa tersinggung atas kelancangan saya. Walaupun kuping mereka sekarang panas mendengar ajaran Dharma ini, tetapi saya tetap percaya bahwa setiap mahluk pada dasarnya memiliki kesadaran yang jernih dan hati nurani yang mulia. Saya sangat yakin, walau hari ini mereka tidak dapat menerima ajaran Dharma ini, tetapi dikemudian hari mereka pasti akan terbuka hati nuraninya.
Sebagai pelengkap, saya akan mengungkap satu ajaran rahasia dari melepas alas kaki sebelum memasuki altar suci. Ajaran ini saya dapatkan langsung dari Bodhisattva Danau Biru di Vihara Yauw Ce Cin Mu, di Hua-Lian pada tahun 1998.
Ketika bersujud, manusia berarti bersatu dengan Yang Maha Suci di Langit.
Disini terjadi hubungan spiritual antara Manusia dan Langit. (Jen-Thien).
Dengan melepas alas kaki, manusia dapat kontak langsung dengan unsur tanah.
Inilah yang dinamakan hubungan Manusia dan Bumi (Jen-Ti).
Maka melepas alas kaki ketika bersujud, akan membentuk satu kesatuan hubungan alamiah antara Langit-Manusia-Bumi (Thien-Jen-Ti) yang tidak terpisahkan.
Masih banyak makna-makna rahasia lainnya dari melepas alas kaki dan bersujud, yang tidak dapat saya sampaikan disaat secara umum. Hanya dengan izin dan kuasa dari Yang Maha Suci, saya akan memberitahukan kepada mereka yang berjodoh dilain kesempatan.
Semoga para umat dapat kembali memahami makna spiritual yang sebenarnya dari para Master di masa lampau, sehingga sakralitas spiritual akan dapat tetap terjaga dengan sebaik-baiknya. Pentingnya menjaga sakralitas di dalam tempat ibadah, sangat baik bagi pembinaan kehidupan spiritual seluruh mahluk.
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6168955&page=110
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia mengenakan alas kaki untuk melindungi kakinya dan menghindari kekotoran yang akan melekat. Sehingga alas kaki merupakan barang yang penuh dengan kekotoran, karena menjaga kaki kita untuk selalu bersih. Ketika para umat akan memasuki vihara, para umat di haruskan untuk melepaskan alas kakinya, juga untuk menjaga kebersihan tempat ibadah, dari kotoran yang melekat di alas kaki. Sehingga dengan memiliki tempat ibadah yang bersih, para umat dapat beribadah dan membina kehidupan spiritual lebih baik lagi.
Selain manfaat umum yang sangat baik ini, melepas alas kaki mempunyai makna spiritual yang lebih dalam lagi. Menanggalkan alas kaki di luar ruangan ibadah, merupakan perlambangan agar para umat dapat meninggalkan segala kekotoran dalam diri dari perbuatan, ucapan dan pikiran. Sehingga para umat harus mempunyai perbuatan, ucapan, dan pikiran yang bersih dan benar, sebelum memasuki tempat ibadah, yang memiliki sakralitas untuk beribadah atau bersujud kepada Yang Maha Suci dan para mahluk suci.
Dengan memahami pentingnya menanggalkan segala kekotoran yang ada baik di tubuh, perbuatan, ucapan, dan pikiran. Para umat harus dapat menjaga sakralitas tempat ibadah dengan sebenarnya. Janganlah kita hanya menanggalkan alas kaki yang terkotorkan oleh unsur dari luar seperti debu dan tanah saja; tetapi perbuatan, ucapan, dan pikiran kita masih diliputi oleh kekotoran oleh unsur dari dalam diri sendiri. Untuk itu, ketika menanggalkan alas kaki sebelum memasuki ruangan ibadah, kita harus memahami dan menyadari pentingnya untuk turut menanggalkan segala kekotoran tubuh, perbuatan, ucapan, dan pikiran yang masih melekat di dalam diri.
Jika para umat telah melepaskan segala kekotoran di luar ruang ibadah, maka para umat yang berada di dalam ruang ibadah tidak akan lagi berbuat, berkata, dan berpikir yang tidak baik. Sehingga berkelahi, mencuri, memburukan orang lain, menggosip, berkata kotor atau kasar, benci, iri-hati, marah, emosi, dsb; tidak lagi dapat melekat di dalam diri. Tetapi sangat disayangkan, dalam kenyataannya. Saya melihat sendiri para pengurus vihara yang melepas alas kakinya sebelum memasuki altar suci, tetapi lupa untuk melepaskan segala kekotoran lainnya. Mereka tidak lagi perduli, sehingga tetap mengotori perbuatan, ucapan, dan pikirannya, walau berada di dalam tempat ibadah atau di depan altar suci.
Saya banyak menyaksikan sendiri, para pengurus vihara yang justru di dalam vihara lebih banyak bergosip, lebih banyak memaki, lebih banyak memiliki rasa iri, lebih banyak ribut, dan lebih emosi dan terperdaya oleh pikiran-pikirannya. Para pengurus vihara ini tidak lagi memahami pentingnya menjaga sakralitas vihara, mereka tidak lagi menyadari telah mengakibatkan sakralitas vihara tersebut semakin berkurang. Semua dapat terjadi, karena para pengurus vihara tersebut, tidak lagi memahami makna spiritual dari melepas alas kaki yang sesungguhnya.
Walaupun sebenarnya, saya sangat berat untuk membuka rahasia ajaran yang sangat sederhana dari kebiasaan melepas alas kaki sebelum memasuki tempat ibadah. Maksud saya mengungkapkan ajaran ini, bukan untuk mencela para pengurus vihara yang demikian. Tetapi saya berusaha mengingatkan para pengurus vihara untuk dapat lebih memahami ajaran yang sangat sederhana dari tradisi yang sangat sederhana ini.
Saya mengatakan yang sebenarnya, karena didasarkan rasa ke-Mulia-an yang tanpa batas terhadap para mahluk, dan demi kebaikan seluruh mahluk. Dimana Bodhisattva Danau Biru banyak memberikan petunjuk kepada saya secara langsung, untuk selalu tabah dalam membina diri dan membimbing para mahluk. Dan juga atas pesan dari Wanita Berjubah Biru bahwa salah satu tugas saya dalam kehidupan ini, saya harus mengungkapkan dan meluruskan tradisi dan kebiasaan pembinaan spiritual sehari-hari yang telah kehilangan makna dan sakralitas spiritualnya.
Dengan mengungkap kembali tradisi dan kebiasaan sehari-hari spiritual para Master di masa lampau, yang telah kehilangan makna dan sakralitasnya. Saya siap untuk menerima segala ketidak senangan para pengurus dan umat yang merasa tersinggung atas kelancangan saya. Walaupun kuping mereka sekarang panas mendengar ajaran Dharma ini, tetapi saya tetap percaya bahwa setiap mahluk pada dasarnya memiliki kesadaran yang jernih dan hati nurani yang mulia. Saya sangat yakin, walau hari ini mereka tidak dapat menerima ajaran Dharma ini, tetapi dikemudian hari mereka pasti akan terbuka hati nuraninya.
Sebagai pelengkap, saya akan mengungkap satu ajaran rahasia dari melepas alas kaki sebelum memasuki altar suci. Ajaran ini saya dapatkan langsung dari Bodhisattva Danau Biru di Vihara Yauw Ce Cin Mu, di Hua-Lian pada tahun 1998.
Ketika bersujud, manusia berarti bersatu dengan Yang Maha Suci di Langit.
Disini terjadi hubungan spiritual antara Manusia dan Langit. (Jen-Thien).
Dengan melepas alas kaki, manusia dapat kontak langsung dengan unsur tanah.
Inilah yang dinamakan hubungan Manusia dan Bumi (Jen-Ti).
Maka melepas alas kaki ketika bersujud, akan membentuk satu kesatuan hubungan alamiah antara Langit-Manusia-Bumi (Thien-Jen-Ti) yang tidak terpisahkan.
Masih banyak makna-makna rahasia lainnya dari melepas alas kaki dan bersujud, yang tidak dapat saya sampaikan disaat secara umum. Hanya dengan izin dan kuasa dari Yang Maha Suci, saya akan memberitahukan kepada mereka yang berjodoh dilain kesempatan.
Semoga para umat dapat kembali memahami makna spiritual yang sebenarnya dari para Master di masa lampau, sehingga sakralitas spiritual akan dapat tetap terjaga dengan sebaik-baiknya. Pentingnya menjaga sakralitas di dalam tempat ibadah, sangat baik bagi pembinaan kehidupan spiritual seluruh mahluk.
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6168955&page=110
Tidak ada komentar:
Posting Komentar