“Apabila, O para bhikkhu, para makhluk mengalami penderitaan dan kebahagiaan sebagai hasil atau sebab dari ciptaan Tuhan (Issara-nimmanahetu), maka para Nigantha (petapa telanjang) ini tentu juga diciptakan oleh satu Tuhan yang jahat/nakal (Papakena Issara), karena mereka kini mengalami penderitaan yang sangat mengerikan.”
(Devadaha Sutta, Majjhima Nikaya 101, Tipitaka Pali).
Ucapan Sang Buddha itu bukan untuk mengatakan “tak ada Tuhan tertinggi” melainkan untuk mengatakan “sebab-sebab penderitaan bukan karena Tuhan tertinggi.”
Agama buddha bukanlah theism atau atheism, tapi realism. Berfokus pada object-object daripada menngiyakan atau mentakkkan obyek-obyek tersebut.
Pertanyaan apa Tuhan ada atau tak sama dengan apa Diri ada atau tak.
Pertanyaan tentang Tuhan dalam agama buddha termasuk 1 dari 4 pertanyaan yang tak perlu dijawab “acinteyya dhamma”. karena pertanyaan itu jika ditanyakan jawabannya akan kembali pada pertanyaan.
“Dengan mata, seseorang dapat melihat pandangan memilukan; Mengapa Brahma itu tidak menciptakan secara baik? Bila kekuatannya demikian tak terbatas, mengapa tangannya begitu jarang memberkati? Mengapa dia tidak memberi kebahagiaan semata? Mengapa kejahatan, kebohongan dan ketidak-tahuan merajalela? Mengapa memenangkan kepalsuan, sedangkan kebenaran dan keadilan gagal? Saya menganggap Brahma adalah ketidakadilan. Yang membuat dunia yang diatur keliru.” [Bhuridatta Jataka, Jataka 543]
“Apabila, O para bhikkhu, makhluk-makhluk mengalami penderitaan dan kebahagiaan sebagai hasil atau sebab dari ciptaan Tuhan (Issaranimmanahetu), maka para petapa telanjang ini tentu juga diciptakan oleh satu Tuhan yang jahat/nakal (Papakena Issara), karena mereka kini mengalami penderitaan yang sangat mengerikan.” [Devadaha Sutta, Majjhima Nikaya 101]
“Apakah benar, seperti kata orang, bahwa yang mulia mengajar dan memegang pandangan bahwa apapun yang dialami seseorang… semua itu disebabkan oleh ciptaan Tuhan?”
Ketika mereka mengatakan “Ya”, kukatakan kepada mereka:
“Jika demikian halnya, yang mulia, maka ciptaan Tuhan itulah yang membuat orang-orang membunuh… dan memiliki pandangan salah. Maka mereka yang menganggap ciptaan Tuhan sebagai faktor penentu tidak akan memiliki semangat dan usaha untuk melakukan ini atau tidak melakukan itu. Karena mereka tidak memiliki alasan yang cukup kuat untuk menyatakan bahwa ini atau itu harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan, istilah ‘petapa’ tidak sesuai untuk mereka, karena mereka hidup tanpa kewaspadaan dan pengendalian diri.” [Anguttara-Nikaya; III,61]
”Dengan mata, seseorang dapat melihat pandangan memilukan; Mengapa Brahma itu tidak menciptakan secara baik? Bila kekuatannya demikian tak terbatas, mengapa tangannya begitu jarang memberkati? Mengapa dia tidak memberi kebahagiaan semata? Mengapa kejahatan, kebohongan dan ketidak-tahuan merajalela? Mengapa memenangkan kepalsuan, sedangkan kebenaran dan keadilan gagal? SAYA MENGANGGAP, BRAHMA ADALAH KETIDAK-ADILAN . Yang membuat dunia yang diatur keliru.” [Bhuridatta Jataka, Jataka 543]
“Apabila, O para bhikkhu, makhluk-makhluk mengalami penderitaan dan kebahagiaan sebagai hasil atau sebab dari ciptaan Tuhan (Issaranimmanahetu), maka para petapa telanjang ini tentu juga diciptakan oleh satu Tuhan yang jahat/nakal (Papakena Issara), karena mereka kini mengalami penderitaan yang sangat mengerikan.”
[Devadaha Sutta, Majjhima Nikaya 101]
“Bila ada Sang Maha Kuasa yang dapat mendatangkan bagi setiap mahluk ciptaanya kebahagiaan atau penderitaan, perbuatan baik maupun jahat, maka yang maha kuasa itu diliputi dosa, sedangkan manusia hanya menjalankan perintahnya saja.” (Mahabodhi Jataka No.528)
Semua ayat-ayat itu tak menunjukkan bahwa Buddha menidakkan keberadaan Tuhan tertinggi, tapi cuma menunjukkan bahwa suka dan duka tak ada hubungannya dengan Tuhan tertinggi.
Satu-satunya ayat yang menunjukkan ucapan Buddha bahwa Tuhan tertinggi itu tak ada berasal dari sutta mahayana, sedang mahayana merupakan hasil negosiasi berbagai pandangan untuk menjaring lebihbanyak pengikut.
“Semua konsep seperti sebab, pelanjutan, atom, unsur-unsur dasar, yang membuat kepribadian, jiwa pribadi, roh sakti, Tuhan yang berdaulat, pencipta, adalah imajinasi belaka dan perwujudan dari pemikiran manusia.“ – Lankavatara Sutta. YANG JELAS-JELAS BUKAN UCAPAN BUDDHA, KARENA DARI GAYABICARANYA KAYAK BUKAN SHAKHYAMUNIBUDDHA.
“Jikalau Tuhan adalah penyebab dari semua yang terjadi, apalah gunanya usaha keras/pengorbanan manusia?” [Asvaghosa, Buddha-carita 9, 53] . Masih tentang kaitan suka dan duka dengan Tuhan.
Ada pula buddhist yang secara keliru meanggap pikiran itu Tuhan tertinggi, cuma karena ayat:
“Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya, bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya.” – Dhammapada.
Padahal pikiran pun tak mengandung Diri atau Atta atau Pencipta segala sesuatu.
Ada asal-usul paham Tuhan tertinggi dalam: Brahmajala Sutta. tapi itupun bukan petunjuk bahwa Buddha menidakkan keberadaan Tuhan tertinggi. Cuma sekedar menunjukkan pandangan salah Brahma yang merasa Tuhan tertinggi.
Agama Buddha bukan theism bukan atheism, tapi realism yang lebih berfokus pada usaha LEARN dan UNLEARN, yang tujuannya tetap mencapai Tuhan tertinggi:
“Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang”
“Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak”.
Dan itu bukanlah Nibbana. Karena Nibbana cuma aspek terakhir yang tertinggal dari tempat bukan lahir dan mati, yaitu Nibbana, “Berhentinya Penjadian.” Yang dimaksud Buddha itu sebenarnya Kekosongan. Cuma kekosongan yang abadi, tak dilahirkan, tak mati, dan tak melahirkan. Saat seseorang mencapai level 7, ia kembali memperhatikan lagi pencapaiannya itu, sehingga timbul berbagai ilmu seperti bisa melihat lintasbatas ruangwaktu segala sesuatu (lv8), sesudah selesai ia menjadi tanpa emosi tanpa persepsi (lv9).
Jadi, jawaban untuk judul diatas adalah: Tak.
4 Tanggapan to “Apakah Buddha Seorang Atheist?”
- AJ berkata
“Semua ayat-ayat itu tak menunjukkan bahwa Buddha menidakkan keberadaan Tuhan tertinggi, tapi cuma menunjukkan bahwa suka dan duka tak ada hubungannya dengan Tuhan tertinggi.” kata ini tidak masuk akal, karena :
Tuhan tertinggi? jadi masih ada hubungannya dengan Tuhan tingkatan yang lain?
- bharadvaja berkata
“‘Everything exists’: That is one extreme.
‘Everything doesn’t exist’: That is a second extreme.
Avoiding these two extremes,
the Tathagata teaches the Dhamma via the middle….” Jika Anda berusaha membuktikan Tuhan ada atau Tuhan tak ada berarti Anda bukan pengikut Buddha. Karena agama Buddha bukan tentang persepsi atau non-persepsi.
- bharadvaja berkata
- bharadvaja berkata
Dari kosong, hasilnya pasti kosong. Dari Tuhan, hasilnya pasti Tuhan lain yang menghasilkan kondisi Tuhan itu.
Kalau ada Tuhan dalam agama Buddha maka ia bukanlah Anatta, tapi kekosongan atau sunyata. Satu-satunya keabadian cuma kekosongan. Nibbana bukan andalan kita, ia cuma kondisi mental saat memahami kekosongan.
- bharadvaja berkata
Dalam agama Buddha tak relevan untuk berkata “Tuhan tak ada”.
Sama tak relevannya dengan berkata “diri tak ada”, tanpa disertai tambahan diskusi yang sesuai untuk itu. Tunjukkan SATU sutta dimana Buddha berkata “diri tak ada”.
http://bharadvaja.wordpress.com/2010/09/07/apakah-buddha-seorang-atheist/#comments
Tidak ada komentar:
Posting Komentar