BAB I. Kematian :
Proses Pikiran Menjelang Kematian
Manusia selalu di penuhi dengan pemikiran baik dan buruk serta perbuatan baik dan buruk ini. Sementara di sibukan dengan berbagai hal, kematian menepuk pundak dan mereka harus meninggalkan kekayaan, kepemilikan, dan orang yang di cintai, meninggalkan kehidupan ini untuk selamanya. Oleh karena itu kita harus mengetahui pentingnya saat-saat menjelang kematian dan bagaimana kita menghadapi datangnya kematian.
Empat sebab kematian
Kematian terjadi karena empat sebab yaitu :
1. Habisnya jangaka waktu hidup.
2. Berakhirnya kekuatan kamma.
3. Habisnya jangka waktu hidup dan berakhirnya kekuatan kamma.
4. Kematian tidak wajar atau tidak pada waktunya, karena interupsi kekuatan kamma, upacchedaka kamma.
Analogi yang cocok untuk keempat sebab kematian tersebut adalah padamnya nyala sebuah lampu minyak, sebab yang memungkinkan adalah :
1. Habisnya minyak.
2. Terbakar habisnya sumbu.
3. Minyak dan sumbu terbakar habis.
4. Tiupan angin kencang atau sengaja di tiup.
1. Habisnya Jangka Waktu Hidup
Berbeda alam kehidupan juga berbeda jangka waktu hidup (umur). Di alam manusia ini, jangka waktu hidup beragam menurut kondisi kappa(siklus dunia). Ketika sytem dunia sedang berangsur meningkat sampai tak terhingga; sementara dalam siklus dunia yang sedang menurun, umur manusia juga akan memendek sampai sepuluh tahun saja. Ketika Buddha Gotama muncul di dunia, umur maksimal rata-rata manusia berkisar 100 thn . Sekarang ini umur manusia kurang lebih 75 tahun. Orang-orang dengan timbunan kamma biasa-biasa tidak akan mampu melampui batas umur tersebut; hanya mereka yang terlahir dengan kekuatan kusala kamma khusus bisa hidup lebih dari 75 tahun. Umur panjang mereka adalah salah satu sifat dari kamma baik lampau mereka dan seperti obat manjur yang di sebut "rasayana".
Pada masa Buddha Gotama, Bikkhu Mah ā kassapa, Ānanda , dan Visākhā (penderma Vihāra Pubbārāma) hidup sampai 120 tahun Bikkhu Bākula Mahātera hidup sampai 160 tahun. Orang-Orang tersebut memiliki kamma baik yang tidak sebesar mereka tidak akan hidup lebih dari jangka waktu itu. Kematian jenis ini di sebut habisnya jangka waktu hidup secara normal, seperti habisnya minyak akan memadamkan nyala lampu walaupun sumbunya masih tersisa.
2. Berakhirnya Kekuatan Kamma
Kekuatan kamma yang mengakibatkan kelangsungan hidup seseorang akan mendukung kehidupan dari tahap embrio sampai pada tahap kekuatan tersebut berakhir. Ada juga jenis kamma lain yang meningkatkan kamma pendukung hidup ini. Ketika kekuatan kamma ini habis, seseorang meninggal walaupun jangka waktu hidupnya masih tersisa. Jadi, jika kekuatan kamma berakhir pada umur 50 tahun, orang itu akan meninggal wlaupun jangka waktu hidupnya 75 tahun. Ini seperti nyala minyak padam karena sumbunya terbakar habis meskipun minya masih tersisa.
3. Habisnya Jangka Waktu Hidup dan Berakhirnya Kekuatan Kamma
Sebagian mahluk meninggal karena jangka waktu dan kekuatan kamma habis, seperti padamnya nyala lampu minyak karena sumbu dan minyaknya terbakar habis bersamaan. Oleh karena itu ada yang sampai berumur 75 tahun, jika mereka mempunyai kekuatan kamma yang mendukung sampai umur tersebut. Ketiga jenis kematian di atas di sebut Kāla-marana (kematian pada wktunya)
4. Kematian Tidak Wajar atau Tidak Pada Waktunya
Kematian uppacchedaka berarti kematian tidak pada waktunya atau kematian tidak wajar. Beberapa mahluk bisa berumur panjang karena jangka waktu dan kekuatan kamma mendukung untuk itu, tetapi jika perbuatan buruk yang di lakukan pada kehidupan lampau tiba-tiba berbuah, akibat kamma perbuatan itu bisa menyebabkan mereka meninggal secara mendadak. Kematian seperti ini sama seperti padamnya nyala lampu minyak karena hembusan angin atau sengaja di tiupkan seseorang meskipun sumbu dan minyaknya masih tersisa. Kematian semacam ini di akibatkan oleh upacchedaka-kamma, yaitu terhentinya kehidupan karena kuatnya akibat kamma buruk.
Bikkhu Māhamonggalana, pada salah satu kehidupan lampau, telah membunuh ibunya sendiri. Kejahatan besar ini berkesempatan untuk berbuah dalam kehidupan selasnjutnya sebagai Māhamonggalana; dia harus menderita dikeroyok oleh lima ratus bandit sebelum mencapai parinibānna. Raja Bimbisara, dalam salah satu kehidupannya, berjalan di dalam sebuah pagoda dengan memakai alas kaki. Karena kamma buruk ini, dia meninggal dengan menderita luka di telapak kaki yang merupakan ulah anaknya sendiri. Sāmāva ti beserta pengikutnya, pada suatu kehidupan lampau, membakar semak rumput dimana seorang Pacceka-buddha sedang duduk berkonsentrasi dalam samapatti (pencapaian jhāna). Ketika rumput terbakar habis, mereka baru menyadari telah membakar Pacceka-buddha. Untuk menutupi kesalahan (karena mereka salah berpikir bahwa mereka telah membakar Pacceka-buddha yang pada kenyataannya tidak bisa di sakiti atau di bakar ketika dalam samapatti), Mereka menumpuk banyak-banyak kayu bakar diatas Pacceka-buddha, menyalakan kayu tersebut berpikir, " sekarang dia akan habis terbakar." Pacceka-buddha bangun dan pergi tampa terluka sedikitpun, setelah keluar dari samapatti pada akhir hari ketujuh. Kamma buruk tersebut berkesempatan untuk berbuah, mereka meninggal secara tidak wajar dengan di bakar sampai mati. Inilah contoh-contoh dimana akusala-kamma yang kuat menyebabkan kematian yang tidak wajar atau tidak pada waktunya.
Pentingnya Menit-Menit Terakhir Kematian
Ketika seseorang mendekati kematian karena salah satu sebab yang telah di sebutkan, adalah sangat penting baginya untuk memiliki javana-citta (impuls batin) selama kurang lebih setengah jam sebelum ajal. Jika pikiran kusala-javana-citta (impuls batin yang baik) ini yang muncul sampai napas terakhir, dia akan terlahir kembali di alam yang membahagiakan. Jika yang muncul adalah akusala-javana-citta (impuls batin yang buruk) sebelum kematian, dia pasti akan terlahir kembali di alam yang menyedihkan. Oleh karena itu, seperti halnya putaran terakhir dalam suatu balapan kuda, begitu juga bagi suatu mahluk untuk mendapatkan kelahiran kembali yang baik, saat terakhir adalah sangat penting. Apakah seseorang mendapatkan pikiran baik atau buruk bergantung pada jenis objek yang hadir dalam pikirannya.
Tiga Macam Objek
Sesaat sebelum kematian, setiap mahluk akan melihat salah satu di antara tiga objek pikiran, yaitu:
1. Kamma.
2. Kamma-nimitta
3. Gati-nimitta
1. Kamma di sini berarti perbuatan buruk dan perbuatan baik atau cetena yang di lakukannya pada masa lampau.
2. Kamma-nimitta adalah peralatan atau instrument yang di gunakan untuk melakukan perbuatan baik atau buruk.
3.Gati-nimitta adalah penglihatan akan alam kehidupan atau tempat dimana dia akan terlahirkan kembali.
1. Bagaimana Kamma Muncul
Ketika kamma atau perbuatan yang di lakukan beberapa detik yang lalu, setengah jam atau satu jam yang lalu, atau banyak kelahiran sebelum, atau pada masa yang sangat lampau berkesempatan untuk memberikan kelahiran kembali sebagai akibat kehidupan berikut, perbuatan-perbuatan tersebut hadir dalam pikiran seseorang yang menjelang ajal. Berhubungan dengan kemunculan kamma lampau jika kamma itu adalah dāna atau pelaksanaan sila, perbuatan itu muncul dengan teringat atau muncul dengan sendirinya seolah-olah dan atau menjalankan sila di lakukan pada saat itu seperti dalam sebuah mimpi. Jadi ada dua cara kemunculan kamma baik. Diantara perbuatan buruk, jika perbuatannya adalah membunuh suatu mahluk, kemunculan kamma dengan teringat atau dengan sendirinya seakan pembunuhan tersebut di lakukan pada saat itu juga. Kemunculan kamma buruk juga terjadi dalam dua cara.
2. Bagaimana Kamma-nimitta Muncul
Mereka yang telah membunuh mahluk lain akan melihat senjata atau alat yang mereka gunakan - pedang, belati, jaring, anak panah, tongkat dan lain-lain, sebagai penampakan kematian. Seorang penjagal konon akan melihat tumpukan tulang-belulang ternak. Yang telah melakukan perbuatan amoral seperti pencurian, perselingkuhan dan lain-lain, akan melihat penampakan-penampakan sesuai dengan perbuatan jahatnya.
Bagi mereka yang telah berbuat baik seperti membangun pagoda dan vihara akan melihat penampakan pagoda atau vihara menjelang mereka meninggal. Mungkin juga mereka melihat dana yang telah mereka berikan berkenaan dengan pembangunan pagoda atau vihara, mendanakan keperluan para bikkhu, jubah, mangkuk derma, bunga, lampu minyak atau dupa wangi. Mereka yang menjalankan sila dan praktik meditasi akan melihat penampakan seperti pakaian bersih, pusat meditasi, pemandangan indah dengan pohon-pohon, dan lain-lain, dalam bayangan mereka. Mereka yang telah melakukan pelayanan mulia lainnya juga akan melihat penampakan yang sesuai dengan perbuatan baik mereka.
3. Bagaimana Gati-nimitta (penglihatan akan alam kehidupan atau tempat dimana dia akan terlahirkan kembali) Muncul.
Saat menjelang kematian, tanda-tanda ramalan muncul menunjukkan kehidupan seseorang selanjutnya.
Jika Anda akan terlahir di alam deva, kereta kencana deva, mahluk-mahluk surga, mendengar musik surgawi, istana dan kebun deva dan sebagainya akan muncul dalam pikiran Anda.
Jika Anda akan terlahir kembali dialam manusia (Manussa Bhumi), warna merah dinding rahim calon ibu Anda akan tampak.
Jika neraka(Niraya) adalah tempat kelahiran anda berikutnya, Anda akan melihat anjing-anjing hitam, api neraka, merasakan panasnya api yang sangat mengerikan atau penjaga neraka.
Mereka yang akan terlahir kembali di alam binatang (Tirachana Bhumi) mungkin akan melihat hutan-hutan lebat, pegunungan, air, sungai, atau samudra dimana mereka akan dilahirkan.
Seseorang yang akan terlahir sebagai mahluk Peta(hantu kelaparan) akan melihat sesosok hantu yang akan datang untuk membawanya pergi.
Expresi Wajah
Expresi atau raut wajah orang yang menjelang mati bisa menunjukkan kelahiran berikutnya. Jika raut wajahnya cerah dan riang, bisa di pastikan dia terlahir kembali di alam yang lebih tinggi. Wajah yang suram, sedih, atau tegang menunjukkan dia akan terlahir kembali di alam rendah. Ada pula yang akan tersenyum karena kesenangan indrawi masa lampau. Senyuman semacam ini tidak dapat di anggap sebagai pertanda yang baik.
Pertanda Dengan Menggumam
Kadang kita menjumpai seseorang menjelang ajal berkata tidak jelas atau menggumamkan kata-kata yang tidak jelas tampa sadar.
Pada suatu ketika, seorang tua, ayah dari Arahā Sona, adalah pemburu binatang semasa mudanya dan menjadi bikkhu ketika sudah tua. Ketika mendekati kematian, dia melihat anjing-anjing hitam mengejarnya dalam penampakan kematiannya. Dia berkali-kali menggumam, "Oh, anakku, usirlah anjing-anjing itu!"
Arahā Sona mengetahui bahwa ayahnya melihat pertanda batin yang buruk dan akan terlahir kembali di neraka(Niraya). Segera Arahā Sona mengumpulkan bunga-bunga dan menyebarkan di teras sebuah pagoda, kemudian dia membawa ayahnya bersama ranjangnya ke pagoda dan berujar kepada ayahnya, " Oh, Bikkhu tua, berbahagialah, saya telah mempersembahkan bunga-bunga ini atas namamu." Ayahnya turun dari ranjang sendiri dan mempersembahkan bunga-bunga sambil memusatkan pikiran kepada Sang Buddha, dan dia kehilangan kesadaran lagi. Dalam penampakan kematiannya sekarang dia melihat dewi surgawi dan menggumam lagi. " Oh, anakku, persilahkan mereka duduk, ibu angkatmu" Ketika Arahā Sona tengah berpikir, " Sekarang pertanda dari alam deva muncul," bhikkhu tua itu meninggal dan terlahir kembali dialam deva.
Bentuk Lain Gati-nimitta
Beberapa orang ketika mendekati kematian melihat gambaran kehidupan kelahiran mereka berikutnya dengan jelas. Pada masa Buddha Gotama, Revati, istri orang kaya bernama Nandiya, adalah seorang wanita yang sombong. Dia sama sekali tidak memiliki keyakinan kepada Sang Buddha dan sering mencaci para bhikkhu, sebaliknya, suaminya adalah seorang pengikut Sang Buddha yang tekun; Ketika meninggal, dia menjadi deva. Ketika Revati mendekati ajalnya, dua penjaga neraka menyeretnya kealam surgawi dan memperlihatkan kemakmuran yang di enyam oleh Nandiya (mantan suaminya). Kemudian penjaga neraka menyeretnya turun ke neraka dan menghukumnya karena perbuatan dan sikap jahatnya.
Pada masa Buddha Gotama, seorang umat taat bernama Dhammika bernaung kepada Tiga Permata (Tiratana). Dia memimpin sekelompok umat dan menjalani hidup yang bermoral. Ketika ajal sudah dekat, dia mendengar uraian Dhamma dari bhikkhu dari ranjangnya; dia melihat enam kereta surgawi menunggu di atasnya untuk menjemput dia menuju deva-loka (alam dewa). Dia juga melihat dan mendengar para dewa berdebat, siapa yang akan membawanya. Tak lama dia meninggal dan di bawa kereta Tusita ke alam surgawi menjadi sesosok deva.
Mereka yang tertelan oleh bumi karena perbuatan jahat yang berat, langsung jatuh seketika kedalam panasnya neraka Avici. Jadi kita lihat bahwa gati-nimitta muncul dalam berbagai bentuk. Dalam masa kita sekarang, ada juga beberapa orang menjelang ajal mendengar musik dan mencium bau wangi, yang kadang juga bisa terdengar dan tercium oleh orang di sekitarnya. Gati-nimitta ini bersama dengan kamma dan kamma-nimitta umumnya muncul sebagai gambaran karena kekuatan kamma masa lampau yang mendapat kesempatan untuk menghasilkan akibat.
Membantu Munculnya Penampakan yang Baik
Ketika seseorang menderita sakit dan berangsur mendekati kematian secara alamiah, guru, teman maupun sanak saudara di anjurkan agar membantu munculnya objek yang baik dalam penampakan orang itu. Ketika kita yakin bahwa yang bersangkutan sudah tidak dapat di sembuhkan lagi, kita harus memelihara ruangan dan sekelilingnya sebersih mungkin dan mempersembahkan bunga-bunga kepada Sang Buddha. Pada malam hari, seluruh ruangan harus di terangi. Kemudian kita mengatakan kepada yang bersangkutan untuk membayangkan bunga-bunga dan lilin-lilin yang di persembahkan untuk Sang Buddha atas namanya dan memintanya untuk bergembira atas perbuatan baik tersebut. Kita juga harus membaca paritta (sutta) sehingga pikirannya tertuju pada objek-objek yang mulia. Pasien tidak boleh bersedih dan orang-orang yang menjaganya jangan menunjukkan kesedihan juga. Penguncaran dan persembahan penghormatan seharusnya tidak hanya di lakukan pada saat menjelang kematiannya, tetapi harus di lakukan pada hari-hari sebelumnya. Hanya dengan begitu dia akan di liputi dengan pikiran kusala-kamm(perbuatan baik) yang ditujukan kepada Buddha dan Dhamma, mencium aroma wangi bunga-bunga, mendengar suara Dhamma, dan pengulangan ucapan-ucapan Sang Buddha (sutta) selama beberapa hari.
Demikianlah saat kematian mendekat, sementara yang akan meninggal melihat cahaya dan bunga-bunga, mencium aroma wangi, mendengar kalimat-kalimat Dhamma, kesadaran kematian(cuti-citta) akan muncul sebelum objek-objek tersebut lenyap. Sebagai akibat dari menit-menit terakhir yang di penuhi pikiran baik dari perbuatan baik (kusala), dia akan terlahir kembali di alam yang baik.Oleh karena itu, gutu, teman, sanak keluarga bertanggung jawab untuk membantunya agar muncul objek-objek yang baik dalam pikiran orang yang mendekati kematian selagi dia masih mampu mengarahkan pikirannya kepada objek-objek tersebut.
Kematangan KammaPenghasil Kelahiran Kembali
Menurut Abhidhamma, kamma(perbuatan) berat memiliki prioritas paling utama dalam menghasilkan kelahiran kembali, di susul oleh perbuatan menjelang kematian, Perbuatan kebiasaan, dan perbuatan simpanan
Perbuatan (Kamma) Berat
Perbuatan (Kamma) berat adalah perbuatan dengan kadar moral yang begitu kuat sehingga tidak dapat tergantikan oleh perbuatan (kamma) lain apapun sebagai penentu kelahiran kembali.
Yang termasuk perbuatan (kamma) berat yang tidak baik (Akusala Garuka Kamma) adalah:
• Dengan sengaja menimbulkan perpecahan dalam Sangha.
• Melukai seorang Buddha
• Membunuh ibu.
• Membunuh ayah.
• Secara penuh memegang pandangan salah yang menyangkal keabsahan moralitas .
Dalam Sutta Pitaka yang sering di sebut sebagai pandangan salah adalah :
1. Ketiadaan (natthika-ditthi), yang menyangkal adanya kelanjutan keberadaan suatu pribadi dalam bentuk apapun setelah kematian, sehingga dengan demikian ada penolakan terhadap efek moral suatu perbuatan.
2. Pandangan tidak adanya efek dari suatu perbuatan (akiriya-ditthi)' yang menyatakan bahwa setiap perbuatan tidak memiliki potensi untuk menghasilkan efek, sehingga dengan demikian ada penyangkalan terhadap keluhuran moral.
3. Pandangan ketiadaan sebab-akibat (ahetuka-ditthi), yang menyatakan bahwa tidak ada sebab atau syarat untuk pengotoran dan pensucian mahluk hidup, serta bahwa mahluk hidup terkotori dan tersucikan karena kebetulan, takdir, atau kehendak suatu sosok Tuhan.
Dari sisi yang baik, kamma berat (Kusala Garuka Kamma) berarti pencapaian jhāna dan mempertahankan pencapaian tersebut hingga saat meninggal, ini akan menghasilkan kelahiran kembali di alam brahma sesuai dengan pencapaian jhāna-nya.
Jika seseorang mencapai jhāna dalam suatu retret dua minggu dan kemudian kembali kekehidupan sehari-hari tampa mempertahankannya, maka pencapaian jhāna tersebut tidak termasuk kamma berat pada waktu meninggalnya.
Atau, jika seseorang mengembangkan jhāna dan kemudian melakukan salah satu kejahatan yang di sebut di atas (Akusala Garuka Kamma), maka kamma baiknya akan terpotong oleh perbuatan jahatnya tersebut sehingga mengakibatkan kelahiran di alam menyedihkan. Sebagai contoh, Devadatta kehilangan kekuatan batinnya dan terlahir kembali di Neraka Avici sebagai akibat melukai kaki Sang Buddha dan membuat perpecahan dalam Sangha.
Tetapi jika seseorang terlebih dahulu melakukan salah satu perbuatan Akusala Garuka Kamma, maka dia tidak akan mampu untuk mencapai jhāna, Jalan (Magga), atau pun Buah (Phala) karena kamma buruk tersebut akan menghasilkan rintangan yang tidak dapat di tanggulangi. Sebagai contoh, Raja Ajātasattu, ketika mendengar khotbah Sang Budha mengenai Manfaat dari Kehidupan Seorang Pertapa, tetapi Raja Ajātasattu tidak dapat mencapai Jalan (Magga) dan Buah (Phala) karena ia telah membunuh ayahnya (Raja Bimbisara).
Namun Sang Buddha meramalkan, kelak setelah membayar hutang kamma mereka, baik Devadatta maupun Ajātasattu akan mencapai penerangan sebagai Paccekabuddha (Buddha Yang Tidak Mengajar) pada kehidupan yang akan datang.
KISAH DEVADATTA
Hari-Hari Terakhir Devadatta
Sewaktu Devadatta mengetahui bahwa ia tidak lama lagi dapat hidup di dunia ini, ia minta murid-muridnya membawa ia menghadap Sang Buddha. Ketika berita ini di sampaikan kepada Sang Buddha, Beliau mengatakan bahwa hal itu tidaklah mungkin dalam kehidupan ini.
Devadatta di bawa dengan sebuah usungan. Waktu tiba di dekat Jetavana, ia minta rombongannya berhenti sebentar karena dia ingin membersihkan badan terlebih dulu di sebuah telaga yang terdapat di pinggir jalan. Murid-muridnya meletakkan usungan di tepi telaga di dekat Vihara Jetavana. Dan Devadatta masuk kedalam telaga untuk mandi. Ketika ia meletakkan kakinya di atas tanah. Kemudian kakinya terbenam tampa dapat di cegah. Ia terus terbenam, bagian bagian tubuhnya terbenam satu demi satu, mata kaki, lutut, pinggang, dada dan leher. Bumi ini menelannya dengan rakus hingga ke rahangnya saat ia mengucapkan syair :
"Aku, Devadatta, di atas dipan kematianku berlindung di dalam Buddha Yang Mulia dengan tulang-tulang dan daya hidup ini yang hampir habis. Dengan kesadaran, batin yang gembira dan mulia yang terdorong oleh tiga akar mulia. "
(Sang Buddha mengetahui bahwa setelah di tahbiskan Devadatta akan melakukan dua kejahatan besar yakni : melukai Sang Buddha dan menciptakan perpecahan di dalam Sangha dan kemudian akan melakukan kebajikannya yang akan membebaskannya dari samsara. Sesungguhnya karena kebajikannya ini Devadatta akan menjadi seorang Paccekka Buddha bernama Atthissara setelah seratus ribu kappa).
Setelah mengucap syair tersebut Devadatta terbenam ke dalam bumi dan terlahir kembali di Neraka Avici. Di Neraka Avici yang luasnya seratus yojana, tubuh Devadatta tingginya seratus yojana . Kepalanya berada di dalam panci besi panas hingga kedua telinganya. Kedua kakinya berada di dalam panci besi panas hingga ke mata kakinya. Ia di rebus dalam posisi berdiri menghadap ke timur. Sebatang besi pancang yang lain muncul dari sebelah selatan panci neraka, menembus dari sisi kanan Devadatta dan keluar dari sisi kirinya mengarah ke sebelah utara panci neraka itu. Sebatang besi pancang lagi muncul dari atas panci neraka, menembus dari kepalanya dan keluar ke lantai besi di bawah panci besi. Demikianlah Devadatta di rebus dalam keadaan tidak dapat bergerak di dalam Neraka Avici.
Hal 1
bersambung......ke Hal 2