BAB II BUNUH DIRI
WHO Waspadai Meningkatnya Kasus Bunuh Diri dan
Penderita Stress
WHO mengingatkan dampak krisis keuangan global pada kondisi kesehatan mental masyarakat dunia. Menurut WHO, krisis keuangan global yang terjadi saat ini, bisa membuat banyak orang mengalami depresi, stress, gangguan kejiwaan dan mudah putus asa.
Hal tersebut disampaikan Direktur WHO, Margaret Chan dalam pertemuan dengan pada pakar kesehatan mental pada kamis (9/10), "Kita tidak perlu heran atau meremehkan goncangan dan kemungkinan konsekuensi yang akan timbul dari krisis keuangan yang terjadi saat ini. Kita akan melihat lebih banyak lagi kasus-kasus orang yang terkena stress, gangguan mental bahkan sampai bunuh diri, "kata Chan"
Peryataan Chan di perkuat dengan hasil temuan American Psychological Association yang di rilis Selasa kemarin, bahwa delapan dari sepuluh orang Amerika mengatakan kondisi Ekonomi menjadi sumber utama stress dalam kehidupan mereka.
Lebih lanjut Chan mengatakan, mereka yang rawan terkena gangguan mental akibat krisis keuangan global adalah masyarakat yang tinggal di negara-negara dengan pendapatannya rendah hingga menengah. Ia juga mengingatkan kemungkinan kecenderungan seseorang melakukan bunuh diri karena mengalami kesulitan ekonomi apapun latar belakang status finasialnya.
"Ada bukti yang jelas bahwa tindakan bunuh diri ada kaitannya dengan bencana keuangan. Saya tidak sedang membicarakan tentang para jutawan yang lompat keluar jendela tapi saya sedang membicarakan kalangan masyarakat yang miskin," kata Benedetto Saraceno, direktur WHO yang membidangi kesehatan mental memperkuat peryataan Chan.
Dan sejak krisis keuangan melanda AS, dilaporkan telah terjadi sejumlah kasus usaha bunuh diri di kalangan masyarakat AS. Senin kemarin, kepolisian Los Angeles menerima laporan kasus seorang manager keuangan berusia 45 tahun yang menembak mati lima anggota keluarganya, sebelum akhirnya menembak dirinya sendiri akibat krisis keuangan yang dialaminnya.
Karthik Rajaram, pelaku penembakan yang sudah menganggur selama berbulan-bulan dalam surat yang di tulisnya mengatakan, dia berminat membunuh seluruh keluarganya setelah krisis keuangan di Wall Street yang membuatnya kehilangan semua simpanannya yang tersisa.
Semingggu sebelum peristiwa ini terjadi, seorang perempuan lansia berusia 90 tahun di Ohio, juga bunuh diri dengan menembak dirinya sendiri setelah terancam di usir dari rumah yang sudah di huninya selama 38 tahun
Tingkat depresi dan tindakan bunuh diri, berdasarkan hasil studi kerap meningkat ketika terjadi krisis ekonomi yang buruk. Studi yang di lakukan ketika terjadi perubahan ekonomi antara tahun 1972 dan 1991
membuktikan bahwa kasus bunuh diri rata-rata meningkat 2 persen ketika situasi ekonomi makin memburuk. (In/iol)
Kisah Bocah SD Gantung Diri Gara-Gara Tak Mampu Bayar SPP
SURABAYA- Gara-gara tidak mampu membayar SPP, Miftahul Jannah nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri, Selepas magrib, bocah 13 tahun yang tinggal di Kelurahan Karang Semande. Kecamatan Karang Malang, Balong Panggang, Gresik, itu menggantungkan setagen sepanjang 395 cm warna putih di lehernya.
Kejadian yang berlangasung di kamar korban itu di ketahui kali pertama oleh Selimah, bibi korban. Saat itu Selimah baru saja datang dari sawah bersama Weni dan Sami, kakek dan nenek korban. "Saya panggil namanya, tapi kok tidak ada jawaban. Makanya saya lihat kamarnya " tutur Selimah.
Dia sangat terkejut saat menemukan anak pasangan Sutik-Supriyono (sudah cerai) itu tergantung pada setagaen yang di ikatkan di plafon rumah itu. Tampa berpikir panjang, perempuan 24 tahun ini langsung menurukan korban. Lalu di dudukkan serta di beri minum. maksudnya agar dia sadar.
"Waktu saya turunkan, korban masih hidup. Tapi napasnya sudah tersengal-sengal," ungkapnya. Hanya tindakan itu membuat bocah kelas 6 SDN Karang Semade ini malah menemui ajalnya dengan cepat. Mita -nama panggilan Miftahun Jannah -mati di pangkuan Sami, neneknya.
Tangis mengiba dari rumah keluarga tersebut menimbulkan kecurigaan warga setempat. Para tetangga segera berdatangan kerumah korban. Sementara itu, warga yang lain berinisiatif melaporkan kejadian itu ke polisi.
Tak lama kemudian, aparat dari Polsek Balong Panggang datang dan mengevakuasi serta melakukan olah TKP. Mayat korban di bawa ke RSU dr.Soetomo. Sebelumnya, jenazah Mita sempat di bawa ke RSU Bunder Gresik.Hanya keluarganya lalu di serahkan untuk membawanya ke RSU dr Soetomo untuk otopsi.
Menurut dr Eddy Soeyanto SpF, otopsi di laksanakan sekitar pukul 09.00 Senin. Dari hasil otopsi di ketahui bahwa korban di nyatakan bunuh diri. Hanya, tidak terlihat adanya luka iris dileher atau pendarahan di alat kelamin korban. Sebaliknya, ada beberapa luka memar di dada kanan dan kiri korban.
"Luka di leher hanya tampak bila menggunakan tali tampar atau rafia yang tajam. Kalau pakai setagen, lukanya tidak nampak," tuturnya. Sedangkan luka memar di dada korban adalah hasil tindakan menggoyang-goyangkan dan memukul tubuh korban oleh salah satu keluarga. "Maksudnya untuk menyadarkan korban," imbuhnya.
Sama halnya dengan pemberian air untuk menyadarkan korban. "Tindakan tersebut malah menutup jalan napas yang telah kurang oksigen," ucap dokter forensik RSU dr Soetomo ini.
Mengapa Mita bunuh diri ? Atun, adik Sami, mengatakan, korban stress dan bingung karena tidak punya uang biaya tur yang akan diadakan sekolahnya. " Kalau tidak bisa bayar, katanya tidak boleh ikut rekreasi dan ambil ijazah," tuturnya.
Ini di ketahui dari surat terakhir yang akan dikirim korban ke orang tuanya di Bali. Surat tersebut di temukan di tumpukan lemari pakaian korban.
Orang tua korban saat ini memang berada di Bali sebagai penjual sayuran di pasar. Mita yang sehari-hari di asuh oleh Weni-Sami mendapat kiriman uang dari Bali, "Hampir dua tahun orang tuanya tidak ke Gresik," ucapnya.
Dari surat itu di ketahui bahwa Mita minta kiriman uang Rp. 25.000,- 50.000,- karena uang yang dikirim sebelumnya sudah habis. Mita minta ibunya segera mengirimkan uang tersebut atau kembali ke Jawa pada bulan 6(Juni).
Mita juga bilang, dia tidak mau kalau harus minta ke Pak De Katiran lagi karena dia bilang tidak punya uang. Mita juga berkeluh kesah kalau sudah tidak kerasan lagi karena sering di marahi emak embah (Wani).
Bahkan, Mita juga sempat marah dan sakit hati ketika emak embahnya berkata bahwa dirinya makan dan tidur tidak membayar. Jadi, Mita tidak usah lagi minta yang macam-macam. Hal tersebut membuat MIta sakit hati.
Bunuh Diri Menurut Ajaran Sang Buddha
Menagambil nyawa sendiri dalam keadaan apapun adalah salah satu moral dan spritual. Mengambil nyawa sendiri karena frustasi atau kekecewaan hanya menyebabkan penderitaan yang lebih besar. Bunuh diri adalah jalan pengecut untuk mengakhiri masalah dalam kehidupan. Seseorang tidak akan bunuh diri jika pikirannya murni dan tenang. Jika seseorang meninggalkan dunia ini dengan pikiran yang bingung dan frustasi, rasanya tidak mungkin ia akan terlahirkan kembali dalam kondisi yang lebih baik.
Bunuh diri adalah tindakan yang tidak sehat karena hal ini di dorong oleh pikiran yang penuh dengan keserakahan, kebencian dan yang paling utama, kegelapan batin. Mereka yang melakukan bunuh diri belum belajar bagaimana menghadapi masalah mereka, bagaimana menghadapi kenyataan hidup dan bagaimana menggunakan pikiran mereka dengan cara yang benar. Orang demikian belum mampu memahami sifat kehidupan dan kondisi duniawi.
Beberapa orang mengorbankan hidupnya untuk alasan yang mereka anggap baik dan mulia. Mereka mengambil nyawa sendiri dengan cara-cara seperti pengorbanan diri sendiri, menembakkan peluru. Atau mogok makan. Tindakan-tindakan demikian mungkin tergolong berani dan bernyali. Bagaimanapun, dari sudut pandangan ajaran Buddha, tindakan demikian tidak dapat di maklumi. Sang Buddha telah menunjukkan dengan jelas bahwa keadaan pikiran bunuh diri mengarah pada penderitaan lebih lanjut. Seluruh sikap ini sekali lagi membuktikan betapa ajaran Sang Buddha adalah agama yang positif dan mendukung kehidupan.
Dalam suatu kesempatan ketika Y.M Bhikkhu Uttamo di tanya tentang masalah bunuh diri yang mempunyai dampak pada kelahiran yang akan datang. Beliau berkata "Dalam salah satu sumber Dhamma di luar Tipitaka memang pernah disebutkan bahwa perilaku bunuh diri disalah satu kehidupan akan mengkondisikan ia terlahir di lingkungan yang memungkinkan dia untuk bunuh diri kembali di berbagai kehidupan yang akan datang."
*Ini mungkin di sebabkan oleh kekuatan kamma buruk. Disebutkan dalam Anguttara Nikaya II, 82 bahwa niat adalah kamma. Demikian pula dengan niat bunuh diri. Seseorang yang berencana bunuh diri tentunya ada dorongan yang sangat kuat (tekad) dari dalam dirinya kemungkinan kekuatan dorongan inilah yang terus mengikutinya dan mendorongnya untuk terus melakukan bunuh diri lagi. ini bahkan bisa sampai beberapa kehidupan. (penulis)
Renungan
Memilih Hidup Yang Bahagia Di Kehidupan Yang Berikutnya
Orang yang tidak ingin mengalami penderitaan pada kehidupan mendatang harus mengembangkan pikirannya untuk terbebas dari penderitaan pada kehidupan sekarang.
Bila berharap untuk tidak terlahir kembali dalam bentuk kehidupan apapun, maka orang tersebutharus mengembangkan pikirannya sehingga tidak melekat pada sesuatu apapun dalam kehidupan sekarang ini; dengan demikianlah baru keinginannya dapat terpenuhi.
Dengan membentuk pikiran yang bahagia tanpa ada perasaan menderita yang muncul pada saat-saat sebelum meninggal, maka akan membuahkan kelahiran kembali di alam bahagia yang tampa penderitaan. Akan tetapi, membentuk pikiran yang terbebas dari penderitaan. Akan tetapi, membentuk pikiran yang terbebas dari penderitaan disaat-saat sebelum kematian adalah bukan hal yang mudah dan tidak dapat dilakukan dengan segera apabila selama hidupnya tidak terbiasa dengan perasaan tenang (tidak pernah atau jarang melatih pikiran agar berada dalam kondisi yang tenang dan netral).
(dikutip dari buku : Betapa pentingnya kehidupan saat ini ! Somdet Phra Nana Samvara, Sangharaja Thailand)
hal 6
bersambung ke hal 7
bersambung ke hal 7