SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA


Selasa, 18 Oktober 2011

Kisah-kisah keberadaan Mahluk Peta/Hantu

                                        PAYASI SUTTA 
                               DIGHA NIKAYA 23, SUTTA PITAKA

Pada suatu Ketika, Ayasma Kumara Kassapa sedang mengembara dari kota ke kota di negara Kosala, dengan di iringi lima ratus orang bhikkhu, dan tibalah mereka di sebuah hutan dekat kota Setavya. Di kota Setavya juga bertempat tinggal seorang raja muda, panglima perang yang  bernama Payasi. Payasi ini menganut pandangan (keliru) sebagai berikut :

"Tidak ada dunia lain(halus), tidak ada tumimbal lahir secara spontan (opapatiko), tidak ada penanaman bibit dan pemetikan buah (hasil) dari perbuatan-perbuatan baik dan buruk."

Ketika mendengar  bahwa Ayasma Kassapa berdiam di hutan dekat kota Setavya, Payasi memutuskan untuk pergi menjumpainya. Setelah memberi hormat sebagaimana layaknya, Payasi lalu memberitahukan Ayasma Kassapa tentang pandangannya yang sudah di kenal oleh khalayak ramai.

Ayasma Kassapa menjawab  : " Akupun sudah mendengar  tentang hal itu. Tetapi bagaimanakah orang dapat mempunyai pandangan seperti itu? Apakah anda mungkin mempunyai pandangan seperti itu? Apakah anda mungkin mempunyai alasan-alasan tertentu?"

"Memang demikian halnya," jawab Payasi, dan kemudian melanjutkan : "Kawan-kawanku, keluargaku dan saudara-saudaraku yang biasa membunuh, mengambil barang-barang  yang tidak di berikan (mencuri), pikirannya penuh keserakahan, kebencian dan kegelapan batin, pada suatu hari sakit payah dan sangat menderita. Ketika aku mendengar ajalnya akan segera tiba, aku memerlukan menjenguknya untuk menitipkan pesan : 'saudaraku yang tercinta. Para pertapa dan bhikkhu percaya bahwa siapa yang suka membunuh, mencuri, melakukan perbuatan asusila, berdusta, menfitnah,suka bertengkar  dan berbicara hal-hal yangtidak berguna, pikirannya penuh keserakahan, kebencian dan kegelapan batin; kalau kelak mereka meninggal dunia dan badan  jasmaninya hancur, roh mereka akan melalui sebuah lorong gelap masuk kedalam neraka. Dan begitu pulalah kehidupan saudaraku.

Kalau sekiranya ucapan para pertapa dan bhikkhu itu benar dan saudaraku betul-betul masuk kedalam neraka, aku mohon dengan sangat agar saudaraku  mau kembali lagi kedunia untuk memberi kabar kepadaku : 'Memang benar ada dunia lain,...'

Saudaraku yang tercinta. Aku percaya penuh kepada  Anda; apa yang Anda lihat sama juga seperti aku melihatnya sendiri. Mohon dengan sangat agar harapanku tidak sia-sia hendaknya. Dengan kata-kata :'Tentu saja tidak', ia dengan khikmat berjanji kepadaku. Tetapi kenyataannya tidak seorangpun pernah kembali untuk memberi kabar kepadaku.  Inilah salah satu sebab yang memperkuat pandanganku."

Setelah  mendengar uraian tersebut. Ayasma Kassapa lalu menceritakan satu perumpamaan tentang penjahat dan algojonya.

"O, Payasi  andaikata pada suatu hari seorang penjahat di bawa kehadapan Anda  dan Anda diminta untuk mengadilinya; dan Anda memerintahkan agar penjahat itu di penggal lehernya sekarang juga.
Andakata penjahat itu memohon kepada algojo agar pelaksanaan  hukuman di tunda dulu hingga ia sempat memberi kabar kepada kawan-kawannya dan keluarganya. Apakah menurut  pendapat  Anda, algojo itu mau menunda pelaksanaan hukuman  orang itu ataukah ia segera melaksanakan hukuman mati tersebut?"

Payasi  harus mengakui bahwa algojo pasti tidak mau  meluluskan permohonan penjahat itu.

"Nah Payasi yang terhormat, Kalau seorang penjahat tidak di beri ampun oleh algojo  di dunia ini. apakah Anda mengira bahwa kawan-kawan Anda yang terdiri dari pembunuh, pencuri,  orang cabul, pendusta, penfitnah, dan yang suka omong kosong pikirannya penuh dengan keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin  dapat diampuni? Setelah meninggal dunia, roh/arwah mereka akan melalui sebuah lorong gelap masuk ke dalam neraka. Di neraka mereka memohon kepada para algojo dengan kata: 'Mohon dengan hormat kepada Bapak Algojo agar sudi menunda dulu pelaksanaan hukuman kami  hingga kami dapat memberi kabar  kepada raja muda Payasi di dunia, bahwa setelah mati memang ada dunia lain(halus).' Apakah Anda berpendapat  bahwa para Algojo mau meluluskan permintaan mereka?"

Karena Payasi rupa-rupanya masih belum dapat diyakinkan, maka Ayasma Kassapa lalu menanyakan tentang kemungkinan masih ada sebab-sebab lain.

Atas pertanyaan ini Payasi menceritakan, bahwa iapun mempunyai kawan dan sanak-keluarga  yang belum pernah membunuh  mahluk mahluk hidup dan selalu melaksanakan tata hidup yang saleh dan terpuji.

Kepada  merekapun di minta  untuk memberi kabar setelah mereka mati dan kelak masuk sorga. tetapi mereka tidak pernah kembali atau kirim berita.

"Baiklah, Panglima yang terhormat, Sekarang aku ingin menceritakan sebuah perumpamaan, yang dari padanya banyak orang pintar  dapat menangkap arti yang sesungguhnya  dari suatu kotbah.

Andaikata ada orang yang terjatuh kedalam jamban dan Anda memerintahkan budak Anda  untuk menariknya keluar dari jamban tersebut. Lalu orang itu di sikat dan di cuci bersih, kemudian disiram tiga kali dengan minyak wangi, rambut serta janggutnya di sisir rapi, di beri pakaian bagus dan dibawa kesebuah istana dimana ia dapat menikmati  kesenangan dari  kelima indriyanya.

Sekarang aku ingin bertanya  : Apakah orang itu ingin kembali ke dalam jamban? mengapa tidak? Jamban adalah kotor dan berbau busuk, memualkan, mengerikan, dan memperlihatkan perbedaan dari seorang manusia biasa dari seorang dewa.

O, Payasi yang baik. dari jarak seratus mil bau seorang manusia dapat mengusir  para dewa.  Bagaimana mungkin  sahabat-sahabat  Anda yg menyukai kehidupan saleh  dan sekarang  masuk ke sorga, ingin kembali kedunia  untuk memberi kabar kepada Anda  : 'Memang benar terdapat suatu dunia lain (halus), memang benar terdapat tumimbla lahir spontan..."

"Selain dari itu, "Ayasma Kassapa melanjutkan : kalau kita di dunia ini satu abad, di alam sorga dari Tigapuluh Tiga Dewa berarti  satu hari satu malam. Tigapuluh  malam demikian itu merupakan satu bulan, dua belas bulan merupakan satu tahun; dan kehidupan di alam Tigapuluh Tiga Dewa tersebut berlangsung selama seribu tahun yang demikian itu.

nah kawan-kawan serta sanak keluarga Anda yang tidak pernah  membunuh mahluk, tidak pernah berdusta, Setelah badan jasmani  mereka hancur pasti masuk ke alam sorga..

Andai kata mereka berpikir : 'Setelah kami berdiam di alam sorga ini untuk dua atau tiga hari dan menikmati dulu kesenangan kelima indriya kami, maka kami baru kembali ke dunia untuk memberitahukan  Payasi  bahwa memang benar terdapat sebuah dunia lain(halus), bahwa tumimbal  lahir spontan memang benar adanya. dan menanam bibit  serta memetik buahnya (hasil) dari perbuatan-perbuatan baik dan buruknya merupakan kenyataan,' Apakah mereka  dapat melaksanakan  apa yang mereka pikir?"


"Tentu saja tidak," jawab Payasi, "sebab kami semua pasti  sudah meninggal dunia. Tetapi, Ayasma Kassapa, siapakah yang memberitahukan Anda  tentang adanya  alam  dari Tigapuluh Tiga Dewa  dan bahwa mereka  dapat hidup sampai sekian  lama? Aku menyesal harus tidak percaya apa yang Anda katakan."

Ayasma Kassapa lalu menjawab ; "O, Payasi, Anda mirip dengan seorang yang sejak  lahir buta matanya, seorang yang tidak dapat  melihat benda-benda yang berwarna hitam, putih, biru, kuning, merah atau hijau; tidak dapat melihat  apa yang sama dan apa yang tidak sama; tidak dapat melihat bintang-bintang, bulan dan matahari. Orang itu kemudian berkata : ' Aku tidak tahu tentang hal itu; aku tidak melihat apa-apa, karena itu benda-benda  tersebut tidak mungkin ada.'

Cobalah Anda pikir, apakah orang buta  yang mengucapkan kata-kata tersebut di atas, mengatakan sesuatu yang benar?"

"Tentu saja tidak", jawab Payasi.

"Nah, demikianlah sebenarnya  keadaan Anda, Payasi yang terhormat, Anda mirip dengan seorang yang sejak di lahirkan buta matanya. Ketahuilah bahwa alam halus tidak dapat  dilihat dengan mata biasa.

Para pertapa dan bhikkhu yang hidup menyepi  dan melakukan meditasi  untuk waktu yang lama, telah melatih mata batin mereka sehingga dapat melihat hal-hal yang tidak terlihat dengan mata biasa. Dengan mata batin  mereka  dapat melihat  dunia ini dan juga alam halus  dan mereka yang bertumimbal  lahir secara spontan.

Payasi masih saja belum dapat di yakinkan dan memberi bantahan baru, bahwa melihat para pertapa dan bhikkhu yang saleh  dan selalu  mempunyai itikad baik; tetapi mereka memilih untuk tetap hidup dan tidak ingin cepat-cepat mati. Mereka tetap ingin menikmati hidup dan tidakingin cepat-cepat mati. Mereka  tetap ingin menikmati  hidup dan membenci kematian. Karena itu aku berkata kepada diriku : "kalau saja para pertapa dan para bhikkhu yang terhormat itu benar-benar  tahu bahwa keadaan  mereka  setelah mati akan menjadi lebih baik, maka pastilah sekarang juga mereka akan minum racun atau membunuh diri dengan menggunakan  senjata tajam atau menggantung  diri atau menjatuhkan diri mereka  dari atas batu karang yang tinggi. Tetapi justru karena sangsi, apakah mereka kelak  setelah mati  dapat masuk ke sorga, maka mereka
memilih untuk hidup lebih lama dalam dunia ini dan tidak  ingin cepat-cepat mati.; mereka memilih hidup senang dan mengelakkan penderitaan."

Inilah sebab lain lagi. sehingga aku  percaya bahwa  dunia halus tidak ada dan tumimbal lahir secara spontan tidak ada,,,"

Ayasma Kasappa kemudian menceritakan sebuah perumpamaan dari seorang  yang mempunyai dua orang istri. Istri pertama mempunyai anak laki-laki berumur duabelas tahun, sedang istri kedua sedang hamil ketika suaminya meninggal dunia.

Setelah ayahnya meniggal dunia, anak laki-laki itu  menagih warisan kepada istri kedua dari mendiang ayahnya. Atas tagihan ini istri kedua mohon di tunda dulu sampai bayi yang sedang di kandungnya itu lahir. Kalau bayi itu seorang  anak laki-laki, maka bayi laki-laki itu berhak atas sebagian 
 warisan ayahnya. Kalau bayi itu perempuan, maka warisan itu seluruhnya akan menjadi milik anak laki2 dari istri pertama.

Tetapi sianak laki-laki itu tidak sabar menantidan terus-menerus  mendesak. Karena kesal, istri kedua itu lalu masuk kekamarnya dan membedah perutnya sendiri untuk melihat apakah bayi yg sedang di kandungnya itu laki-laki atau perempuan. Dengan demikian tentu saja ia kehilangan nyawa bayinya. kehilangan nyawanya sendirir dan kehilangan bagian dari warisan mendiang suaminya.

Dengan cara yang sama, Payasi yang terhormat, Anda akan mengalami malapetaka hanya karena keingintahuan Anda tentang mahluk halus. Para pertapa dan bhikkhu  yang saleh dan mempunyai itikad baik tidak akan memetik buah yang belum matang. Lagipula lebih lama mereka hidup di dunia ini, lebih banyak dapat mereka manfaatkan hidup mereka untuk kepentingan  para manusia dan para dewa. Ini merupakan bukti pula, Payasi bahwa memang terdapat dunia lain..."

Namun Payasi masih mempunyai alasan lain untuk membela pendiriannya. Ia mengatakan bahwa ia pernah menyuruh membakar seorang pejahat  sampai mati dalam sebuah tempayan besar yang ditutup rapat dan di segel. Sesudah itu  denga hati-hati  ia menyuruh buka tempayan itu, tetapi tidak ada roh yang tampak  keluar dari tempayan tersebut.

Ayasma Kassapa lalu bertanya kepada Payasi apakah ia pernah mimpi waktu tidur.

"sering", jawab Payasi. " Siang hari ini aku mimpi tentang sebuah taman yang indah, juga sebuah hutan dengan pemandangan alam  yang menarik dan laut yang tenang."

" Akan tetapi". Ayasma Kassapa bertanya : "Apakah Anda ketika itu di jaga oleh badut-badut Istana, Orang-orang kerdil istana, dayang-dayang yang di tugaskan  untuk mengipas  dan gadis-gadis lain? Apakah mereka tidak melihat roh Anda keluar dari badan Anda? Demikian pula, mana mungkin Anda dapat melihat roh yang masuk dan keluar dari orang yang sudah mati?"

Tetapi Payasi masih memiliki alasan lain untuk membenarkan  pandangannya.Ia pernah menyuruh untuk menimbang seorang penjahat ketika masih hidup dan kemudian memerintahkan para algojo untuk menjirat leher penjahat itu sampai mati. Setelah mati mayatnya kembali di timbang. Dan teryata bahwa ketika masih  hidup  timbangannya lebih ringan  di bandingkan dengan ketika sudah menjadi mayat. Karena itu dapat di tarik kesimpulan, bahwa tidak ada sesuatu yang hilang, bahkan rohpun tidak.

Ayasma Kassapa lalu membuktikan, bahwa jalan pikiran yang demikian itu slah denganmenuturkan cerita tentang sebuah bola besi.

"Bila sebuah bola besi di bakar sampai membara, maka timbangannya akan berkurang di bandingkan ketika masih belum di bakar. Begitu pula bila seorang manusia masih hidup, masih berhawa panas dan memiliki kesadaran, ia akan lemas dan lebih ringan daripada sesosok tubuh manusia yang mati, dingin dan tidak memiliki kesadaran lagi. Tubuh ini akan menjadi kaku dan berat"

Payasi lalu bercerita tentang percobaan lain.

Seorang penjahat di hukum mati tampa merusak kulit, daging dan tulang sumsum. Setelah orang itu mati, Payasi memerintahkan orang-orangnya untuk membaringkan mayat itu terlentang lalu menelungkup, miring, dan di taruh dengan kepala di bawah. Setelah itu di gosok-gosok , di pukul dengan batu, di sikat dengan kayu lalu dengan pisau. Namun yang hadir  tak dapat melihat ada roh yang keluar dari mayat itu.

Ayasma  Kassapa lalu menceritakan sebuah kisah dari seorang peniup suling keong yang mengembara kesuatu negara asing, di mana para penduduknya belum pernah melihat orang meniup suling keong. Ia meniup tiga kali lalu meletakkan keong itu di sampingnya. Penduduk setempat  berduyun-duyun datang untuk melihat keong tersebut. Mereka miringkan keong itu kekiri dan kemudian kekanan; mereka menggosok-gosok, menekan-nekan dan mengguncang-guncang, tetapi tidak ada suara yang keluar dari keong tersebut.

Akhirnya dengan tertaawa peniup suling itu mengambil keong tersebut dan meniup tiga kali. Para penduduk setempat sekarang tahu bahwa hanya dgn di tiup keong itu dapat mengeluarkan suara.

Demikian pula halnya dengan tubuh manusia. Digabung dengan kehidupan, di gabung dengan hawa panas, di gabung dengan kesadaran, tubuh seorang manusia  dapat berjalan, berdiri, duduk, berbaring, melihat bentuk-bentuk dengan mata, mendengar suara dengan telinga, mencium wewangian dengan hidung, menyentuh dengan jari tangan serta merasakan benda-benda dengan badan dan dapat mengerti paham dengan pikiran. Tetapi kalau tubuh kosong dari kehidupan, hawanya tidak lagi panas dan tidak lagi bergabung dengan kesadaran, maka tubuh itu tidak lagi dapat berjalan, berdiri... Ini merupakan bukti pula untuk Anda, bahwa seyogyanya Anda harus percaya bahwa ada dunia lain...

Sekali lagi Payasi menceritakan Ayasma Kassapa tentang percobaan lain yang ia lakukan untuk menemukan roh manusia.


Ia memerintahkan membedah seorang penjahat dengan cara memotong kulitnya, dagingnya, tulangnya dan sumsumnya, tetapi lagi-lagi tidak dapat di temukan roh yang di cari.

Dalam hubungan ini Ayasma Kassapa menceritakan  sebuah perumpamaan tentang seorang pemuja api yang telah memungut seorang anak yatim piatu yang di tinggal dari sebuah kafilah. Ketika anak itu berumur 12 tahun, pemuja api itu  (yang juga seorang pertapa) ingin berkelana untuk beberapa waktu lamanya.

Ia memesan kepada anak itu untuk menjaga api baik-baik dan jangan sampai padam. Tetapi kalau padam ia harus menyalakan kembali dengan menggosok-gosok dua batang kayu terus-menerus hingga keluar api.

Ketika pertapa itu sudah  pergi. anak itu sepanjang hari terus-menerus  bermain, sehingga api pujaan benar-benar padam. Anak itu ingat apa yg di katakan ayah angkatnya, tetapi lupa cara menggunakan  alat pembangkit  api tersebut. Batang kayu itu di potong-potong menjadi potongan-potongan kecil dan kemudian di tumbuk dalam sebuah lumpang. Tentu saja  dengan cara itu ia tidak dapat menyalakan api. Ketika ayah angkatnya pulang dan melihat api pemujaan padam, ia lalu mengambil dua batang kayu dan di gosok-gosok  terus-menerus  hingga panas  dan akhirnya keluar api.

"O,Payasi, dalam hal yang sama  adalah  bodoh untuk mencari dunia halus dengan memakai cara yang salah  seperti yang Anda lakukan  hingga kini. O, Payasi, lepaskanlah pandangan  keliru Anda  agar Anda tidak tertimpa malapetaka dan penderitaan,"

"Meskipun Ayasma Kassapa berkata demikian, namun aku tetap tidak dapat melepaskan pandangan tersebut. Raja Pasenadi dari Kosala dan semua raja tahu, bahwa Payasi memiliki pandangan tersebut. Yaitu, bahwa tidak ada dunia lain(halus), tidak ada tumimbal lahir  dengan spontan dan tidak ada penanaman bibit dan pemetikkan buah(hasil) dari perbuatan-perbuatan baik dan buruk. Kalau sekarang aku melepaskan pandangan tersebut, tentu saja mereka akan berkata :'Sungguh bodoh Payasi itu dan sangat  bebal untuk di beri pengertian. Untuk mencegah cemoohan orang untuk menjaga kewibawaan (gengsi) dan sebagai tipu daya aku akan terus menerus menganut pandangan tersebut."

"Kalau demikian halnya", berkata Ayasma Kassapa, " Aku akan menceritakan lagi sebuah perumpamaan , dari banyak orang pintar yang dengan jelas dapat melihat arti dari suatu persoalan.

Pada suatu ketika sebuah kafilah yang terdiri dari seribu kereta melakukan perjalanan dari negara Timur ke negara Barat Dimanapun mereka tiba, biasanya rumput, air, rumput kering dan makanan habis terkuras.  karena itu mereka memutuskan untuk memecah kafilah mereka menjadi  dua rombongan dari lima ratus buah kereta yang masing-masing  di kepalai  seorang kepala rombongan.

Kafilah pertama berangkat  lebih dulu dengan membawa cukup bekal rumput, air, rumput kering, dan makanan. Baru saja berjalan beberapa hari lamanya  mereka bertemu dengan hantu jahat yang menyamar sebagai manusia. Kulitnya hitam, matanya merah, rambutnya awut-awutan dan dihias  dengan bunga lotus. Pakaiannya basah  dan ia mengendarai sebuah kereta  bagus yang roda-rodanya  basah dan penuh lumpur. Ketika  ditanya  dari mana ia datang, ia menjawab dalam perjalanan di landa hujan lebat. Jalanan menjadi berlumpur  dan rumput , kayu serta air dapat di jumpai  dalam jumlah yang berlimpah-limpah. Pemimpin kafilah itu lalu memerintahkan untuk membuang semua persediaan rumput, kayu dan air, agar dapat berjalan lebih cepat karena lebih ringan. 

Mereka melanjutkan perjalanan satu hari, dua hari... hingga enam hari . Tetapi mereka gagal menemui rumput. kayu atau air, sehingga pada hari ketujuh semuanya mati karena kehausan. Hantu  jahat lalu datang makan daging mereka, sehingga dari mayat-mayat orang dan binatang yang tertinggal hanya tulang-belulang saja.

Beberapa hari kemudian, kafilah kedua berangkat  dengan membawa bekal  rumput, kayu, dan rumput kering dengan cukup. Baru berjalan beberapa hari, hantu jahat yang sama, dengan menyamar sebagai manusia, kembali mencegat  perjalanan kafilah yang kedua dan menuturkan kisah yang sama. Kemudian ia membujuk agar semua persediaan  rumput, kayu dan air di buang saja. Tetapi pemimpin rombongan kafilah kedua ini adalah seaorang cerdas dan berpengetahuan luas yang tidak begitu saja mau percaya omongan orang yang tidak di kenal. Ia memerintahkan melanjutkan  perjalanan dan jangan membuang persediaan kayu, rumput dan air. Pada hari ketujuh mereka menjumpai reruntuk serta tulang-tulang kafilah yang pertama. Pemimpin rombongan  lalu berkata : 'Kafilah ini telah musnah, karena kebodohan dari pemimpinnya. Sekarang tukarlah barang-barang  yang lebih berharga yang dapat di ketemukandari kafilah pertama dan kemudian marilah kita lanjutkan perjalanan kita.'

Akhirnya tibalah mereka dengan selamat di tempat tujuan berkat pemimpin mereka yang pintar dan berpengetahuan luas. Begitu pulalah Payasi, sebagaimana juga pemimpin  rombongan kafilah pertama Anda akan hancur dengan mencari dunia lain(halus) dengan memakai cara yang salah. Lepaskanlah pandangan keliru Anda agar Anda kelak tidak mengalami celaka."

"Meskipun Ayasma Kassapa berkata demikian, namun aku tetap tidak mau melepaskan pandanganku tersebut untuk menjaga  kewibawaan dan mencegah cemooh orang dan sebagai tipu daya", jawab Payasi.

Lalu Ayasma Kassapa menceritakan lagi sebuah perumpamaan dari seorang peternak babi yang dalam perjalanan pulang kerumah dari  sebuah kampung ia melihat timbunan besar kotoran yang sudah kering. Ia berpikir  : "Kotoran ini merupakan makanan yang baik untuk babi-babiku. " Kemudian ia membuat bungkusan besar dari kotoran kering tersebut dan di pikul  dipundak  untuk di bawa pulang. Tetapi dalam perjalanan ia di timpa hujan lebat, sehingga ketika tiba dirumah  pakaian dan badanya  basah kuyup dan berlumuran kotoran. Orang-orang kampung yang melihat kejadian tersebut menertawakan peternak itu atas ketololannya. Peternak babi itu dengan marah menjawab: :Kamu sendiri yang tolol. Kotoran itu merupakan makanan baik untuk babiku!"

"Dalam hal yang sama Anda mirip  dengan orang yang memikul  kotoran itu, Payasi,"

Tetapi Payasi tetap tidak mau melepaskan pandangannya yang keliru untuk mencegah cemoohan orang, untuk menjaga kewibawaannya dan sebagai tipu daya.

Ayasma Kassapa  kemudian  menceritakan  sebuah kisah  tentang dua orang pemain dadu. Salah seorang pemain setiap kali sebelum bermain memasukkan biji dadu  kedalam mulutnya dan ia selalu menang. Karena itu pemain kedua  berkata kepadanya : "Kamu selalu menang. Marilah sekarang kita saling tukar biji dadu dulu,"

Biji-biji dadu mereka di tukar. Pemain kedua lalu mengoleskan  racun pada biji dadu tersebut. Kemudian mengajak  pemain pertama untuk bermain dadu lagi. Biji-biji dadu mereka kembali di tukar. Seperti biasa ia memasukkan biji dadu itu sebelum bermain kedalam mulutnya; dan tentu saja ia mati keracunan.

"Nah, Anda mirip dengan pemain dadu tersebut. Lepaskanlah pandangan keliru Anda, sehingga Anda kelak tidak mengalami celaka."

Tetapi Payasi tetap kukuh pada pendiriannya, sehingga Ayasma Kassapa terpaksa  menuturkan sebuah perumpamaan lagi.

Karena suatu sebab, pada suatu hari seluruh penduduk dari sebuah kampung pergi mengungsi. Seorang penduduk kampung lain berkata kepada kawannya  : " Hai kawan, mari kita mengunjungi kampung tersebut. Barangkali saja  kita akan menemukan sesuatu berharga  tertinggal di sana." Berangkatlah kedua kawan tersebut ke kampung yang telah kosong itu. Di sana mereka menemukan setumpuk jerami. Mereka masing-masing lalu membuat dua  ikatan besar, masing-masing memikul sebuah ikatan dan kemudian melanjutkan perjalanan mereka. Tidak lama kemudian mereka menemukan  tumpukan kulit kayu. Orang yang pertama mengatakan kepada kawannya : "Hai, kawan, lebih baik kita buang saja ikatan jerami yang kita bawa sekarang  dan menukarnya dengan kulit kayu ini yang lebih berharga."

Tetapi kawannya menjawab, bahwa ia sudah puas  dengan ikatan jerami dan tidak ingin menukarnya dengan kulit kayu.

Setelah itu mereka menemukan kemeja-kemeja berbulu, kemudian kain linen. Seterusnya mereka menemukan timah putih, tembaga, perka, dan akhirnya emas. Setiap kali orang yang pertama menukar bawaannya  dengan yang lebih berharga, hanya kawannya dengan kukuh tetap saja memikul ikatan jerami.

Akhirnya mereka tiba kembali kekampung tempat tinggal mereka. Orang yang memikul jerami tidak di sambut oleh istri, anak-anak dan kawan-kawan sekampung. Sebaliknya kawannya yang pulang membawa pulang emas  di sambut dengan meriah oleh istrinya, anak-anaknya dan kawan-kawan sekampung, sehingga ia merasa bahagia sekali.

"O,Payasi Anda mirip dengan si keras kepala yang memikul terus ikatan jerami. Lepaskanlah pandangan Anda yang keliru  dan janganlah menunggu ia kelak mengakibatkan Anda celaka!"

Akhirnya Payasi mengaku, bahwa sejak mendengar  perumpamaan pertama ia sudah merasa gembira dan mengerti, namun ia ingin mendengar lebih banyak penjelasan dan keterangan, karena itulah ia bersih keras dan tetap ingin berdebat dengan Ayasmma Kassapa.

"Mengagumkan Bhante, mengagumkan sekali! bagaikan orang yang menegakkan kembali apa yang telah roboh, atau memperlihatkan apa yang tersembunyi, atau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau menyalakan lampu di waktu gelap gulita, sambil berkata : ' siapa yang punya mata, silahkan melihat, 'Demikianlah Dhamma telah di babarkan dalam berbagai cara oleh Bhante. Karena itu aku ingin mencari perlindungan  kepada Buddha, Dhamma dan Sangha. Mohon Bhante berkenan  menerima diriku  sebagai siswa  mulai hari ini hingga meninggal dunia. Mohon dengan hormat Bhante memberikan petunjuk  kepadaku yang dapat di gunakan  untuk kesejahteraan dan keselamatanku,"


Ayasma Kassapa lalu memberikan petunjuknya.

"Apabila  persembahan  (dana ) di berikan dengan  jalan membunuh sapi, kambing, babi, dan mahluk-mahluk lain, dan para pemberi  dana masih di hinggapi pandangan salah  dan pikiran salah, mengucapkan kata-kata salah, maka dana itu tidak bernilai tinggi, tak dapat membawa kemajuan apa-apa, tidak cemerlang dan tidak bercahaya. Seperti juga halnya seorang petani,  dengan membawa bibit dan luku ingin menanam sesuatu di tanah buruk yang belum di bersihkan dari belukar berduri dan akar-akar. Kalau bibit itu kelak menjadi kering oleh hembusan angin  dan teriknya sinar matahari, sedang hujan tidak kunjung turun untuk menyiram tanah  yang kering itu, Apakah mungkin bibit itu dapat bersemi dan menjadi besar?

"Tidak mungkin, Bhante"

Sebaliknya, Payasi. Apabila persembahan (dana) di berikan dengan tidak membunuh  binatang-binatang dan para pemberi dana  memiliki pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, daya upaya benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar; persembahan (dana) demikian itu membawa pahala besar sekali, bercahaya, cemerlang dan bersinar hingga jauh. Kalau seorang petani menanam bibit di tanah subur dan hujan sewaktu-waktu turun, apakah bibit itu akan bersemi dan dapat menjadi besar kelak? Dan apakah Pak Tani itu tidak akan mendapat panen yang baik?"

Payasi, setelah mendengar pandangan kelirunya di luruskan oleh Ayasma Kassapa, setelah wafat masuk dalam alam sorga dari Empat Raja Dewa.


hal 8
bersambung ke hal 9