Sebuah Contoh Yang Bagus
Sebuah penerapan yang efektif dan patut di puji dari prinsip-prinsip di atas dapat di lihat dalam kisah menarik pengalaman pribadi Yang Mulia Dr. Rastrapal Mah ātera, yang di terbitkan pada tahun 1977, dua puluh tahun setelah kejadian yang berlangsung ketika beliau dimohon untuk mengunjungi seorang lelaki yang sedang sekara, Mr. Abinash Chandra Chowdury, 56 tahun, yang terkenal sebagai umat Buddha yang taat. Berikut ini merupakan kutipan yang telah di sunting dari kisah pribadi Yang Mulia Mahatera.
Ketika saya sampai di rumahnya, saya mendapati tempat tersebut telah di padati oleh sanak saudara dan teman-temannya. Ketika itu sekitar pukul 8.30 malam, Suasana hening menyelimuti rumah itu karena semua orang yang ada di sana berada dalam ketegangan. Saya mulai membacakan beberapa Sutta dan ketika selesai, saya mendengar Mr. Chowdury mengucapkan dengan lemah dan terputus-putus tetapi tetap dengan bakti,
"Buddha... Dhamma... Sangha....anicca...dukkha....anatta....metta....karuna....mudita....upekkha."
Saya mengamati kondisinya memburuk dengan cepat. Saya meletakkan tangan saya di lengan kanannya dan bertanya " Bagaimana perasaan Anda?"
"Waktuku telah tiba untuk meninggal dunia," Jawabnya "tidak ada harapan bagiku untuk hidup lebih lama lagi, Bhante,"
"Tapi, Upasaka, Anda baru berumur 56 tahun," saya mencoba menghiburnya," dan Anda tidak mungkin meninggal begitu cepat dalam hidup Anda. Hidup yang di baktikan untuk kebajikan, yang merupakan sumber inspirasi bagi masyarakat di sekitarmu, tidak seharusnya berlalu begitu cepat... Sekarang maukah Anda mengambil lima sīla dan mendengarkan beberapa sutta?"
Saya memberikan lima sīla dan membacakan beberapa sutta yang ia dengarkan dengan penuh rasa bakti. Setelah berhenti sejenak, saya ingin tahu apakah ia mendapatkan penampakan, karena matanya tertutup sepanjang waktu ketika saya berada di sampingnya. Saya menanyakan hal tersebut kepadanya secara berkala. Setiap kali saya tanyakan, ia menyatakan tidak melihat penampakan apapun.
Sekitar pukul 11.30 malam, ia menggumamkan sesuatu. Ia mengatakan sesuatu tentang pohon Bodhi di Buddhagaya di mana Buddha Gotama mencapai Penerangan Sempurna. Mungkin ini adalah ingatan terhadap kunjungan nya kesana. Lalu saya bertanya padanya, "Apakah ada sesuatu di sana?"
"Ya, Bhante!" serunya. " Kedua (mendiang) orang tua saya ada di sana. Mereka sedang mempersembahkan bunga untuk Vajr
āsana (Tahta Berlian tempat Buddha Gotama duduk ketika beliau mencapai pencerahan) di bawah Pohon Bodhi" Ia mengulanginya dua kali.
"Upasaka, tanyakan apakah mereka ingin mengambil lima s īla?"
"Ya, Bhante. Mereka telah menunggu dengan sikap anjali (kedua telapak tangan di pertemukan dengan ujung jari menghadap ke atas).
Setelah memberikan lima sīla, saya kembali menanyakan apakah orangtuanya ingin mendengarkan beberapa sutta, dan ia mengiyakan . Sayapun membacakan Karanīya Metta Sutta.
Perasaan saya bergetar mendapati kejadian yang di luar dugaan itu. dan saya berpikir begitu pula dengan perasaan mereka yang juga sedang melihat kejadian tersebut dengan penuh kegemparan, karena ini sesuatu yang belum pernah mereka alami sebelumnya.
Jelaslah bagiku bahwa penampakan tentang kedua orangtuanya itu mengindikasikan bahwa dia akan terlahir di alam manusia-(Di sini saya kurang setuju dengan Y.M. Dr. Rastrapal. Menurut saya penampakan ini menandakan cikal bakal kelahiran di alam di mana mendiang orangtuanya telah dilahirkan).
Dan juga dengan status yang lebih tinggi karena Pohon Bodhi juga muncul dalam penampakan tersebut. Namun saya merasa umat dengan pengabdian seperti dia pantas mendapatkan kelahiran di alam yang lebih tinggi, jadi saya terus bertanya apakah dia mendapatkan penampakan lain. Sesaat kemudian, saya melihat perubahan padanya. Ia tampaknya mulai memikirkan hal-hal duniawi dan meminta sanak saudaranya untuk membebaskannya dari hutangnya. Ketika itu pukul 01.40 dini hari. Saat itu saya menanyakan apakah ada melihat penampakan lain.
"Aku melihat rambut panjang!" ia berseru dengan lemah.
"Anda melihat matanya?" Tanya saya.
"Tidak." Jawabnya "karena ia tertutupi oleh rambut gelap dari kepala hingga kaki
Saya tidak dapat memastikan apa makna penampakan aneh ini, tetapi saya merasa jika tuan ini meninggal pada saat itu maka ia akan terlahir di alam rendah (di Kemudian hari ketika saya memohon penjelasan atas penampakan ini kepada Y.M Silalankara Mah ātera (Sangharaja dari Sangharaja Bhikkhu Mahasabha Bangladesh pada saat itu), keduanya berpendapat bahwa pria yang sekarat tersebut berkemungkinan terlahir di alam peta (hantu) bila ia meninggal di saat itu). Maka untuk menghalau penampakan aneh tersebut, saya mulai membacakan sutta. Hasilnya sesuai yang diharapkan karena ketika kemudian saya tanyakan lagi ia berkata bahwa penampakan tersebut telah hilang.
Akan tetapi kemelekatan duniawinya tampak masih ada. Ia meminta kerabatnya untuk mengambilnya sebuah kasur baru dari bawah ranjangnya. Ia ingin agar kasur itu di simpan untuk putra tunggalnya yang tinggal di tempat yang jauh-di Calcutta, India. ia tidak mau kasur tersebut di bakar bersama jasadnya, sebagaimana kebiasaan umat Buddha di sini di Chittagong, Bangladesh. Kemudian ia kembali menjadi sangat lemah lagi,
"Upasaka, apa yang Engkau alami sekarang?" tanyaku.
" Saya melihat dua merpati hitam. Bhante," jawabnya.
Seketika saya sadar bahwa ini adalah penampakan atas alam binatang tempat dia mungkin akan terlahir setelah meninggal. Waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Karena saya tidak ingin ia terlahir di Alam Binatang (Tiracch âna), saya kembali membacakan sutta.
Setelah saya menyelesaikan beberapa sutta, saya bertanya lagi, "Masih ada penampakan?"
"Tidak, Bhante," jawabnya.
Saya kemudian melanjutkan khotbah Dhamma dan setiap beberapa saat saya menanyakan apakah ia ada melihat penampakan lain.
Akhirnya dia berseru, "Saya melihat kereta Surgawi datang ke arahku!"
Walupun saya tahu tidak ada yang bisa menghalangi jalan kereta surgawi tersebut, untuk menghormat para deva saya meminta kerabat di sekitar ranjangnya untuk memberi jalan.
Lalu saya bertanya, "Berapa jauh kereta tersebut dari Anda?'
Ia memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan bahwa kereta tersebut berada di samping ranjangnya.
"Apakah Anda melihat seseorang di dalam kereta?" tanyaku.
"Ya" ia mengangguk, "para deva dan devi."
"Tanyakanlah apakah mereka ingin mengambil lima sīla," kataku, karena saya pernah membaca dalam kitab suci bahwa para deva bukan hanya mematuhi dan menghormati para bhikkhu tetapi juga umat awam yang taat.
Dengan persetujuan mereka yang dia sampaikan, saya memberikan lima sīla. Setelah itu saya bertanya lagi, melalui dia, apakah mereka mau mendengarkan Karan
Īya Metta Sutta. Dengan persetujuan mereka, saya pun membacakan sutta tersebut. Lalu saya bertanya apakah mereka ingin mendengar Ma
ńgala Sutta yang kemudian saya bacakan begitu mereka menyetujuinya. Namun, ketika saya bertanya lagi apakah mereka ingin mendengarkan Ratana Sutta, pria yang sedang sekarat ini melambaikan tangannya mengisyaratkan bahwa para deva tersebut tidak ingin mendengarkan sutta ini. (Mungkin para deva tersebut khawatir bahwa mereka nantinya harus memberi jalan bagi para deva lain yang lebih tinggi yang mungkin akan datang untuk ikut mendengarkan sutta tersebut).
"Mereka ingin Bhante kembali kevihara," ia berkata.
Saya lalu menyadari bahwa para deva tersebut sudah tidak sabar untuk membawanya pergi ke Alam Surga, tetapi saya ingin menyela dan memperpanjang hidupnya di dunia. Jadi saya berkata kepada Mr. Chowdury,
"Dengar, Upasaka. Beritahu mereka untuk kembali karena sekarang belum waktunya Anda meninggal. Anda baru berumur 56 tahun. Mereka telah silap datang menjemput Anda ke Surga. Saya pribadi dan semua orang yang hadir di sini akan melimpahkan jasa-jasa kebajikan kami kepada mereka. Sebagai gantinya, kami memohon kepada mereka untuk membiarkanmu tetap hidup."
Setelah itu ada jeda sekitar sepuluh menit dan sikap pria tersebut terlihat menunjukkan para deva tersebut sedang berpikir; tetapi akhirnya ia berkata, "Mereka tidak setuju dengan usul Bhante. Mereka ingin Bhante kembali keVihara."
Kerabat-kerabatnya menjadi sedih dan menginginkan saya untuk tetap di sana hingga ajalnya tiba, karena mereka khawatir penampakan buruk bisa muncul membawanya ke alam rendah ketika saya tidak ada. Namun, para deva tersebut bersihkeras agar saya pergi. Karena kerabatnya menyadari mereka tidak dapat mempertahankan keberadaan saya lebih lama lagi, seorang dari mereka memberi isyarat kepada saya untuk pindah keruangan lain. Saya bersikap seakan-akan beranjak meninggalkan rumah tersebut, tetapi kemudian menyelinap ke ruangan lain da menunggu di sana untuk melihat kepergiannya ke devaloka (Alam Deva).
Sesaat kemudian ia berseru, " Bhante sedang duduk di ruangan lain. Para deva ingin beliau meninggalkan ruangan itu juga dan kembali ke Viharanya!"
Saya tersenyum dan tetap tinggal di sana tampa menghiraukan apa yang mereka inginkan. Tiba-tiba saya mendengarnya menggumam ketakutan, "Jangan ikat saya! Jangan seret saya!" Ia mengulanginya beberapa kali.
Saya tidak dapat bersembunyi lebih lama lagi dan seagera menuju ke samping ranjangnya. "Ada apa?" tanya saya.
"Beberapa mahluk setan yang menakutkan mencoba menyeretku bersama mereka" jawabnya.
Saya sadar bahwa jika ia meninggal pada saat itu, ia akan menuju ke Alam Neraka (Niraya). Maka saya mulai membacakan sutta sekali lagi. Setelah berhenti, saya bertanya padanya, "Apakah mahluk setan itu masih di sana?"
"Tidak," katanya. "Mereka telah pergi."
Waktu itu, malam yang panjang telah hampir berlalu di ganti fajar yang mulai menyingsing di ufuk timur. Para deva tersebut masih menunggu di atas kereta mereka; ini saya ketahui setelah bertanya kepada pria sekarat tersebut. Sekali lagi saya meminta kepada para deva tersebut melalui Mr.Chodury untuk meninggalkannya sebagai ganti dari pelimpahan jasa-jasa yang telah di perbuat oleh setiap orang yg hadir di sana, termasuk diri saya. Semua orang dengan suara bulat setuju dengan usul saya. Kali ini, para deva tersebut mengalah, sebagaimana yang saya ketahui dari pria sekarat tersebut, dan merekapun pergi.
"Masihkah Anda melihat penampakan?" saya bertanya.
"ya" ia menjawab. "Orangtua saya masih berada di bawah pohon Bodhi."
Ini berarti tarikan dari Alam Manusia sangat kuat terhadapnya dan dia mungkin akan terlahir kembali kedunia ini. Kembali saya mengusulkan agar kami semua melimpahkan jasa-jasa yang telah kami perbuat kepada kedua mendiang orangtuanya sebagai ganti mereka meninggalkannya seperti yang telah di lakukan oleh para deva tadi. Tampaknya dari yang di sampaikan pria sekarat tersebut bahwa ayahnya bersedia menyetujui permintaan saya, tetapi tidak demikian halnya dengan ibunya. Saya kecewa dan mengexpresikan kekesalan saya terhadap kekeras-kepalaan seorang ibu.
"Bagaimana bisa begitu?" kataku "Sekarang, beritahu mereka bahwa para deva telah menyetujui permintaanku, maka agaknya tidak tepat bagi mereka untuk tidak menyetujuinya. Perbuatan seperti ini bisa merugikan pihak mereka sendiri nantinya."
Saya harus memprotes demikian selama beberapa kali sebelum akhirnya memberi hasil yang di harapkan. Orang tuanya, sebagaimana yang saya ketahui darinya akhirnya pergi.
Setelah semua penampakan yang muncul di hadapan pria sekarat tersebut hilang, perubahan yang berarti yang tampak padanya. Ia mengambil napas yang dalam dan menujukkan tanda-tanda kehidupan. Ketika beberapa kerabatnya mendekat dengan sebuah lampu untuk melihat kondisinya dari dekat, ia berkata, "jangan khawatir lagi! Saya tidak akan mati!"
Gelombang kegembiraan dan perasaan lega menyapu kami semua setelah melihat pria sekarat tersebut kembali hidup. Kami semua terpana dengan kejadian tak terduga yang terjadi secara silih berganti ini. Saat itu waktu menunjukkan pukul 05.00 pagi.
Semalam suntuk terlewati, namun anehnya tidak ada tanda keletihan pada semua orang yang hadir. Sungguh peristiwa yang sangat menarik sekaligus mendebarkan. Saya kemudian pamit dan kembali ke vihara.
Akan tetapi, teryata kemenangan kami berumur pendek. Sekitar jam 10.30 pagi abang ipar Mr.A.C Chowdury datang memberitahu bahwa setelah sekitar lima jam dalam kondisi baik, ia kembali melemah drastis dan tampaknya sudah di ambang ajal. Kami berdua segera kerumahnya yang telah di padati kerumunan penduduk desa yang penasaran setelah mendengar kejadian dramatis semalam.
Saya duduk di samping ranjangnya dan bertanya, "Bagaimana perasaanmu sekarang?"
"Saya tidak bisa bertahan lebih lama lagi," jawabnya terengah-engah.
Saya menyemangatinya dan mendorongnya untuk mengingat perbuatan-perbuatan baik yang telah ia lakukan semasa hidup. Sesekali saya bertanya apakah ia mendapatkan penampakan. Tiap kali jawabannya adalah "Tidak"
Pada pukul 11.20 siang, salah seorang sanak keluarganya menyadari bahwa batas waktu seorang bhikkhu untuk terakhir kali makan pada hari itu semakin dekat dan ia mempersilahkan saya untuk undur diri makan terlebih dahulu. Saya katakan padanya bahwa saya memutuskan untuk tidak meninggalkan Mr.Chowdury pada tahap demikian, meskipun untuk makan. Hal ini menimbulkan riuh rendah di antara pengunjung karena mereka semua penasaran melihat bagaimana kelanjutan dari kejadian itu.
Saya bertanya lagi pada pria sekarat itu "Anda melihat penampakan?"
"Ya." jawabnya "Mereka datang lagi.... para deva dengan keretanya
Kemunculan para deva pada saat saya bersih keras tinggal di sampingnya daripada undur diri untuk makan telah membuat saya penasaran selama beberapa waktu. Di lain waktu, ketika saya memohon penjelasan tentang masalah ini kepada Y.M. Nanissara Mah ātera dan Y.M Silalankara Mah ātera, be liau berdua menyatakan bahwa para deva tersebut pasti telah menunggu saya pergi untuk makan sehingga mereka bisa membawanya pergi disaat saya tidak ada; namun ketika mereka tahu bahwa saya menegaskan untuk tetap menetap, mereka akhirnya muncul untuk membawanya pergi.
"Bhante, para deva memohon agar Bhante kembali ke vihara," kata pria sekarat itu. "Mereka bersikeras agar Bhante kembali ke vihara.
"Mengapa?" saya bertanya pada diri saya sendiri. Apakah keraguan mereka untuk membawa pergi pria ini dari hadapan saya adalah karena rasa kewajiban moral mereka terhadap saya karena telah mengambil lima
sīla dan mendengarkan sutta dari saya? Kesasihan alasan ini di benarkan oleh kedua Y.M. Mah ātera ketika saya menceritakan peristiwa ini kepada mereka.