SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA


Kamis, 13 Oktober 2011

Kisah-kisah keberadaan Mahluk Peta/Hantu

                                                    Sebuah Contoh Yang Bagus

Sebuah penerapan yang efektif dan patut di puji dari prinsip-prinsip di atas dapat di lihat dalam kisah menarik pengalaman pribadi Yang Mulia Dr. Rastrapal Mah ātera, yang di terbitkan pada tahun 1977,  dua puluh tahun setelah kejadian yang berlangsung ketika beliau dimohon untuk mengunjungi seorang lelaki  yang sedang sekara, Mr. Abinash Chandra Chowdury, 56 tahun, yang terkenal sebagai umat Buddha yang taat. Berikut ini merupakan kutipan yang telah di sunting dari kisah pribadi  Yang Mulia Mahatera.

Ketika saya sampai di rumahnya, saya mendapati tempat tersebut telah di padati oleh sanak saudara dan teman-temannya. Ketika itu sekitar  pukul 8.30 malam, Suasana hening menyelimuti rumah itu karena semua orang yang  ada di sana berada dalam ketegangan.  Saya mulai membacakan beberapa Sutta  dan ketika selesai, saya mendengar  Mr. Chowdury mengucapkan dengan lemah dan terputus-putus tetapi tetap dengan bakti,

"Buddha... Dhamma... Sangha....anicca...dukkha....anatta....metta....karuna....mudita....upekkha."

Saya mengamati kondisinya memburuk dengan cepat. Saya meletakkan tangan saya di lengan kanannya dan bertanya " Bagaimana perasaan Anda?"  

"Waktuku telah tiba untuk meninggal dunia," Jawabnya "tidak ada harapan bagiku untuk hidup lebih lama lagi, Bhante,"

"Tapi, Upasaka, Anda baru berumur 56 tahun," saya mencoba menghiburnya," dan Anda tidak mungkin meninggal  begitu cepat  dalam hidup Anda.  Hidup yang di baktikan untuk kebajikan, yang merupakan sumber  inspirasi  bagi masyarakat  di sekitarmu, tidak seharusnya berlalu begitu cepat...  Sekarang maukah Anda mengambil lima sīla  dan mendengarkan beberapa sutta?"
"Ya, Bhante," jawabnya. 
Saya memberikan lima sīla  dan membacakan beberapa sutta yang ia dengarkan dengan penuh rasa bakti. Setelah berhenti sejenak, saya ingin tahu apakah ia mendapatkan penampakan, karena matanya tertutup sepanjang waktu  ketika saya berada di sampingnya. Saya menanyakan  hal tersebut kepadanya secara berkala. Setiap kali saya tanyakan, ia menyatakan tidak melihat penampakan apapun. 
Sekitar  pukul 11.30 malam, ia menggumamkan sesuatu. Ia mengatakan sesuatu tentang pohon Bodhi di Buddhagaya di mana Buddha Gotama mencapai Penerangan  Sempurna. Mungkin ini adalah ingatan terhadap kunjungan nya kesana. Lalu saya bertanya  padanya, "Apakah ada sesuatu di sana?" 
"Ya, Bhante!" serunya. " Kedua (mendiang)  orang tua saya ada di sana. Mereka sedang mempersembahkan bunga untuk Vajr āsana (Tahta Berlian tempat Buddha Gotama duduk  ketika beliau mencapai pencerahan) di bawah Pohon Bodhi" Ia mengulanginya dua kali. 
"Upasaka, tanyakan apakah mereka ingin mengambil lima sīla?" "Ya, Bhante. Mereka telah menunggu dengan sikap anjali (kedua telapak tangan di pertemukan dengan ujung jari menghadap  ke atas). 
Setelah memberikan lima sīla, saya kembali menanyakan apakah orangtuanya ingin  mendengarkan  beberapa sutta, dan ia mengiyakan . Sayapun membacakan  Karanīya Metta Sutta. 
Perasaan saya bergetar mendapati kejadian yang di luar dugaan itu. dan saya berpikir begitu pula dengan perasaan mereka yang juga sedang  melihat kejadian  tersebut dengan penuh kegemparan,  karena ini sesuatu yang belum pernah mereka alami sebelumnya.
Jelaslah bagiku bahwa penampakan tentang kedua orangtuanya itu mengindikasikan  bahwa dia akan terlahir  di alam manusia-(Di sini saya kurang setuju dengan Y.M. Dr. Rastrapal. Menurut saya penampakan ini menandakan  cikal bakal kelahiran di alam di mana mendiang  orangtuanya telah dilahirkan)
Dan juga dengan status yang lebih tinggi  karena Pohon Bodhi juga muncul dalam penampakan tersebut. Namun saya merasa  umat dengan pengabdian seperti dia pantas mendapatkan  kelahiran di alam yang lebih tinggi, jadi saya terus bertanya apakah dia mendapatkan penampakan lain. Sesaat kemudian, saya melihat perubahan padanya. Ia tampaknya mulai memikirkan hal-hal duniawi  dan meminta sanak saudaranya untuk membebaskannya dari hutangnya. Ketika itu pukul 01.40 dini hari. Saat itu saya menanyakan apakah ada melihat penampakan lain.
"Aku melihat rambut panjang!" ia berseru dengan lemah. 
"Anda melihat matanya?" Tanya saya. 
"Tidak."   Jawabnya   "karena ia tertutupi oleh rambut gelap dari kepala hingga kaki
Saya tidak dapat memastikan apa makna penampakan aneh ini, tetapi saya merasa jika tuan ini meninggal pada saat itu maka ia akan terlahir  di alam rendah (di Kemudian hari ketika saya memohon penjelasan atas penampakan ini kepada Y.M Silalankara Mahātera (Sangharaja dari Sangharaja Bhikkhu Mahasabha Bangladesh  pada saat itu), keduanya berpendapat  bahwa pria  yang sekarat  tersebut berkemungkinan terlahir di alam peta (hantu) bila ia meninggal di saat itu). Maka untuk menghalau penampakan aneh tersebut, saya mulai membacakan sutta. Hasilnya sesuai yang diharapkan karena ketika kemudian saya tanyakan lagi ia berkata  bahwa penampakan tersebut telah hilang. 
Akan tetapi kemelekatan duniawinya tampak masih ada.  Ia meminta kerabatnya untuk mengambilnya  sebuah kasur  baru dari bawah ranjangnya. Ia ingin agar kasur itu di simpan untuk putra tunggalnya yang tinggal di tempat yang jauh-di Calcutta, India. ia tidak mau kasur tersebut  di bakar bersama jasadnya, sebagaimana kebiasaan umat Buddha di sini di Chittagong, Bangladesh. Kemudian ia kembali menjadi sangat lemah lagi, 
"Upasaka, apa yang Engkau alami sekarang?" tanyaku. 
" Saya melihat dua merpati hitam. Bhante," jawabnya. 
Seketika saya sadar bahwa ini adalah penampakan atas alam binatang tempat dia mungkin akan terlahir setelah meninggal. Waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Karena saya tidak ingin ia terlahir di Alam Binatang (Tiracchâna), saya kembali membacakan sutta. 
Setelah saya menyelesaikan beberapa sutta, saya bertanya lagi, "Masih ada penampakan?" 
"Tidak, Bhante," jawabnya. 
Saya kemudian melanjutkan khotbah Dhamma dan setiap beberapa saat saya menanyakan apakah ia ada melihat penampakan lain. 
Akhirnya dia berseru,  "Saya melihat kereta Surgawi  datang ke arahku!" 
Walupun saya tahu tidak ada yang bisa menghalangi jalan kereta surgawi tersebut, untuk menghormat para deva saya meminta kerabat  di sekitar ranjangnya untuk memberi jalan. 
Lalu saya bertanya, "Berapa jauh kereta tersebut dari Anda?' 
Ia memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan bahwa kereta tersebut  berada di samping ranjangnya. 
"Apakah Anda melihat seseorang di dalam kereta?" tanyaku. 
"Ya" ia mengangguk, "para deva dan devi." 
"Tanyakanlah apakah mereka ingin mengambil lima sīla," kataku, karena saya pernah membaca dalam kitab suci bahwa para deva bukan hanya mematuhi dan menghormati para bhikkhu tetapi juga umat awam yang taat. 
Dengan persetujuan mereka  yang dia sampaikan, saya memberikan lima sīla. Setelah itu saya bertanya lagi, melalui dia, apakah mereka mau mendengarkan  Karan Īya Metta Sutta. Dengan persetujuan mereka, saya pun membacakan sutta tersebut. Lalu saya bertanya apakah mereka ingin mendengar  Ma ńgala Sutta yang  kemudian saya bacakan begitu mereka menyetujuinya. Namun, ketika saya bertanya lagi  apakah mereka ingin mendengarkan  Ratana Sutta, pria yang sedang sekarat ini melambaikan tangannya mengisyaratkan  bahwa para deva tersebut tidak ingin mendengarkan sutta ini. (Mungkin para deva tersebut khawatir bahwa mereka nantinya harus memberi jalan bagi para deva lain yang lebih tinggi yang mungkin akan datang untuk ikut mendengarkan sutta tersebut). 
"Mereka ingin Bhante kembali kevihara," ia berkata. 
Saya lalu menyadari bahwa para deva tersebut sudah tidak sabar untuk membawanya pergi ke Alam Surga, tetapi saya ingin menyela dan memperpanjang hidupnya di dunia. Jadi saya berkata kepada Mr. Chowdury,
"Dengar, Upasaka. Beritahu mereka untuk kembali karena sekarang belum waktunya Anda meninggal. Anda baru berumur 56 tahun. Mereka telah silap datang menjemput Anda ke Surga. Saya pribadi dan semua orang yang hadir di sini akan melimpahkan jasa-jasa kebajikan kami kepada mereka. Sebagai gantinya, kami memohon kepada mereka untuk membiarkanmu tetap hidup."
Setelah itu ada jeda sekitar sepuluh menit dan sikap pria tersebut terlihat menunjukkan para deva tersebut sedang berpikir; tetapi akhirnya ia berkata, "Mereka tidak setuju dengan usul Bhante. Mereka ingin Bhante kembali keVihara." 
Kerabat-kerabatnya menjadi sedih dan menginginkan saya untuk tetap di sana hingga ajalnya tiba, karena mereka khawatir  penampakan buruk bisa muncul membawanya ke alam rendah ketika saya tidak ada. Namun, para deva tersebut bersihkeras agar saya pergi. Karena kerabatnya  menyadari  mereka tidak dapat mempertahankan keberadaan saya lebih lama lagi, seorang  dari mereka memberi isyarat kepada saya  untuk pindah  keruangan lain. Saya bersikap  seakan-akan beranjak meninggalkan rumah tersebut, tetapi kemudian  menyelinap ke ruangan lain da menunggu di sana untuk melihat kepergiannya ke devaloka (Alam Deva). 
Sesaat kemudian  ia berseru, " Bhante sedang duduk di ruangan lain. Para deva ingin beliau meninggalkan  ruangan itu juga dan kembali ke Viharanya!" 
Saya tersenyum dan tetap tinggal di sana tampa menghiraukan apa yang mereka inginkan. Tiba-tiba saya mendengarnya menggumam  ketakutan, "Jangan ikat saya! Jangan seret saya!" Ia mengulanginya beberapa kali. 
Saya tidak dapat bersembunyi lebih lama lagi dan seagera menuju ke samping ranjangnya. "Ada apa?" tanya saya. 
"Beberapa mahluk setan yang menakutkan mencoba menyeretku bersama mereka" jawabnya. Saya sadar bahwa jika ia meninggal pada saat itu, ia akan menuju ke Alam Neraka (Niraya). Maka saya mulai membacakan sutta sekali lagi. Setelah berhenti, saya bertanya padanya, "Apakah mahluk setan itu masih di sana?" 
"Tidak," katanya. "Mereka telah pergi." Waktu itu, malam yang panjang telah hampir berlalu di ganti fajar yang mulai menyingsing di ufuk timur. Para deva tersebut masih menunggu di atas kereta mereka; ini saya ketahui  setelah bertanya kepada pria sekarat tersebut. Sekali lagi saya meminta kepada para deva tersebut melalui  Mr.Chodury untuk meninggalkannya sebagai ganti dari pelimpahan jasa-jasa yang telah di perbuat oleh setiap orang yg hadir  di sana, termasuk diri saya. Semua orang dengan suara bulat setuju dengan usul saya. Kali ini, para deva tersebut mengalah, sebagaimana yang saya ketahui  dari pria sekarat tersebut, dan merekapun pergi. 
"Masihkah Anda melihat penampakan?" saya bertanya. 
"ya" ia menjawab. "Orangtua saya masih berada di bawah pohon Bodhi."
Ini berarti tarikan dari Alam Manusia sangat kuat terhadapnya dan dia mungkin akan terlahir kembali kedunia ini. Kembali saya mengusulkan agar kami semua melimpahkan jasa-jasa yang telah kami perbuat kepada kedua mendiang  orangtuanya sebagai ganti mereka meninggalkannya seperti yang telah di lakukan oleh para deva tadi. Tampaknya dari yang di sampaikan pria sekarat tersebut bahwa ayahnya bersedia menyetujui permintaan saya, tetapi tidak demikian halnya dengan ibunya. Saya kecewa dan mengexpresikan kekesalan saya terhadap kekeras-kepalaan seorang ibu. 
"Bagaimana bisa begitu?" kataku  "Sekarang, beritahu mereka bahwa para deva telah menyetujui  permintaanku, maka agaknya tidak tepat bagi mereka untuk tidak menyetujuinya. Perbuatan seperti ini bisa merugikan pihak mereka sendiri nantinya." 
Saya harus memprotes demikian selama beberapa kali sebelum akhirnya memberi hasil yang di harapkan. Orang tuanya, sebagaimana yang saya ketahui darinya akhirnya pergi. 
Setelah  semua penampakan yang muncul di hadapan pria sekarat tersebut hilang, perubahan yang berarti  yang tampak padanya. Ia mengambil napas yang dalam dan menujukkan tanda-tanda kehidupan. Ketika  beberapa kerabatnya mendekat dengan sebuah lampu untuk melihat kondisinya dari dekat, ia berkata, "jangan khawatir lagi!  Saya tidak akan mati!" 
Gelombang kegembiraan dan perasaan lega menyapu kami semua setelah melihat pria sekarat tersebut kembali hidup. Kami semua terpana dengan kejadian tak terduga yang terjadi  secara silih berganti ini. Saat itu waktu menunjukkan pukul 05.00 pagi. 
Semalam  suntuk terlewati, namun anehnya tidak ada tanda keletihan  pada semua orang  yang hadir. Sungguh peristiwa  yang sangat menarik sekaligus mendebarkan. Saya kemudian pamit dan kembali ke vihara. 
Akan tetapi, teryata kemenangan  kami berumur pendek. Sekitar  jam 10.30 pagi abang ipar Mr.A.C Chowdury datang memberitahu bahwa setelah sekitar lima jam dalam kondisi baik, ia kembali melemah drastis dan tampaknya sudah di ambang ajal.  Kami berdua  segera kerumahnya  yang telah di padati kerumunan penduduk desa yang penasaran setelah mendengar  kejadian dramatis semalam. 
Saya duduk di samping  ranjangnya dan bertanya, "Bagaimana perasaanmu sekarang?"
"Saya tidak bisa bertahan lebih lama lagi," jawabnya terengah-engah. Saya menyemangatinya dan mendorongnya untuk mengingat perbuatan-perbuatan baik yang telah ia lakukan semasa hidup. Sesekali saya bertanya apakah ia mendapatkan  penampakan. Tiap kali jawabannya adalah "Tidak" 
Pada pukul 11.20 siang,  salah seorang sanak keluarganya menyadari bahwa batas waktu seorang bhikkhu untuk terakhir  kali makan pada hari itu semakin dekat dan ia mempersilahkan  saya untuk undur diri makan terlebih dahulu. Saya katakan padanya bahwa saya memutuskan untuk tidak meninggalkan Mr.Chowdury pada tahap demikian, meskipun untuk makan. Hal ini menimbulkan riuh rendah  di antara pengunjung karena mereka semua penasaran melihat bagaimana kelanjutan  dari kejadian itu. 
Saya bertanya lagi pada pria sekarat itu  "Anda melihat penampakan?" 
"Ya." jawabnya  "Mereka datang lagi.... para deva dengan  keretanya 
Kemunculan para deva  pada saat saya bersih keras   tinggal di sampingnya daripada  undur diri untuk makan telah membuat saya penasaran selama beberapa waktu. Di lain waktu, ketika saya memohon  penjelasan tentang masalah  ini kepada  Y.M. Nanissara Mahātera  dan Y.M Silalankara Mahātera, beliau berdua menyatakan bahwa para deva tersebut pasti telah menunggu saya pergi  untuk makan  sehingga mereka bisa membawanya pergi  disaat saya tidak ada; namun ketika mereka tahu  bahwa saya menegaskan untuk tetap menetap, mereka akhirnya muncul untuk membawanya pergi.
"Bhante, para deva memohon agar Bhante kembali ke vihara," kata pria sekarat itu. "Mereka bersikeras  agar Bhante kembali ke vihara. 
"Mengapa?" saya bertanya pada diri saya sendiri. Apakah keraguan  mereka untuk membawa  pergi pria ini dari hadapan saya adalah  karena rasa kewajiban  moral mereka terhadap saya karena telah mengambil lima
sīla  dan mendengarkan  sutta dari saya? Kesasihan alasan ini di benarkan oleh kedua  Y.M. Mahātera ketika saya menceritakan peristiwa ini kepada mereka.
Karena  saya merasa ajalnya telah dekat, saya memintanya untuk memberitahu para deva tersebut, "Mereka boleh membawamu pergi dengan kehadiran saya di sini. Saya tidak keberatan  dengan hal tersebut. Saya dengan senang hati mengizinkanmu meninggalkan kami."
Saya melakukan ini karena ia akan pergi ke Alam deva yang memang pantas ia dapatkan berkat jasa-jasa kebajikannya, sesuai  dengan yang saya harapkan baginya. Berikutnya saya meminta abang, istri, dan putrinya  untuk mengucapkan selamat tinggal  untuk terakhir kali, yang dengan bahagia mereka lakukan.
Sekarang ia telah berada dalam tahap keberangkatan ke alam lain. Wajahnya tampak cerah dan penuh kegembiraan  begitu ia pamit dengan mengucapkan kata-kata terakhirnya, "Saya pergi sekarang"
Saya kemudian meletakkan tangan saya di dadanya. Saya merasakannya masih cukup hangat. Ia teryata  masih sadar  dan tampak menggumam  kata-kata penuh bakti  yang senantiasa  ia ucapkan semasa hidupnya. Ia lalu mengangkat tangan kanannya dengan susah payah dan menggerakkannya ke suatu tempat .Ia sepertinya sedang berusaha  menggapai sesuatu, namun saya tidak dapat memahami  apa yang dia inginkan sampai seseroang dari kerumunan berkata, "Bhante, mungkin ia mencoba menyentuh kaki Bhante seperti yang ia lakukan semalam."
Saya memindahkan kaki saya agar menyentuh tangannya yang terentang. Sentuhan itu tampaknya memberinya kepuasan  yang mendalam sebagaimana terlihat  dari ekspresi wajahnya. Ia kemudian menyentuh dahinya dengan tangannya itu dan lalu meletakkannya di samping tubuhnya. Saya merasakan kehangatan di dadanya perlahan menurun dan dalam satu atau dua menit tubuhnya mendadak tersentak dan tak bernyawa. Setelah dadanya terasa dingin, saya menarik tangan saya dan melihat sekitar. Tidak ada yang mengangis ataupun meratap. Semua orang yg hadir duduk ataupun berdiri dengan tenang. Ini merupakan contoh cara paling  baik dan tepat untuk perpisahan  terakhir dengan seseorang yang akan meninggal, cukup sesuai dengan petunjuk yang saya berikan kepada umat awam  dalam ceramah-ceramah dhamma saya.
Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat  bahwa penampakan-penampakan yang terlihat  oleh pria sekarat tersebut berubah sesuai dengan keadaan pikirannya. Penampakan  yang baik misalnya Pohon Bodhi dan kereta surgawi, muncul ketika pikirannya  condong ke hal-hal yang bajik; sedangkan  penampakan-penampakan  yang buruk, misalnya mahluk penuh rambut, merpati hitam,  dan setan yang menakutkan,  muncul ketika pikirannya condong ke hal duniawi ataupun ketika gelisah. Hasil pengamatan lain adalah bhawa pembacaan sutta menyingkirkan pikiran duniawinya  dan oleh karenanya  juga menyingkirkan  penampakan yang tidak baik. Selain itu, pengambilan lima sīla juga menghasilkan pemunculan para deva. Meskipun terjadi beberapa  kemunduran, Y.M. Bhikkhu Rastrapal  dapat mengatasinya dengan cara yang tepat  dan penuh belas kasih, seingga terbukalah jalan bagi pria tersebut untuk terlahir  di Alam deva
 Kisah Nyata Penampakan-Penampakan 
                                              Lie Fen, 38 tahun
Kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu tepatnya di tahun  1999. Yang mengalami adalah ibu kandung saya sendiri. Pada saat itu ibu saya mengidap penyakit kanker rahim stadium akhir.
Setiap malam saya selalu memijin kaki ibu saya, karena di keluarga saya anak gadis satu-satunya.
Sekitar sebulan sebelum ibuku meninggalkan kami selama-lamanya, di dalam kamar pada saat saya memijiti kakinya ia mengatakan di dinding sana ada 3 orang yang berbaju putih sedang berdiri melihatnya. Padahal saat itu saya tidak melihat siapapun juga di dalam kamar itu kecuali kami berdua. Tentu saja saya bergidik dan ketakutan  setengah mati, tetapi saya tetap memijitin kaki ibuku  sambil berkali-kali berpesan kepada ibuku agar mau membacakan doa-doa suci. Tapi di tolak oleh ibuku.
Biasanya sambil memijit kakinya saya selalu membacakan doa-doa suci sampai ibuku tertidur. Begitu melihat ibuku tertidur sayapun tidak tinggal diam segera masuk kedalam kamarku sendiri. Dan tepat sebulan kemudian  ibuku meninggal di RS "DL" di Medan karena penyakitnya.
Dan sampai hari ini saya tidak mengetahui siapa ketiga orang tersebut yang terlihat oleh ibuku. Adad yang tahu...?
                                         Antony, 41 tahun
Kejadian ini terjadi pada tahun 2008  di RS. Mount Elizabeth Singapore. Kakekku sedang di rawat diruang ICU karena menderita  koma. Saat itu semua anak-anak kakekku  sudah berkumpul di sana, tidak terkecuali saya sebagai cucunya juga sempat bersama istri berangkat  untuk menjenguknya. Pada saat saya sampai di Singapore  jam sudah menunjukkan jam 22.00 malam seingga kami  putuskan  untuk ke Apartemen dulu di bilangan Orchard Road rencananya baru besok kerumah sakitnya.
Pada keesokan harinya sekitar jam 09.00 pagi kami sampai di rumah sakit Mount Elizabeth, sebegitu saya sampai suster yang merawat kakek (selama kakek di Medan, keluarga memang menyiapkan seorang suster untuk membantunya) langsung meminta saya masuk kamar ICU karena kakek yang sudah koma lebih dari 2 minggu, hari ini matanya terbuka. Suster kelihatan bahagia sekali dia katakan ini mujijat. Memang harus saya akui mungkin cucu yang paling dekat dengan kakek selama ini adalah saya. Pada saat terakhir berjumpa dengan Beliau. Kakek merayakan ulang tahunnya yang ke-96. Dua hari kemudian karena sakit perut beliau berangkat ke Siangapore untuk berobat.
Di dalam kamaar ICU mata kakek memang terbuka dan  dengan disaksikan  oleh nenek dan istriku muut kakek bergerak seakan-akan ingin memberi pesan terakhirnya. (Padahal beliau sudah sempat koma selama lebih dari 2 minggu).
Di kesempatan itu saya sempat membaca paritta untu kesembuhan kakekku. Dari keluarga mereka katakan beberapa minggu di rumah sakit sebelum koma  seperti ini kakek  sambil tidur bergumam ingin pulang ke Medan.  kemudian beliau minta di belikan tiket untuk 3 orang karena ada yang mau ikut pulang juga katanya. Padahal dikamar tidak ada siapa-siapa kecuali keluarga semuanya. Dan sempat juga di lain waktu  beliau marah-marah mengusir seseorang di sampingnya, katanya jangan dekat-dekat, pergi sana," Usirnya. Padahal seperti dia atas, di kamar tidak ada siapa-siapa kecuali keluarga terdekat.
Setelah beberapa hari di Singapore akhirnya saya dengan berat hati harus pulang ke Medan  karena pekerjaan sudah menunggu. Dihari saya akan pulang  mata kakek  terbuka kembali. Saya hanya katakan pada beliau , jangan terlalu khawatir, kami semua bisa menjaga diri.
Pada bulan September  2008 jam 21.00 malam Akhirnya kakek meninggal  dunia.
Beliau ada di ruang  ICU Mount Elizabeth Siangpore  kurang lebih 2 bulan. Selamat jalan kakekku.
                                                    Marliah Medan
Pada tanggal 4 April 2004, pagi itu ada sebuah kejadian yang agak ganjil dimana ada seorang sepupuku yang bernama  Novi (8 tahun) sedang sekarat  menjelang ajal. Sejak dari pagi itu anak ini terus-terusan menggumam memanggil-manggil neneknya katanya neneknya datang (padahal neneknya telah meninggal). Mendengar ini semua, uwaknya datang menemui saya, untuk minta bantuan apa yang bisa saya lakukan.
Ketika saya tiba di rumah tersebut, saya ajak seluruh keluarga untuk berdoa, dan setelah selesai berdoa baru saya teringat. mungkin anak ini rindu dengan neneknya. Maka sayapun minta baju neneknya.
Kemudian baju neneknya tersebut saya sentuhkan di keningnya sambil berkata, " ini baju nenek," Dan setelah itu saya memberinya minum air putih 3 kali dengan caara di suapin dengan sendok  makan.
Selesai meneguk ke 3 kalinya, anak ini berpulang (meninggal) tetapi anehnya matanya tetap terbuka. Hal 5 bersambung ke hal 6