SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA


Minggu, 02 Oktober 2011

Kisah-kisah keberadaan Mahluk Peta/Hantu

                                      Perbuatan (Kamma) Simpanan

Akhirnya, bila tidak ada kamma berat, kamma menjelang kematian,  ataupun kamma kebiasaan, maka kamma simpanan akan berperan menghasilkan kalahiran kembali. Kata "simpanan" di sini sebenarnya telah  mengalami penyesuaian dari kata pali  "katatt ā" yang secara harfiah berarti "karena di lakukan atau telah di lakukan". Tipe kamma ini sebenarnya mengacu pada semua perbuatan yang telah di lakukan tetapi tidak termasuk ke dalam kamma berat, kamma menjelang kematian, ataupun kamma kebiasaan. Kamma ini mencakup  perbuatan yang di lakukan dikehidupan sekarang dan juga kehidupan yang lampau.

Beberapa kisahnya antara lain :
  
                    Kisah Kutu Yang Terlahir Kembali di Surga Tusita  

Pada kisah terdahulu, Bhikkhu Tissa terlahir sebagai seekor kutu selama tujuh hari karena kemelekatannya yang kuat terhadap barunya. Hal ini dapat diambil contoh  bagaimana  kamma menjelang kematian  menghasilkan kelahiran kembali. Dalam kehidupannya selama tujuh hari, kutu tersebut  tidak berkesempatan untuk melakukan kamma berat yang baik, kamma menjelang kematian  yang baik ataupun kamma kebiasaan yang baik untuk menghasilkan kelahiran kembali yang bagus. Akan tetapi, setelah tujuh hari ia mati dan terlahir di Surga Tusita. Kamma jenis apakah yang telah berperan dalam kelahiran  yang menguntungkan ini?  Bhikkhu Tissa  merupakan bhikkhu yang luhur dan tidak bercela dalam Vinaya. Kamma kebiasaannya yang baik sebagai seorang bhikkhu yang senantiasa menjaga Sila kebhikkhuannya tidak berkesempatan untuk matang ketika ia meninggal  karena intervensi kamma menjelang kematiannya yang buruk. Namun sekarang, dengan habisnya kekuatan kamma menjelang kematian yang menyokong  kehidupan kutu tersebut, kamma kebiasaan Bhikkhu Tissa yang telah menjadi kamma simpanan bagi kutu tersebut kemudian menghasilkan kelahiran kembali di Surga Tusita.

                                              Kisah Ratu Mallika 

Hal yang sama, Ratu Mallika terlahir di neraka Avici selama tujuh hari karena kamma buruk menjelang kematiannya. Dengan habisnya efek kamma tersebut, maka kamma baik lampaunya  (yang merupakan kamma simpanan mahluk neraka tersebut) berkesempatan berbuah. Dengan kata lain, mahluk neraka tersebut tidak memiliki  kesempatan untuk melakukan  kamma baik apapun di Avici, baik berupa kamma berat, kamma menjelang kematian, ataupun kamma kebiasaan. Jadi, kamma simpanan mahkluk  tersebut  (yaitu perbuatan baik yang di lakukan  Ratu Mallika semasa hidupnya) yang menghasilkan kelahiran kembali di Surga Tusita.


Berikut ini adalah sebuah kisah yang terjadi di Myanmar.

                                         Kisah Sekaleng Beras  

Ko Nyo dan Ko Nee adalah pedagang keliling yang menjajakan buah pinang dan daun pinang dari satu desa  ke desa lainnya. Suatu hari  Ko Nee kehabisan beras  sehingga iapun meminjam sekaleng beras dari Ko Nyo. Namun,  ia tidak  pernah sempat untuk mengembalikan pinjaman beras itu kepada temannya  karena ia di gigit ular berbisa  dan meninggal  pada malam itu juga.

Beberapa tahun kemudian, seorang bocah kecil didampingi  kedua orang tuanya yang tampak kebingungan tiba di rumah Ko Nyo yang terletak di sebuah desa berjarak cukup jauh dari kota tempat tinggal bocah tersebut. Ini merupakan pertama kalinya bocah tersebut datang kerumah Ko Nyo dan juga desa itu. Akan tetapi, dia pulalah yang membawa orang tuanya ke sana.

"Hei, Nga Nyo! Kau tak kenal aku?" teriak bocah itu begitu ia melihat Ko Nyo.  Ko Nyo merasa sangat marah dan terhina di panggil demikian oleh seorang bocah  kecil. "Nga Nyo" merupakan panggilan dekat yang di gunakan  oleh seorang teman dekat yang lebih tua. Ia memelototi bocah tersebut dan baru saja akan memukulnya. Sewaktu orangtua bicah ini menyela, "Ko Nyo, mohon maafkan dia. Mohon sabar dan dengarkan dulu apa yang ingin dia katakan".

"Ini," kata bocah itu, : kukembalikan berasmu. Ah...., Setelah sekian banyak penderitaan. Tahukah kamu, setelah aku mati, aku terlahir di rumahmu sebagai seekor ayam sabung. Aku memenangkan beberapa pertarungan untukmu tetapi aku kalah di sebuah pertarungan terakhir. Aku terluka parah dan sekarat. Tetapi kamu  sangat marah dan melemparku kelantai dengan penuh amarah. Ketika aku terbaring tak berdaya di lantai, seekor sapi milikmu mendatangiku dan mengendusiku seakan penuh kasihan. Lalu aku mati dan terlahir di rahimnya. Ia kemudian melahirkanku dan aku tinggal di kandang ternakmu sebagai seekor anak sapi. Kemudian kamu memutuskan  untuk memotongku untuk diambil dagingnya. Sewaktu kalian mengikat kakiku dan mulai menyembelihku, orangtuaku yang sekarang lewat dan melihat pemandangan itu. Ibuku berkata,       "Sungguh kejam. Jika itu anak sapiku, aku tidak akan memotongnya."

Amarah Ko Nyo berubah menjadi takjub dan kemudian  menjadi menyesal begitu ia mendengar cerita bocah tersebut. Ia pun menangis dan meraung. "Aku tidak akan membunuh lagi! Aku tidak akan membunuh lagi!"

Cerita ini adalah contoh lain bagaimana kamma simpanan dapat menghasilkan kelahiran kembali. Sebagai seekor ayam sabung dan seekor anak sapi, tidak ada kesempatan untuk melakukan perbuatan baik. Terlahir sebagai manusia merupakan hasil dari kamma baik. Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa kamma simpanan anak sapi tersebut, yang mungkin merupakan perbuatan baik yang dilakukan oleh Ko Nee semasa hidupnya, adalah kamma yang menyebabkan kelahiran kembalinya sebagai anak lelaki di sebuah keluarga  yang relatif berada.

                             Cara Menghadapi Kematian Dengan Baik

Ada  satu tradisi turun temurun di Sri Lanka yang terentuk melalui  pengetahuan dan kesadaran akan adanya potensi kamma menjelang kematian. Indikasi adanya tradisi ini dapat di lihat dalam dua kisah yang di ceritakan sebelumnya, yaitu :

• Kisah  Upasaka  Dhammika  yang  memohon  pada Sangha  untuk  membacakan  MahaSatipatthana  Sutta         ketika  ia  sedang  sekarat
• Kisah  Yang  Mulia  Sesepuh  yang  dengan sigap mengubah pertanda tidak bagus yang di lihat oleh
  ayahnya dengan cara menyiapkan keadaan yang tepat bagi ayahnya untuk melakukan perbuatan baik              pada  saat-saat terakhir.         

Prinsip yang menonjol dan penting  dari tradisi ini  adalah sebagai berikut :
•   Mengingatkan orang yang akan meninggal tersebut mengenai perbuatan-perbuatan baik yang  telah di
    lakukannya   semasa  hidup.  Setiap  orang  bisa  menyimpan  sebuah  buku  atatan  khusus yang   mencatat     tanggal  dan  jenis  perbuatan  baik  yang  telah   di lakukannya, sehingga  ketika  ia  akan   meninggal,
    seseorang  bisa membacakan  daftar  tersebut  kepadanya.                
               
•  Menfasilitasi orang  yang akan meninggal dengan kesempatan untuk melakukan perbuatan baik,  
    misalnya : mendengarkan  pembacaan paritta  bila  orang  tersebut mengerti  ataupun  merasa tenang
    dengan   mendengarkannya;  mendengar  khotbah  Dhamma;  melakukan  pūjā(persembahan)  bunga  atas  nama  orang  tersebut  seperti  yang  di dalam Kisah Yang Mulia Sesepuh;  mendorong  orang tersebut untuk mengucapkan Tiga Perlindungan (Tisarana) di dalam hati secara terus-menerus  seperti sebuah mantra  atau bermeditasi  dengan cara yang paling  ia kenal. Ini  hanyalah beberapa contoh. Mungkin  Anda bisa memikirkan cara lain yang lebih bagus.                 
• Meyakinkan dan menolong orang yang akan meninggal untuk melepaskan semua kemelekatan terhadap  orang yang di cintainya dan juga harta bendanya, serta jangan memendam  rasa sesal ataupun bersalah  atas semua hal yang telah di lakukan. Orang-orang yang di kasihinya juga harus di pesankan untuk tidak menangis ataupun meratap di tempat ia berada, karena hal ini bisa memperkuat kemelekatannya. Kita telah melihat akibat fatal dari kemelekatan  dan penyesalan  menjelang  kematian  dalam kisah  bhikkhu Tissa  yang  menjadi seekor kutu ,  kisah  bhikkhu yang terlahir sebagai raja naga, dan kisah ratu Mallika yagn terlahir di Neraka Avici. Ada banyak cara lain untuk membantu agar orang yang akan mati bisa meninggal dengan tenang.
                         Sebuah Contoh Yang Bagus  
  hal 5
bersambung ke hal 6