SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA


Selasa, 08 November 2011

Kisah-kisah keberadaan Mahluk Peta/Hantu


                              Bab.  V 31 Alam Kehidupan 

               

Kediaman  mahluk hidup di sebut bhumi. Ada 31 Alam Kehidupan  yaitu : 

1.    Empat Alam Menyedihkan  (apâyabhūmi),                

   2.    Satu  Alam Manusia  (manussabhūmi),
   3.    Enam Alam Dewa  ( devabhūmi),
   4.    Enam Belas  Alam  Brahma  Berbentuk  (rūpabūmi),     
   5.    Empat Alam Brahma Nirbentuk  (arūpabūmi)      
                               
Empat Alam menyedihkan   (Apâyabhūmi)  
                                                           
Istilah  'apâyabhūmi'  terbentuk  dari  tiga  kosakata, yakni  'apa' =yang berarti 'tampa/tidak ada',  'aya' =yang berarti  'kebajikan'  dan  'bhūmi'  =yang berarti  'alam tempat  tinggal  mahluk hidup 'apâyabhūmi' adalah  suatu alam kehidupan yang tidak begitu ada kesempatan  untuk berbuat kebajikan.   
Delapan  jenis suciwan  tidak akan  terlahir  di alam ini, dan tidak akan  ada satu mahlukpun dalam alam ini yang  mampu meraih  kesucian dalam kehidupan sekarang. Alam ini juga sering di sebut  sebagai 'duggati-bhūmi'      
'Duggati' terbentuk dari dua kosakata, yakni 'du' =yang berarti 'jahat, buruk, sengsara', dan  'gati' =yang berarti  'alam tujuan bagi suatu mahluk yang akan bertumimbal lahir'. Duggatibhūmi adalah suatu alam kehidupan yang buruk, menyengsarakan.   Walaupun kerap  di pakai  se-bagai  suatu padanan,   duggatibhūmi    sesungguhnya tidaklah  sama persis  cakupannya  dengan  apâyabhūmi. 
Apâyabhūmi terdiri  atas empat alam, yakni :    
a) Alam Neraka (Niraya),
b) Binatang (Tiracchâna),  
c) Hantu kelaparan (Peta),  
d)Jin/Raksasa(ASurakāya),                                                                                          

4 Alam Menyedihkan /Apâyabhūmi   
a) Alam Neraka 'Niraya' (akan di bahas dalam  Bab Khusus tentang neraka)
b) Alam Binatang  'Tiracchâna' terbentuk atas dua kosakata, yaitu 'tiro' =yang berarti  'melintang, membujur' dan 'acchnâna' =yang berarti 'pergi, berjalan'. 'Tiracchâna' atau  binatang adalah suatu  mahluk yang umumnya berjalan  dengan melintang  atau membujur, bukan bukan berdiri tegak seperti manusia. Dengan pengertian  lain, binatang tersebut Tiracchâna karena merintangi  jalan menuju pencapaian  Jalan dan Pahala, Binatang  sesungguhnya  tidak mempunyai alam khusus  milik mereka sendiri melainkan hidup di alam manusia.
Binatang  memiliki hasrat  untuk menikmati  kesenangan  indrawi  serta berkembang-biak; naluri  untuk mencari makan, bersarang, dan sebagainya; dan perasaan takut mati, mencintai kehidupannya. Binatang tidak mempunyai kemampuan untk membedakan  kebajikan dari kejahatan, kebenaran dari kesesatan, dan sebagainya.(dhammasañña,concience) kecuali kalau terlahirkan sebagai calon Buddha (Bodhisatta) yang sedang menumpuk kesempurnaan. 
Bodhisatta tidak akan terlahirkan sebagai binatang yg lebih kecil  dari burung puyuh (semut misalnya) ata lebih besar dari gajah (dinosaurus misalnya).     Binatang mempunyai banyak jenis yang tak terhitung  jumlahnya, namun secara garis  besarnya dapat di bedakan  menjadi Empat macam, yakni :    
1. yang tak berkaki seperti ular, ikan, cacing, dan lain-lain (apada)    
2. yang berkaki dua seperti ayam, bebek,  burung, dasn lain-lain (dvipada)  
3. yang berkaki   empat seperti gajah, kuda, kerbau dan lain-lain (catuppada)    
4. yang berkaki banyak seperti kelabang, udang, dan kepiting dan lain-lain (bahupadda)    
c) Alam Peta/Hantu Kelaparan *(akan di bahas  dalam Bab khusus mahluk Peta)  
d) Alam RAksasa/Jin 'Asurakāya terbentuk atas tiga kosakata,  yaitu 'a' =yang merupakan  unsur pembalik , 'sura' =yang berarti 'cemerlang', gemilang', dan  'kâya' =yang berarti 'tubuh', Namun, yang di maksud dengan 'tak cemerlang'  di sini bukanlah  tidak adanya  cahaya yang memancar dari tubuh, melainkan suatu kehidupan yang merana dan serba kekurangan  sehingga membuat batin tidak  berceria. Istilah 'asura' mungkin juga berasal dari kisah kejatuhan  dari surga Tâvatimsa [terkalahkan oleh Sakka dan pengikutnya]  akibat  minuman memabukkan  (surâ). Sejak itu, mereka bersumpah  untuk tidak meminumnya lagi.
Karena sebelumnya pernah bertinggal di alam kedewaan, asurakâya kadangkala  juga di sebut  sebagai 'pubbadevâ'  Asurakâya atau iblis  terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
1. iblis  berupa dewa (deva-asurā)
2. iblis berupa setan (peti-asurā)
3.iblis  berupa penghuni neraka (niraya-asurā).
Deva-asurā  terdiri dari  vepacitti, râhu, subali,  pahâra, sambaratī , dan vinipātika. Peti-asurā terdiri atas 
kālaka ñcika, vemānika, dan āvuddhika. Niraya-asurā hanya terdiri atas  satu jenis, yaitu yang menderita kelaparan dan hidupnya bergelantungan seperti kelelawar.
                                   
                         Tujuh  Alam  Kebahagiaan Indrawi 
Tujuh alam kebahagiaan ini adalah  Alam  Manusia dan enam Alam Deva, 
yaitu :
                                        
                          Satu Alam Manusia (manussabhūmi)
'Manussa'  terbentuk atas dua kosakata, yaitu 'mano' =yang berarti  'pikiran', batin' dan 'ussa' =yang berarti  'tinggi, luhur, meningkat, berkembang'. Manussa atau manusia adalah suatu mahluk  yang berkembang  serta kukuh batinnya [mano ussanti  etesanti = manussâ], yang tahu  serta memahami  sebab yang layak [kâranâkaram manatijânâtīti = manusso], yang tahu serta memahami  apa yang bermanfaat  dan tak bermanfaat  [atthânatam manatijânâtīti = manusso] yang tahu  serta memahami  apa yang merupakan kebajikan  dan kejahatan  [kusalâkusalam  manatijânâtīti=manusso].  

Manusia bertempat tinggal  di empat  tempat, yaitu  Uttarakurudīpa, Pubbavidehadīpa,  Aparagoyānadīpa dan Jambudīpa. Umat manusia  yang berada  di  Uttarakurudīpa  berusia sampai  seribu tahun, yang berada  Pubbavidehadīpa berusia sampai tujuh ratus tahun,  yang berada   Aparagoyānadīpa  berusia sampai lima ratus tahun, sedangkan  yang berada di Jambudīpa berusia tidak menentu, tergantung  kadar kebajikan  serta kesilaan  yang di miliki. Pernah terjadi  bahwa umat manusia  tidak begitu  mengindahkan kebajikan  serta kesilaan sehingga  usia rata-rata  umat manusia menjadi  sependek 10 tahun. Pada jaman Buddha  Gotama, usia rata-rata umat manusia  100 tahun. Di perkirakan  bahwa setiap satu abad, usia manusia  mmendek  selama satu tahun. Karena Buddha Gotama telah mangkat  sejak duapuluh  lima abad yang lampau, usia rata-rata  umat manusia  pada saat sekarang ini ialah 75 tahun.


Seorang sammâsambuddha  tidak akan muncul apabila usia rata-rata manusia  lebih pendek  dari 100 tahun karena kesempatan bagi kebanyakan  orang untuk dapat  memahami  kebenaran  Dhamma terlalu singkat,  tetapi juga tidak akan muncul apabila lebih panjang  dari 100.000,- tahun karena kebanyakan  orang akan terasa sulit  untuk dapat menembus hakikat  ketakkekalan  atau kefanaan  hidup. Beliau hanya  terlahirkan  di Jambudīpa, tidak pernah terlahirkan di tiga  tempat lainnya apalagi di alam-alam kehidupan  selain alam manusia.

Kitab Majjhima Nikāya  bagian Mūlapannāsaka memberikan penjelasan secara terinci  mengapa manusia  mempunyai keadaan yang berbeda. Orang yang dalam kehidupan lampau suka membinasakan atau membunuh mahluk lain niscaya akan terlahirkan sebagai  manusia dengan umur pendek ; yang suka  menganiaya atau menyiksa  mahluk lain  niscaya akan di hinggapi banyak penyakit; yang suka murkah  atau marah niscaya akan berparas buruk ;  yang suka  cemburu atau iri hati  niscaya akan tak berwibawa; yang suka berdana  atau murah hati niscaya akan  memiliki kekayaan melimpah; yang suka bersikap angkuh atau sombong  niscaya  akan terlahirkan  di keluarga  yang rendah; yang tak gemar  menimba ilmu pengetahuan  atu memperdalam pengertian  Dhamma  niscaya akan terlahir kan dengan sedikit kebijaksanaan. Demikian pula kebalikannya. Selaras  dengan ilmu pengetahuan moderen, dalam Agganna Sutta  di sebutkan  bahwa  umat manusia  di bumi ini adalah suatu  hasil evolusi yang panjang. Manusia  bukanlah  suatu mahluk  yang pada saat  pertama kali muncul / lahir di dunia ini sudah berbentuk, berupa atau berwujud sebagaimana yang tertampak pada saat sekarang ini. Dalam wejangan  tersebut  juga di jelaskan bahwa bumi beserta isinya ini terbentuk dalam suatu  proses yang amat panjang.
                              
                 Enam Alam Dewa  (devabhūmi) 

Ada tiga macam deva atau dewa dalam pandangan Agama Buddha, yaitu :
1. Upattideva     :  dewa sebagai mahluk surgawi berdasarkan kelahirannya,
2.Sammutideva  : dewa berdasarkan persepakatan atau perandaian  misalnya
                                  raja, permaisuri,  pangeran dan  sebagainya.                   
3. Visud-dhideva :  dewa yang suci  terbebas  dari segala  noda batin yang tidak
                                   lain adalah Arahanta                               
Dewa yang di maksud dalam pembahasan ini  hanyalah merujuk  pada pengertian yang pertama, Uppattideva, yakni mahluk surgawi yang mengenyam  kenikmatan inderawi. Mahluk surgawi dalam pandangan Buddhis tidaklah bersifat kekal.
Mereka  bisa mati karena salah satu dari empat sebab : genapnya usia, habisnya kebajikan, terlena  dalam kenikmatan hingga lupa makan, marah atau irihati.
Dalam pandangan  Agama Buddha, alam surga dimana para deva-devi bertempat tinggal dalam kurun waktu yang berbatas  [tidak kekal, tidak selamanya] terbagi menjadi enam alam, yaitu :
1. Alam Empat Raja  (Catumahārājikā)

2. Alam Tiga Puluh Tiga Deva (Tāvatimsā)

3. Alam Deva  Yāmā  (Yāmā) 

4. Alam Penuh Kebahagiaan (Tusitā)

5. Alam deva yang menikmati ciptaannya (Nimmānaratî)

6. Alam deva yang menguasai ciptaan deva lain (Paranimmitavasavattî)  
     

1.  Alam Empat Raja  (Catumahārājikā)  adalah  suatu alam surgawi  paling rendah yang berada dalam kekuaasaan empat raja dewa., yakni : Dhatarattha,  Virullhaka, Virūpakka, dan Kuvera.  Empat  raja dewa ini juga di percayai sebagai pelindung  alam manusia, dan karenanya di kenal  dengan sebutan ‘Catulokapâla’. Dalam Kitab Lokīyapakaraņa, empat  dewa pelindung dunia ini di panggil sebagai Inda,  Yama, Varuna dan Kuvera. Berdasarkan tempat tinggalnya para dewa-dewi  tingkat  Catumahārājikā terbagi atas tiga, yaitu :
1.    1.yang berada di daratan (bhumattha),

2.   2.yang  berada di pohon  (rukkha). Dalam Kitab  Ulasan  atas Dhammapada  dan   Buddhavamsa, para dewa-dewi yang hidup di pohon di masukkan dalam     kelompok bhummattha.

3.    3.yang berada di angkasa (ākāsaţţa).

4.     4. ????? *****(untuk hal keempat yg menjadi tanda tanya, karena tidak di sebutkan oleh penulis, menurut saya mungkin yg ke empat adalah yg berada di dalam air***** jika saja yg bersangkutan (Bhante Khemmanando) atau  penulis, ada yang bersedia meralat atau memperbaiki atau menjelaskan hal keempat ini. ^_^  atau mungkin saya yg salah******


(Vimāna)  khusus  bagi diri mereka  masing-masing. Bagi yang tak  mempunyai istana secara khusus, gunung, sungai, lautan, pohon yang di tinggali itulah istana bagi mereka.  Kehidupan di   Catumahārājikā  berlangsung  selama 500 tahun dewa atau kira-kira sembilan juta tahun manusia (Perbandingan usia di alam-alam surga tidaklah sama, tergantung tingkatannya.  Satu hari di alam  surga tertentu  berbanding  satu abad di alam manusia, dan ada pula yang lebih lama lagi).
Para  dewa dan dewi di tingkatan     Catumahārājikā    ada yang cenderung berhati jahat, yaitu :
a.Gandhabbo/Gandhabbi : yang berada di pohon-pohon berbau harum yang belakangan  mungkin di kenali oeh orang-orang Jawa  sebagai ‘gondoruwo’ Mahluk halus ini sangat  melekati  tempat  tinggalnya. Walaupun pohon tempat tinggalnya  di tebang, ia masih tetap mengikuti  kemana pohon itu di pindahkan  tidak seperti  rukkhadeva lainnya, yang akan mengungsi ke pohon lainnya yang masih hidup.

b. Kumbhaņdo/Kumbhaņdī : penjaga harta pusaka, hutan, dan sebagainya,
c. Nāgo/nāgī    : naga yang memiliki kesaktian, yang mampu menyalin rupa dalam wujud mahluk lain seperti manusia, binatang dan sebagainya.
d. Yakkho/Yakkhiņī  : raksasa yang gemar menganiaya para penghuni neraka.

2.Alam Tāvatimsā adalah alam surgawi tingkat kedua. Alam ini sebelumnya  merupakan tempat tinggal  para asurakâya, Nama  ‘Tāvatimsā’ baru di pakai setelah 33 pemuda di bawah pimpinan  Mâgha, yang terlahirkan kembali  di sini akibat kebajikan  yang di lakukan  bersama-sama, berhasil menyingkirkan  para asurakâya.

Para dewa-dewi di Tāvatimsā terbagi menjadi  dua kelompok, yaitu :
1)    Bhummaţţha  : Sakka beserta 32 dewa pembesar
2)    Âkāsaţţha        : yang bertinggal dalam istana di angkasa.

Ibukota Tāvatimsā ialah Masakkasâra. Balai Sudhamma menjadi  tempat bagi para dewa-dewi untuk memperbincangkan Kebenaran Dhamma di bawah asuhan Sakka (Beliau berhasil  meraih kesucian tingkat Sotâpatti setelah  mendengarkan Brahmajâla Sutta). Brahmâ Sanamkumâra kerap menjadi tamu pembabar Dhamma  di sini. Buddha Gotama  pernah berkunjung  ke alam ini, dan bertinggal  selama tiga bulan untuk membabarkan  Abhidhamma kepada ibunda-Nya, yang terlahirkan  kembali sebagai  putra dewa di alam  Tusita.
Moggallana Thera juga pernah beberapa kali pergi ke alam ini, dan dari sejumlah penghuninya, beliau memperoleh kesaksian atas perbuatan-perbuatan bajik yang membawa mereka terlahirkan kembali disini. Kebajikan aini antara lain ialah merawat ayah-ibu, menghormat sesepuh dalam keluarga, berbicara lemah-lembut, menghindari penghasutan, mengikis kekikiran, bersifat jujur, menahan amarah. Usia rata-rata para dewa-dewi yang terlahirkan di alam Tavatimsa ialah 1000 tahun dewa atau kira-kira 36 juta tahun manusia.


3)Yāmābhûmi adalah alam surgawi  tingkat  ketiga, menjadi tempat bagi para deva-devi yang terbebas dari  segala kesukaran, yang terberkahi  dengan kebahagiaan surgawi.  Pemegang  kekuasaan dalam hal ini ialah Suyâma. Alam ini berada di angkasa. Dalam  ala mini dan tingkat yang lebih tinggi, tidak ada deva-devi  yang tergolong  sebagai bhummattha yang bertinggal di daratan. Istana, harta serta tubuh para dewa-dewi  di ala mini jauuuh lebih indah dan halus daripada  yang bertinggal di Tāvatimsā. Rentang  hidup mereka  ialah 2.000 tahun deva atau kira-kira 142 juta tahun manusia.

4) Tusitābhûmi adalah alam surgawi  tingkat ke empat . Para deva-devi yang hidup  di alam ini senantiasa  berceria  atas keberadaan  yang di miliki. Semua Bodhisatta, sebelum turun ke dunia  dan meraih  Pencerahan Agung, terlahir di alam ini  untuk menanti  waktu yang tepat  bagi kemunculan seorang Buddha . Demikian pula  mereka  yang akan menjadi orang tua  serta Siswa  Utama  (Aggasâvaka). Sekarang ini, Bodhisatta Metteya yang akan menjadi  Sammâsambuddha  setelah ajaran Buddha Gotama punah dari muka bumi ini sedang berada di alam ini. Usia rata-rata di alam ini ialah 4.000 tahun deva atau kira-kira 567 juta tahun manusia
5) Nimmānaratibhûmi adalah alam surgawi tingkat kelima. Para dewa-dewi  di ala mini menikmati kepuasan inderawi sebagaimana yang di ciptakan sendiri  sesuka hati mereka. Rentang hidup para deva-devi  di ala mini ialah  8.000 tahun deva atau kira-kira 2.304 juta tahun manusia.
6)Paranimmittavasavattī adalah alam  surgawi  tingkat terakhir. Apabila para deva-devi  di alam Nimmānarati menikmati kepuasan  inderawi sebagaimana  yang di ciptakan  sendiri sesuka hati mereka,  para deva-devi  di ala mini menikmatinya dari  apa yang di ciptakan  atau di sediakan oleh yang lain, yang tahu kebutuhan serta keinginan mereka. Usia rata-rata di ala mini ialah 16.000 tahun deva atau kira-kira  9.216 juta tahun manusia.

Empat Alam menyedihkan, Alam Manusia dan enam Alam Deva termasuk sebagai Alam Nafsu Inderawi (kâmabhûmi).
                     
                       Enam Belas Alam Brahma  Berbentuk (Rūpabhûmi)
Rūpabhûmi merupakan suatu alam tempat kemunculan  ‘rūpāvacaravipākacitta’ atau kesadaran  akibat  yang lazim  berkelana  dalam alam brahma  berbentuk. Dengan perkataan lain,  rûpabhûmi adalah suatu alam  tempat kelahiran  jasmaniah  serta batiniah  para brahma  berbentuk.  Yang di maksud  dengan Brahma  ialah mahluk hidup yang memiliki  kebajikan khusus  yaiut berhasil  mencapai pencerahan Jhāna yang luhur. Jhāna di hasilkan  dari pengembangan
Samatha – Kammaţţhāna meditasi  pemusatan  batin pada suatu objek demi tercapainya ketenangan.
Alam  Brahma terdiri atas 16 Alam, yakni :
1.     Tiga alam bagi peraih Jhāna pertama (paţhama)
2.     Tiga alam bagi peraih Jhāna kedua (dutiya)
3.     Tiga alam bagi peraih Jhāna ketiga (tatiya)
4.     Dua  alam bagi peraih Jhāna keempat (catuttha)
5.     Dan lima alam Suddhāvāsa

-Paţhamajhānabhūmi, Tiga alam bagi peraih Jhāna pertama ialah :
1.     Pārisajjā : alam kehidupan  bagi brahma pengikut, yang tidak  memiliki kekuasaan khusus,
2.     Purohitā : alam kehidupan bagi brahma  penasihat, yang berkedudukan tinggi sebagai pemimpin dalam kegiatan-kegiatan,
3.     Mahābrahmā : alam kehidupan bagi brahma  yang memiliki kebajikan khusus yang besar.
-Dutiyajhānabhūmi. Tiga alam kehidupan  bagi peraih Jhāna kedua atau Jhāna ketiga ialah :
1. Parittābhā : Alam kehidupan  bagi Brahma yang bercahaya lebih sedikit  daripada  Brahma yang berada di atasnya,
2. Appamānā : Alam kehidupan  bagi Brahma  yang bercahaya  cemerlang nirbatas,
3. Âbhassarā : Alam  kehidupan  bagi Brahma  yang bercahaya  menyebar luas dari tubuhnya.

-Tatiyajhānabhumi, Tiga Alam bagi peraih Jhāna keempat ialah:
1. Parittasubhā : Alam kehidupan  bagi Brahma bercahaya  indah tapi lebih sedikit daripada Brahma yang berada di atasnya,
2. Appamāņasubhā : Alam kehidupan  bagi Brahma yang bercahaya  indah nirbatas,
3.Subhakiņhā : Alam  kehidupan Brahma  yang bercahaya  indah sekujur tubuhnya.

-Cattuthajhānabhūmi : Dua Alam bagi peraih Jhāna kelima ialah
1. Vehapphalā : Alam kehidupan bagi Brahma yang berpahala  sempurna, yang terbebas dari segala bahaya.
2. Asaññasatta: Alam kehidupan  bagi Brahma  yang bertumimbal  lahir dalam wujud materi  berasal dari perbuatan  saja (kammajarūpa). Dalam alam ini sama sekali  tidak ada unsur  batiniah. Kelahiran  di alam Brahma ini terjadi  karena pengembangan perenungan  yang memacak terhadap unsur  batiniah yang menjijikkan sehingga tak menghasratinya (saññâvirāgabhāvanā). Karena tidak di lengkapi  dengan unsur-unsur  batiniah, di alam ini sama sekali tidak ada kesempatan untuk  mengembangkan kebajikan. Mahluk-mahluk yang terlahirkan secara jasmaniah  hanya sekedar  menghabiskan  akibat perbuatan  lampaunya. Delapan jenis suciwan  tidak akan terlahirkan  di alam ini.  bersambung..............