SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA


Jumat, 30 September 2011

Kisah-kisah keberadaan Mahluk Peta/Hantu

                                                  Kisah  Matthakundali

Seorang brahmana bernama Adinnapubbaka mempunyai anak tunggal yang amat di cintai dan di sayangi  bernama Matthakundali. Sayang, Adinnapubbaka adalah seorang kikir dan tidak pernah memberikan sesuatu kepada orang lain. Bahkan perhiasan emas untuk anak tunggalnya di kerjakan sendiri demi menghemat upah yang harus diberikan  kepada tukang emas.

Suatu hari, anaknya jatuh sakit, tetapi tidak satu tabibpun di undang untuk mengobati anaknya. Ketika menyadari anaknya telah mendekati ajal, segera ia membawa anaknya keluar rumah dan di baringkan di beranda, sehingga orang-orang yang berkunjung kerumahnya tidak mengetahui keadaan itu.

Sebagaimana biasanya di waktu pagi sekali, Sang Buddha bermeditasi. Setelah selesai, dengan mata Ke-Buddha-an Beliau melihat ke seluruh penjuru, barangkali ada mahluk yang memerlukan pertolongan. Sang Buddha melihat Matthakundali sedang berbaring sekarat di beranda.  Beliau merasa bahwa anak itu memerlukan pertolongannya.

Setelah memakai jubah-Nya,  Sang  Buddha memasuki  kota Savatthi untuk berpidapatta. Akhirnya beliau tiba di rumah brahmana Adibbapubbaka. Beliau berdiri di depan pintu rumah dan memperhatikan  Matthakundali.  Rupanya  Matthakundali tidak sadar sedang di perhatikan. Kemudian Sang Buddha memancarkan sinar dari tubuh-Nya, sehingga mengundang perhatian  Matthakundali, brahmana muda.

Ketika brahmana muda melihat Sang Buddha timbullah keyakinan yang kuat dalam batinnya.  Setelah Sang Buddha pergi, ia meninggal dunia dengan hati yang penuh keyakinan terhadap Sang Buddha dan terlahir di alam surga Tavatimsa.

Dari kediamannya di surga,  Matthakundali  melihat ayahnya  berduka cita atas dirinya di tempat kremasi. Ia merasa iba. Kemudian ia menampakan dirinya sebagaimana dahulu sebelum ia meninggal, dan memberitahu ayahnya bahwa ia telah terlahir di alam surga Tavatimsa karena keyakinannya kepada Sang Buddha. Maka ia menganjurkan ayahnya mengundang dan berdana makanan kepada Sang Buddha.

Brahmana Adinnapubbaka mengundang Sang Buddha untuk menerima dana makanan. Selesai makan,  ia bertanya,  "Bhante, apakah seseorang dapat, atau tidak dapat, terlahir dialam surga; hanya karena berkeyakinan  terhadap Buddha tampa berdana dan tampa melaksanakan moral (sila)?"

Sang Buddha tersenyum mendengar pertanyaan itu. Kemudian Beliau memanggil dewa Matthakundali agar menampakkan dirinya. Matthakundali segera menampakkan diri, tubuhnya di hiasi  dengan perhiasan surgawi, dan menceritakan  kepada orang tua dan sanak  keluarganya yang hadir, bagaimana ia dapat terlahir  di alam surgawi Tavatimsa. Orang-orang yang memperhatikan  dewa tersebut  menjadi kagum, bahwa anak brahmana Adinnapubbaka mendapatkan  kemuliaan hanya dengan keyakinan terhadap Sang Buddha.

Pertemuan itu di akhiri oleh Sang Buddha dengan membabarkan syair kedua berikut ini :

Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang  berbicara atau berbuat dengan pikiran murni, maka kebahagiaan akan mengikutinya  bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan badannya.

Pada akhir khotbah Dhamma itu, Matthakundali dan Adinnapubbaka langsung mencapai tinggkat kesucian sotapatti. Kelak, Adinnapubbaka mendanakan hampir semua kekayaannya  bagi kepentingan Dhamma. (Dhammapada Atthakatha Bab 1 Syair 2)


                                                       Kisah  Seorang  Pejabat  

Ketika seseorang  takut akan kehilangan hartanya, maka pikirannya terikat pada harta tersebut. Ada beberapa kasus di mana pada waktu seseorang menjelang kematiannya, pikirannya penuh dengan  kedengkian  dan ia pun terlahir menjadi ular yang selalu menjaga benda miliknya tersebut.  Siapapun
yang mendekati benda tersebut, ular itu akan segera menampakan dirinya.  Baru-baru ini ada seorang pejabat yang sangat mencintai sebuah patung Buddha  bahkan sampai ia meninggal. Temannya ingin melihat jenazah nya dan juga patung Buddha tersebut. Ketika  itu muncullah seekor ular kobra yang memperhatikan orang-orang yang sedang melihat patung tersebut.  Orang-orang yang datang melihat patung Buddha    tersebut tahu bahwa pemilik patung tersebut menjaga patungnya dengan pikiran dengki. Maka  mereka berkata pada ular tersebut "Jangan khawatir , kami kemari hanya melihat patung itu. Kami tidak akan mengambilnya."  Ular itupun kemudian pergi. Ini merupakan kisah nyata yang baru terjadi  dan di percaya seseorang  yang mempunyai perasaan dengki  atas sesuatu  akan lahir sebagai ular yang menjaga hartanya dan tidak akan dapat menerima hasil  perbuatan baik yang telah ia lakukan  sampai pikirannya terlepas dari  kemelekatan akan hartanya tersebut. (dikutip dari buku "Betapa Pentingnya kehidupan Saat ini. " Di tulis oleh Somdet Phra  Nana Samvara, Sangharaja Thailand).

                                                     Kisah Raja Naga Erakapatta  

Pada massa Buddha Kassapa, ia merupakan seorang bhikkhu. Suatu hari ketika  bhikkhu muda tersebut  sedang menyusuri  Sungai gangga dengan sampan. ia menjulurkan tangannya dan memegang sebilah rumput yang di sebut  erakapatta. Eraka adalah nama rumput tersebut dan patta artinya daun atau bilah. Ia tidak melepaskan genggamannya pada rumput tersebut  meskipun sampannya terus melaju kencang. Akibatnya, bilah rumput tersebut patah. Menurut Vinaya, adalah suatu pelanggaran ringan bila merusak tumbuh-tumbuhan dengan sengaja. Tetapi ia berpikir, " Ah, itu hanya masalah sepele,"  dan tidak berusaha untuk mengakui pelanggarannya kepada bhikkhu lain. (Apabila seorang bhikkhu melanggar maka ia harus memperbaiki dengan mengaku di hadapan seorang bhikkhu  lain jika merupakan pelanggarana ringan, atau menjalani suatu masa hukuman sementara yang memerlukan sidang resmi Sangha jika merupakan pelanggaran yang berat tetapi masih dapat di perbaiki, atau di keluarkan dari Sangha jika merupakan suatu pelanggaran berat termasuk dalam P ār ājika (Terkalahkan). Hanya melalui prosedur yang ada barulah sila-nya  dikatakan murni kembali . Kemurnian  dari sila merupakan prasyarat bagi kemajuan meditasi).

Karena bhikkhu  itu berpikir itu  hanya pelanggaran yang ringan  maka ia segera melupakannya. Tetapi setelah ia bermeditasi selama 20.000 tahun di hutan. Walaupun ia telah berusaha dengan gigih, ia tetap tidak mampu mencapai pencerahan. Teryata, ketika ia meninggal, ia merasa seakan-akan erakapatta (bilah rumput yang ia patahkan) sedang mencekiknya. Sekarang ia sungguh ingin mengakui pelanggaran yang telah dilakukannya, namun tidak ada bhikkhu lain di sekitarnya.
"Oh, betapa tidak murninya sila-ku!" sesalnya.

Ketika itu, ia meninggal dan terlahir kembali  sebagai raja naga dengan  nama Raja Naga Erakappatta. Begitu ia melihat tubuh barunya, kembali ia merasakan penyesalan. "Setelah sekian lama bermeditasi, sekarang aku terlahir sebagai mahluk tampa akar pemakan katak. Tragedi, sungguh tragedi!"

Mahluk naga memiliki usia hidup yang sangat panjang. Raja naga Erakapatta hidup melebihi rentang usia Buddha Gotama. Ketika ia mendengar bahwa seorang  Sammasambuddha yang lain-yakni Buddha  Gotama-telah muncul, ia datang  untuk memberi hormat kepada-Nya serta mengungkapkan  penyesalannya atas apa yang telah menyebabkannya mengalami  kelahiran yang tidak menguntungkan itu. Sang Buddha kemudian membabarkan  Dhamma dan menyimpulkannya dengan syair.

"Sungguh jarang kelahiran sebagai manusia.
  Sungguh sulit kehidupan manusia.
  Sungguh sulit untuk  dapat mendengarkan Dhamma
  Sungguh jarang munculnya seorang Buddha."

Pada akhir khotbah, 84.000 mahluk mencapai pencerahan. Sang Raja naga juga sebenarnya  akan mencapai  Buah Pemasuk Arus (Sotapana) jika saja ia bukan hewan (naga)

                                               Perbuatan (Kamma) Kebiasaan

hal 3
bersambung  ke hal 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar